Search This Blog

Sunday, July 24, 2011

Menyempatkan ke Pameran Patung Kontemporer

Ciah ... setelah bertahun-tahun akhirnya kembali lagi ke Galeri Nasional.
Lho, memangnya kapan pertama kali ke Galeri Nasional? 
Oh dulu, tahun 2009 ya. Kalau melihat perjalanan ke belakang itu  bisa  kukatakan sungguh perjuangan hidup yang amazing. 
Ceritanya ke Galeri Nasional mau ambil kartu tanda ujian CPNS di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Cuacanya yang panas dan antriannya yang begitu panjang, hingga ruangan pun tak mampu menampung pelamar, jadinya sebagian menunggu di luar. Datang dari pagi, baru dipanggil namanya sehabis Zuhur. Sungguh suatu kesabaran!

Kemarin, setelah les saya  menyempatkan untuk mampir ke sana. Jadi, kalau dari Blok M itu, perjalanan bisa ditempuh dengan 2 kali busway. Pertama turun di harmoni, lalu naik yang ke arah pulau gadung dan turun di Halte busway Stasiun Gambir ya, dari sini tinggal jalan dan menyebrang pakai jembatan. Sampai deh di gedung Galeri Nasional. 

Ceritanya di Galeri nasional ini sedang di gelar Pameran Patung Kontemporer sampai tanggal 24 Juli 2011 ... 
Nah, saya pun lalu berkeliling-keliling melihat patung-patung ..... tapinya, setelah masuk, saya lihat pameran ini tidak bertemakan patung saja.

Saya tidak mengerti dengan Seni patung, tapi memang saya ingin melihatnya barangkali ada yang bisa ditanyai. Nampaknya saya adalah orang yang beruntung karena bertemu dengan salah seorang perupa. Tapi pertamanya Bapak yang bernama Agoes Jolly ini sempat memperingatkan saya untuk tidak memegang karya seni yang sedang di pajang.

"  Mbak jangan di pegang ya, kalau pameran di luar negeri, mbak bisa dikenai denda, saya juga perupa tapi saya tidak ikut pameran ini" .... 

"Mengapa tidak ikut pak?" 

" Karena saya tidak diundang"

Hmmm.. kira -kira seperti itulah perbincangan di awal-awal. Lalu, Sang perupa juga katakan dulu ketika Dia berada di sebuah pameran di Luar negeri terjadi sebuah accident.

"Dulu ketika saya menghadiri sebuah pameran di luar negeri terjadi sebuah tragedi, Istri saya khan rambutnya panjang,  rambutnya itu kena salah satu karya yang sedang dipamerankan, hingga alarmnya menyala" 

Seperti itulah kira-kira penjelasannya tapi memang saya tidak bertanya lagi kelanjutannya. Hanya saja Bapak Jolly ini mengakui bahwa pameran yang sedang di gelar ini seharusnya dijaga. Satpam sih ada saya lihat, tapi entah kemana ya.... pada Sang perupa saya katakan, kalau sebuah pameran itu enaknya ada guidenya yang bisa ditanya. Jadi, para pengunjung bisa mengerti bukan hanya sekedar melihat-lihat saja.

Masih penasaran dengan yang namanya pameran Kontemporer ini maka saya pun bertanya kepada Sang Perupa. 

"Pak boleh tanya tidak"

"Anda sebenarnya siapa?"

"Saya hanya pengunjung saja" 

Jadi, teorinya agar seseorang itu bisa menerima kita, maka harus bersikap lebih terbuka lagi. Saya pun menceritakan kalau saya itu habis les baru ke sini (pameran-red), saya juga seorang pegawai, kerja di anu. .. Lihatlah  Sang perupa lebih bisa menerimanya.

"Jadi Pak, Kontemporer itu apa artinya, khan kalau melihat dari artinya dalam kamus, kontemporer itu berarti saat ini, tapi kalau saya lihat, kontemporer itu identik dengan hal-hal yang klasik" 

"Bentuknya mungkin klasik, tapi kekiniannya itu bisa di lihat dari bahan atau materi yang dipergunakan dan juga idenya, karena biasanya karya itu mengandung satir atau sindiran " 

"Bapak Sendiri khan perupa, mengapa tidak sampai diundang ke pameran ini?"

"Saya adalah jagonya kalau dalam seni kontemporer dan orang sudah mengakui itu, dan saya adalah perupa yang bermain sendiri. Permainan itu dalam seni juga ada jadi bukan dalam dunia politik saja" 

Saya mengerti setelah  Agoes Jolly itu menceritakan panjang lembar. 

"Lalu, bagaimana pendapat Bapak tentang karya yang sedang dipamerkan ini?"

"Tidak sepenuhnya original, jiplakan, tidak Indonesia, apa saya yang ketinggalan Zaman" 

Jadi, ceritanya teman-teman Agoes Jolly itu pastinya selalu mencari kebenaran dari suatu karya ke perpustakan sebagai rujukan.. contohnya perhatikan karya berikut ini: 

Salah satu karya yang dipamerkan

Saya membahas sedikit gambar di atas dengan Pak Jolly. Saya katakan gambar diatas menyerupai candi. Lalu ditanggapi sang perupa.

"Candi itu bisa berbentuk circle, segi empat atau delapan. Kalau melihat bentuk ini khan tidak penuh lingkarannya"

"Lalu apa yang Bapak lihat dari karya ini?"

"kerapiannya ya" 

"Lalu bagaimana dengan karya-karyanya Bapak?" 

"Saya lebih kepada Instalasi, karya saya lebih meruang, membangun sebuah negeri, unsur-unsur tradisi masih dimasukan. Dan kalau saya sudah berkembang ke Multimedia, unsur seni tari, teater, musik dan Film"

Agoes Jolly juga mengatakan bahwa seni Kontemporer itu bahannya bukan saja dengan kayu, tapi dengan sampah pun jadi. 

"Lalu apa yang dimaksud dengan seniman instalasi?"

"Dia lebih mengedepankan pesan-pesan, sebagai seniman dia menceritakan realitas, tidak sekedar jualan keindahan tapi sosial kemasyarakatan"

Saya ditemani Bapak Agoes Jolly melihat-lihat pameran sampai akhir serta diberikan juga penjelasan. Beta beruntung sekali, terima kasih. Oh ya Sang perupa juga minta maaf karena diawal sempat memperingatkan dengan keras tidak boleh memegang karya pameran. Saya bilang itu tidak masalah...

Baiklah sekarang kita melihat jenis karya lain yang dipamerkan. 

Sang Jenderal, Karya Abdi Setiawan, bahannya dari Fiberglass, acrylic, paint, autoclear

Untuk Sang jenderal diatas, Agoes Jolly katakan sudah konsisten... salah satunya konsisten dengan bahannya kayu dan temanya... 

Saya sempat bertanya apakah memang setiap karya itu dipilih disesuaikan dengan filosofinya, atau misalnya, seorang perupa itu membuat sebuah patung manusia tapi tidak utuh dibuat manusia, melainkan ada bentuk babinya. Agoes Jolly memiliki jawaban untuk ini, dia katakan bahwa bisa saja disesuaikan dengan filosofi dari objek yang di buat atau pun tidak, atau bisa saja hanya sebuah simbolik saja. 

salah satu karya temannya Bapak Agoes Jolly, saya lupa tidak mencatat
Nah, karya ini tentu bukan patung dan agak beda ya dari yang lain. Maksudnya dilihat dari tempat dan materinya. Pameran ini letaknnya di luar gedung galeri, dibuatkan semacam ruangan dari seng dan di dalamnya kita bisa melihat foto-foto. Foto-fotonya sendiri merupakan aktivitas sang peseni itu sendiri. 

Agoes Jolly mengatakan bahwa karya temannya ini termasuk yang terkini, dan melibatkan lingkungan sosial. Temannya ini senang sekali dengan dua hal yaitu bola dan burung. Konon menurut ceritanya Agoes Jolly, Ayah temannya itu seorang penjual burung. Oleh karena itu, di dalam karyanya ini ada football dan sangkar burung.. coba perhatikan gambar ini:

Sangkar burung di langit-langit
Yup, teman-teman karya kita mencerminkan identitas kita sebenarnya atau identittas kita memberi warna pada karya kita hehehehe... Sangkar itu dipajang  di atas langit-langit ya...

Expanded Dreams, karya Entang Wiharso, bahan: Variabel dimension, Mixed media
Nah, patung yang terlihat di atas menurut Agoes Jolly sebagai salah satu aliran Surealis. Mengapa dikatakan Surealis? lihatlah pada kaki patung tersebut, ada yang aneh khan? bentuknya yang satu tidak seperti kaki lazimnya...

Lebih jauh lagi Agoes Jolly mengatakan bahwa di dalam karya seni itu ada tiga aliran yaitu, Surealis, Realis dan Naturalis. Kalau aliran Surealis pengertian simplenya memungkinkan untuk dilebih-lebihkan. Sementara untuk Realis dan Naturalis, bentuknya masih sama dengan yang aslinya, tapi untuk Realis, cokelat bisa menjadi biru sedangkan naturalis, cokelat tetap cokelat... kira-kira seperti itu penjelasan sederhananya..

Salah satu yang dipajang dan saya tidak suka

Karya di atas yang menggambarkan seorang perempuan memakai kebaya dan diteralis, saya tidak menyukainya. Boleh saja kita melihat masa lalu, tapi khan keadaan perempuan sekarang ini sudah maju walau tidak semuanya berpikiran maju. Tapi ada beberapa diantaranya yang berhasil bahkan kedudukannya bisa menyamai laki-laki.. lihat, pada tas merah di foto itu. Tertulis NOW...adeuh ya, tidak mencerminkan seutuhnya.. kalau pun mau ya ada pembanding. Jadi, ada masa lalu dan masa kini dimana perempuan sudah maju.. Kita melihatnya pada yang positif. 

Dan saya mengerti sekarang mengapa Karyanya Agoes Jolly, tidak bisa diikutkan ke dalam pameran, coba kita lihat karyanya yang saya foto dari kamera HP: 

salah satu karya Agoes Jolly
Another karyanya Agoes Jolly


Masih karyanya Agoes Jolly

Baru setelah melihat karyanya itu saya mengerti mengapa dari tadi Sang Perupa mengatakan bahwa tidak diundang  ikut pameran karena karyanya tidak bisa dijual. Tapi ya,  Ia juga melukis.... ada kemungkinan tidak semua masyarakat bisa menerima karyanya . 

Oh ya, hal lain yang dia katakan pada saya adalah di dalam sebuah pameran juga ada yang namanya "jualan". Orang bisa membeli langsung sebuah karya atau image. Image maksudnya lebih kepada perupanya itu sendiri. 

Note: fotonya Agoes Jolly saya ambil dengan kamera HP karena kamera digital saya habis baterainya.

Agoes Jolly (paling depan) bersama rekannya (Agoes Jolly yang memakai kemeja  ada  warna merah)

"Pak, apakah bapak ada keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru?"

"Yah, kalau saya diundang pasti saya  menyesuaikan dengan acaranya" 

Jadi, memang Agoes Jolly ini total sekali dalam kerjanya. Bahkan dirinya sendiri sampai dijadikan objek karyanya....

Saya berterima kasih sekali sudah diberikan penjelasan mengenai pameran patung kontemporer. 

Mari kita nikmati karya yang lain: 
Komisi_jamban@yahoo.com, karya Hardiman Radjab
Diantara semua karya yang saya lihat, karyanya Hardiman Radjab yang paling satir.  Pada gambar di atas memang tidak terlalu jelas bagian dalamnya. Tapi nantikanlah Videonya... ya hehehe... saya upload nanti. Kalau menurut Agoes Jully yang sangat terkini. 

Listen To me, Karya Ahmad Syahbandi, bahan Mixed Media

Saya bingung pertama kali melihat karya di atas. Hm.. apa ya ini, closet bukan.. lalu ketika ditanyakan Agoes Jully, ternyata itu bentuk telinga... hm... sungguh tak terpikirkan oleh saya (memang bukan jiwa seni).. tapi memang benar itu bentuk telinga, tokh persis sama dengan judulnya....

Tidak tercatat identitasnya sama saya

Mereka mengatakan lurus bagiku, Jungkir balik bagimu, karya Ivan Sagita


Ulat bulu, karya Ali Umar
Lady of the wood and the golden cucumber, karya Andita purnama, bahan cassete tape

Honey Im Home, karya M Irfan, bahan Polyester, Resin
Lakmi's tapa (yoga), Karya  Laksmi Sitaresmi

Pada bagian awal sempat saya menyinggung bahwa karya yang dipamerkan tidak semuanya patung, dan tidak sesuai dengan judulnya. Untuk menjawab hal ini bacalah keterangan dari penyelenggara di foto berikut ini..


Seperti itulah pameran patung kontemporer yang saya datangi. Tidak semua foto saya upload ya ...satu hal lagi sebelum saya benar-benar menutup blog ini, menurut Agoes Jolly, terkait pameran itu, kita bisa membuat orderan. Maksudnya kita bisa menyuruh orang lain untuk membuat karya tapi konsepnya dari kita sendiri.
Note: meskipun tidak ikut serta dalam pameran ini, menurut saya Agoes Jolly, tetap menghormati karya para perupa. Buktinya dia memberikan peringatan kepada pengunjung yang gegabah, termasuk saya hehehehehe....




4 comments:

  1. Aku juga nggak suka karya yang wanita berkebaya itu. Terkungkung.

    ReplyDelete
  2. Ya, apalagi kata-kata di tas itu, sangat tidak sesuai...

    ReplyDelete
  3. salam kenal mbak.. sedikit cerita saya bisa mampir ke blog ini, tadi siang di hari yang fitri saya kedatangan sosok istimewa dalam hidup saya yang namanya ada dalam tulisan mbak ini, ya perupa itu, ya agoes jolly, ya paman saya, adik kandung dari ibu saya.

    berawal dari obrolan hangat mengenai sedikit kekecewaannya karena saya tidak dapat hadir di acara pentas seni dan bazar di senen. beliau tampil di acara itu atas undangan seorang kawan. seperti biasa sang maestro tidak tampil di acara pentas seni "gedongan", hanya pentas seni pinggiran sarat makna.

    "kamu kemana kemarin?, wah omnya ditinggal gitu aja"

    "iyo maaf om aku dikasih taunya dadakan"

    "kemarin niatku nonton, malah tampil"

    "ya jelas legenda ya gitu om, hehe"

    "aku sakjane wis nyiapke puisimu tentang penggusuran tanah itu arep tak baca, tapi dadakan gitu, wis momennya cepet, akhirnya beberapa karya mas willy yang naik"

    lalu obrolan bergerak menuju pertemuannya dengan seseorang di galeri nasional, yang beliau tegur karena memegang salah satu karya. lalu dia menceritakan dari awal yang tidak enak lalu berlanjut tiga jam yang menyenangkan.

    "iya terus dia banyak nanya tentang seni kontemporer, terus berlanjut dia foto karya-karya yang ada di sana dia minta aku untuk komentari dan kita bahas"

    saya penasaran "wartawan om?"

    "bukan"

    "biasanya detail gitu wartawan, lah siapa"

    "aku si gak nanya sepertinya namanya titien atau siapa gitu, dia nulis buat apa itu ya namanya di internet gitu kayaknya..."

    "blog?."

    "nah itu mungkin"

    "coba kamu cari deh"

    "siap"

    dan obrolan pun berlanjut sambil mencicipi hidangan ketupat opor penuh selera, ditemani kopi dingin pesanannya yang langsung saya kabulkan dengan tangan saya sendiri.

    "gimana om pameran kemaren yang om ketemu mbak itu?, gimana karya-karyanya om?"

    "yah gitulah, kamu tau sendiri lah, banyak karya instan"

    "hmmm yayaya"

    agoes jolly, segala kesederhanaannya, kejeniusannya, dan semua mimpinya tentang Indonesia nyatanya terseok di arus komersialisasi seni dan budaya, tempatnya dulu dilahirkan. tapi itulah yang membuat saya terus menyanjungnya. dan barusan setelah beliau pulang saya sempatkan untuk menanyakan pada om google, dan mendapat blog ini.

    salam kenal. sudi kiranya mampir ke blog saya. ada puisi saya tentang beliau. hehe. salam kenal dan selamat membaca

    Ryan

    ReplyDelete
  4. hmmm google memang TOP... bisa mencari dan menemukan apa yang kita mau sekali searching dengan kata kunci tertentu...

    Iya, terima kasih sudah menjungi blog saya..
    salam buat Bapak Agoes Jolly ya ....
    Terima kasih padanya sudah banyak menjawab pertanyaan dan rasa penasaran saya ....

    ReplyDelete