Search This Blog

Monday, June 25, 2012

Belanja Online Dua Kali

Yup, ngomong-ngomong belanja Online, bagaimana menurut teman-teman?
Kalau aku pada awalnya agak ragu ya. Soalnya takut pas kita sudah bayar ternyata barangnya tidak sampai. Tapi memang cara pembayaranpun bermacam-macam pilihan. Ada yang harus transfer dulu baru nanti barangnya dikirim, ada juga pilihan yang ada uang ada barang. Nah, tapi masih percaya dengan belanja online dari perusahaan yang sudah terkenal ya. Maksdunya kredibilitasnya tidak diragukan. makanya aku berani untuk coba belanja online dari Gramedia dan juga Bhineka.com.

Belanja online pertamaku, adalah beli buku bacaan di Gramediaonline. Awalnya sih tidak begitu niat beli. Waktu itu ceritanya ingin sekali nonton teater pementasan "Ingit Garnasih" oleh Happy Salma di teater Salihara, tapi berhubung  tempatnya itu agak susah jadinya malas-malasan perginya. Aku bisanya baca  beritanya dari koran, katanya sih ceritanya itu salah satu sumbernya diangkat dari buku yang berjudul "Ku Antar Kau Ke Gerbang" ....

Ya sosok Inggit Garnasih menarik bagiku, karena dia adalah mantan Istrinya Mendiang Presiden pertama Republik Indonesia. Jadi, aku ingin kenal lebih dekat dengan sosoknya itu. Karena tidak bisa melihat teaternya, aku berpikir harus punya bukunya tuh yang berjudul "Ku Antar Kau Ke Gerbang" Karya Ramadhan KH. Jadilah aku googling.


BELANJA ONLINE PERTAMA

Waktu gooling kudapati bukunya ternyata buku terbitan lama yang dengan penerbit Sinar Harapan yang artinya kosong. Aku pun tak menyerah, lalu kubuka Gramediaonline, eh alangkah bahagianya waktu Bentang Pustaka ternyata menerbitkan yang baru dan Gramediaonline memberikan penawaran hehehee.. alias ada stocknya... Aku pun langsung beli. Dan untuk mendapatkan free shipping, nilai pembelanjaan harus lebihd ari 200 ribu seperti itu kira-kira... Dan inilah buku-buku yang kubeli dari belanja online pertama kali.


Buku-buku yang kubeli
 Buku yang kubeli ini bisa dicheck di sini. Maksudnya untuk mengecek posisi barang kita sudah dimana...
Status Pengiriman
Aku beli hari Jumat, tanggal 8 Juni 2012, transfer pun tanggal yang sama dan barang datang hari Senin, tanggal 11 Juni 2012.

Paket Pertama
BELANJA ONLINE KEDUA

Selain membeli buku, aku juga beli Portable Power Supply dari Bhineka.com. Pesan hari Kamis (21 Juni 2012)  ya, pakai metode free shipping lagi dan barang hari ini, Senin, tanggal 25 Juni 2012, datang...

Paket kedua

Dan ini dia barangnya ...harganya harusnya Rp. 250.000 , - tapi dapat fotongan atau mereka menyebutnya angka unik sebesar Rp. 29, jadinya total pembelian sebesar Rp. 249.971.

Portable Power Supply

Aku sengaja beli Portable Power Supply untuk antisipasi apabila batere HP ngedrop.. Wah penting sekali nih, portable ini apalagi kalau lagi dinas luar ... 
Intinya sudah dua kali belanja online, dan alhamdulilah sepanjang ini safe  ya ... Selain itu praktis, tidak harus berpanas-panasan maupun bedesak-desakan ya ... tinggal klik, transfer dan tunggu barangnya datang... Itu salah satu keuntungannya ...

Sunday, June 24, 2012

Fotografi: Harus Banyak Praktek

Yup kemarin, Sabtu tanggal 23 Juni 2012, aku ikut  free workshop yang diadain Media Indonesia dengan Tajuk Workshop & Photo Competition "Kota Tua dalam benak Gue" tempatnya di Museum Bank Mandiri. Pesertanya terbatas untuk 50 orang ....

Hadir sebagai peserta
Jalannya acara dapat aku gambarkan seperti ini:
Setelah peserta kumpul, acara dimulai dengan pembukaan oleh MC dan kemudian lanjut dengan presentasi dari narasumber, yaitu Mas Hariyanto dari Media Indonesia. Menurutnya acara Workshop dan Photo Competition ini salah satu rangkaian dari "Save Our Heritage" dan dilakukan dalam rangka menyambut HUT DKI Jakarta juga yang ke-483.  Dan tentu saja untuk publikasi Media Indonesia itu sendiri.

Lebih lanjut Mas Hariyanto mengatakan bahwa fotografi itu adalah universal.
"Dalam Fotografi itu  tidak ada pembagian umur, fotografi itu universal atau umum". tuturnya.

Foto itu artinya menceritakan kepada orang lain bukan dalam kata-kata melainkan gambar, katanya.

Lalu Mas Hariyanto melontarkan pertanyaan kepada peserta, "Kriteria foto yang bagus itu seperti apa sih?".

Dan ini ada beberapa jawaban dari para peserta:

Andi : " Foto yang bagus adalah foto yang bercerita", katanya

Rocky: "Foto yang bagus adalah foto yang cocok untuk siapa saja".

Vicky: "Foto yang bagus adalah foto yang maksudnya sampai kepada orang yang melihat".

Adri :"Foto yang bagus yang begitu orang melihatnya bilang bagus".

Aan: "Foto yang tidak hanya membuat orang bereaksi tapi juga bertindak".

Respon dari Mas Hariyanto kepada jawaban peserta itu adalah semuanya benar. Tapi yang utama adalah Begitu foto diperlihatkan orang bereaksi.  Foto itu meninggalkan ingatan. "Foto itu meninggalkan ingatan pada memori visual", katanya.

Di dalam dunia fotografi itu ada yang disebut dengan "Citizen Journalism", artinya orang yang memang tidak berprofesi sebagai seorang jurnalis atau pun fotografer tapi terkadang mereka ini menjadi ancaman untuk real fotografer atau jurnalis. "Profesi kami terancam dengan adanya Citizen Journalism itu, karena mereka bisa lebih bagus, lebih dekat lebih dalam dengan objek". tutur Mas Hariyanto.

Mas Hariyanto mengatakan kalau kita melihat moment yang bagus itu foto saja dengan kamera apa pun, misalnya dengan kamera HP.  Ada beberapa catatan yang kutulis dan penting untuk kita perhatikan apabila ingin menjadi fotografer atau memotret sebuah foto:

  • Foto yang akan kita ambil itu hal tidak biasa atau berbeda. 
  • Harus sensitif terhadap lingkungan di sekitar kita.
  • Harus bisa melihat sisi keunikan baru kemudian mengeksplorasinya.
  • Perbanyak melihat gambar-gambar yang bagus. Tanpa kita sadari akan terekan di memori kita. 
  • Memberikan point of interest pada objek. 
  • Harus bisa mensiasati keadaan.
  • Tidak ada dalam kamus Tidak mendapatkan gambar.  Harus mendapatkan gambar.

Seperti itu kira-kira catatannya. Kata sang Narasumber kami itu dikatakan bahwa lebih baik tidak tahu teori tapi perbanyak memotret. "tapi bukan berarti teori tidak penting", katanya.

Sekarang menyangkut Digitalisasi ya. Dalam dunia fotografi itu, dengan adanya digitalisasi memang, merupakan salah satu kemudahan dan godaaan ya. Tapi kata Mas Haryanto meskipun kita diberikan ruang untuk berkreasi karena didukung dunia digital tapi dalam fotografi itu "Haram untuk Merekayasa Fakta". Misalnya merubah warna langit yang gelap menjadi seperti senja kemerah-merahan.

"Kejujuran adalah modal utama dari Jurnalism, biarkan apa adanya", kata Mas Hariyanto.

Ada case, misalnya ada sebuah foto tidak terlalu bagus atau tidak jelas, tapi mendapat tempat untuk untuk dimuat di surat kabar, ini dikarenakan foto tersebut menangkap sebuah moment atau kejadiannya luar biasa. Misalnya foto tokoh publik yang ditonjok lalu giginya rontok, seperti itu kira-kira kata Mas Hariyanto.

Kemudian ada pertanyaan bagaimana batasan pengambilan foto yang bisa diambil oleh fotografer biasanya khan suka ada yang menghadapi tuntutan atau klaim dari objek foto yang diambil.

Menanggapi hal tersebut Mas Hariyanto mengatakan bahwa kita harus melihat areanya. "Kita harus melihat apakah orang, publik figur atau objek tersebut ada di area publik atau tidak, kalau di area publik milik kita. Karena di Mall juga ada tempat yang privatenya", terang Mas Hariyanto.

Terkait objek foto orang yang kita ambil, manakala itu dijadikan berita orang pada umumnya tidak akan menuntut klaim, tapi manakala foto yang objeknya orang itu dijadikan iklan atau untuk komersial itu biasanya akan dipermasalahkan.

Yang harus dihindari dalam fotografi itu adalah: SARA, SEX dan KEKERASAN. Tapi bukan berarti seorang wartawan atau juru foto itu tidak boleh memotretnya sama sekali, tapi bisa disimpan untuk pribadi tidak untuk disebarluaskan. Intinya kalau di bidang jurnalistik itu, seorang wartawan itu fungsinya tidak hanya memberitakan saja tapi lebih dari itu. Bisa membantu proses pengadilan. Jadi foto yang diambil itu bisa dijadikan barang bukti ya....

Next, di dalam Fotografi itu ada metode yang disebut dengan EDFAT, yaitu,, metode pemotretan untuk melatih cara pandang melihat sesuatu dengan detail yang tajam.
EDFAT apabila diuraikan menjadi:
  1. ENTIRE 
  2. Detail : Suatu pilihan pada bagian-bagian tertentu
  3. Frame : Membingkai detail yang telah dipilih
  4. Angle
  5. Time: Penyinaran dengan kolaborasi yang tepat antara diafragma dan kecepatan

Seperti itulah kira-kira teorinya saya singkat. Setelah sesi pemaparan teori itu selesai hunting-hunting fotolah kita...
Hunting sesi 1 berjalan sekitar dua jaman ya di sekitar Kawasan Kota Tua dan kembali lagi ke museum Bank Mandiri. Setelah hunting selesai dan peserta pun mentransfer foto untuk direview.

Review Foto

Nah dari review foto sesi 1 ini sudah diperlombakan ya.. Intinya setelah review sesi 1 (pertama) ada hunting sesi 2 lalu ada juga review sesi 2. Dan pemenangnya sendiri ditentukan oleh voting peserta lain dan juga narasumber. Aku ikutan juga tapi tidak menang hehehee... ya tidak masalah namanya juga belajar dan mencari pengalaman. Dan itu pun kali kedua aku memakai EOS 60D ku. Kalau memotret banyak itu bingungnya milih foto yang bagus itu yang mana apalagi objeknya banyak. Dan aku juga bingung kalau mau motret idenya apa atau  judulnya apa seperti itu kira-kira hambatanku tentu dengan teknik fotografi yang kurang :)

Kalau aku perhatikan dari foto-foto yang menjadi pemenang itu ya, tekniknya sederhana saja paling juga panning (maaf kalau salah tulis) ... monocrhome atau satu warna. Selebihnya foto-foto yang menjadi pemenang itu ya ada mengandung nilai beritanya, ada yang menggambarkan kekontrasan status sosial atau pun fun,  lalu tidak semata-mata memotret benda mati  saja tapi ada benda hidup, Fokusnya jelas. Dan tidak membuat orang berpikir atau menebak-nebak apa objek yang ada di foto itu.

Dan semua peserta yang hadir pun happy. Karena semuanya mendapat sertifikat dan buku.

Sertifikat ....

 Dan Ini buku yang diberikan pun beragam. Kita tidak bisa milih. Aku kebagian buku bacaan serius tentang organisasi pada awalnya tapi aku minta tukeran dengan teman. Dia dapat novel. Mulanya dia agak keberatan tapi pas pulang akhirnya dikasih juga tuh novel thanks ya... Maksa nih ceritanya :)

Novelnya...


 Demikianlah cerita Workhsop kemarin.  Seperti yang dikatakan Mas Hariyanto, "semua orang tahu foto yangbagus itu seperti apa tapi prakteknya memang sudah"... dan memang kita harus banyak praktek ... untuk mengasah kejelian dan kesensitifan dan juga teknik kita ...

Terima Kasih untuk Media Indonesia dan juga TIMnya...


NB: Maaf kalau ada salah penyebutan nama, Thanks



Thursday, June 21, 2012

Pesta Rakyat Di Upacara Seren Taun

Wew, sudah dua minggu berturut-turut ini refreshing terus nih ... Minggu yang lalu pergi Ke Fantastis Baduy, pengen lagi pergi ke sana nih (pengen motret yang buanyak) .... dan  Minggu kemarin  (15-17 Juni 2012) pergi ke Upacara Seren Taun  di Desa Sirna Resmi, Kabupaten Sukabumi.

Rombongan Seren Taun ini berangkat malam-malam ya. Kita ngumpul di depan halte Busway Dep. Pertanian. Aku dari kosan naik Taxi karena kurang tahu medannya, tapi alhamdulilah ketemu juga panitianya, Mbak Dyan yang kujumpai pertama kali, Orangnya talkactive sekali ternyata...  Kita pun menunggu dari halte Busway kemudian pindah ke warung kopi diseberang jalan menunggu peserta lain dan juga kendaraannya.

Setelah peserta terkumpul dan kendaraan datang, kita berangkat menuju Pelabuhan Ratu dengan menggunakan Kendaraan travel itu lho seperempat bus gitu. Oh ya ada satu peserta yang mengcancel keberangkatan alasannya karena kita tidak on time. Ya itu sih terserah peserta saja. 

Perjalanan dari Jakarta ke Sukabumi itu ada kurang lebih 4 jam ya. Kita menginap di rumahnya Bapak Endang, temannya panitia ya.  Paginya kita berangkat menuju Desa Sirna Resmi dengan menggunakan Kolbak atau kendaraan bak terbuka.

Persiapan sebelum keberangkatan
Pada waktu keberangkatan aku duduk di bak terbuka tapi pas pulangnya duduk di depan, pengen tidur ya hehehehe.. Khan boleh siapa aja yang mau :)

Menuju Kasepuhan Sinar Resmi

Yang Lainnya

Kurang lebih satu jam perjalanan dengan jalanan yang berkelok-kelok dan bergelombang akhirnya sampai juga di Kasepuhan Sinar Resmi. Kita pun menghadap Ketua Adatnya ya.. namanya Abah Asep Nugraha.

Menghadap Abah Asep

Ketika menghadap Abah Asep itu kita bertanya-tanya tentang acara Seren Taun, Khususnya aku, ini khan kali pertama jadi sebagai seorang Sunda pun baru tahu kalau ada acara Seren Taun, makanya ada kesempatan bertemu nanya deh kita.

"Abah ini pertama kalinya saya ikut acara Seren Taun, apa sih artinya seren taun itu?

"Seren Taun itu tobat, selama satu tahun kegiatan itu harus dibeberes. Sebetulnya ampih pare ka leuit", kata Abah Asep.
Ampih Pare ka Leuit = Menaruh/memasukan/menyimpan padi ke Leuit/Lumbung ... (kira-kira seperti itu-red)

"Lalu, siapa saja pesertanya", tanyaku lagi

"Pesertanya masyarakat dari tiga Kabupaten, Sukabumi, Bogor dan Lebak, kalau Kasepuhan Cipta Gelar yang melaksanakan Seren Taun kita yang ke sana begitu pula sebaliknya kalau kita yang menggelar Seren Taun mereka yang ke sini, yang penting kesatuan, kerukunan dan kebersamaannya", tutur Abah Asep.

"Acara Seren Taun itu diisi acara apa saja?"

"Ada dog-dog Lojor, pantun, ngangkat, turun ronda, wayang, debus".
(dan masih banyak hiburan yang lainnya)

"Lalu apa perbedaan antara kasepuhan Sinar Resmi dan Keraton Cirebon?"

"Kalau Cirebon itu khan Kerajaan/keraton, kalau di Kasepuhan Sinar Resmi  pertanian. Kalau Bicara skala Nasional terlalu luas, ada 1500 komunitas persatuan adat itu yang terdaftar belum yang tidak terdaftar, di Jabar saja ada 21. Kalau di sini unggulannya pertanian. Padi Lokal yang berusia 6 bulan masih ada 46 jenis".

Abah Asep juga mengatakan kalau Kasepuhan Sinar Resmi itu dulu namanya Sirna Resmi, tapi atas saran dari perkumpulan Mahasiswa seperti KAMI, Sirna diganti jadi SINAR karena Sirna maknanya negatif yaitu, hilang. Selain itu, Abah juga bilang kalau untuk acara Seren Taun itu diperlukan dana. Abah pun meminta bantuan dari pemerintah tapi katanya susah. "Minta bantuan lima ratus juta, negara mau collaps, tidaklah", tandas Abah.
Persoalan lain yang sedang dihadapi Abah ini katanya menyoal Tanah Ulayat, ada yang diklaim sama Taman Nasional sebagai Zona Rehabilitasi.

Di akhir perbincangan kita, Abah Asep mengatakan semoga kedatangan kami ke Kasepuhan Sinar Resmi bukan untuk yang pertama dan terakhir. Ada satu pesan lagi yang disampaikannya, seperti ini "Kalau mau korupsi jangan tanggung-tanggung, tapi semua warga negara harus kebagian, kalau semuanya kebagian, kami akan tutup mulut tapi kalau tidak kebagian urang erek ngomong (aku mau buka suara)", ujar Abah Asep Nugraha.

Setelah perbincagan itu kita dipersilahkan untuk makan. Tak ketinggalan kita  juga disuguhi dengan makanan tradisional.
Ada Wajit, ada Kue Cuhcur 
Ada pula Kue Sagon atau kue yang ingredientnya dari Kelapa, Peyeum dan Opak manis.

Kue Sagon dan Peyeum (tape) beras ketan
Opak Manis

Biasanya opak itu khan warnanya cokelat tapi yang kutemui kemarin itu warnanya pink. Rasanya masih tetap sama manis. Tapi ya meskipun pakai warna biar menarik tetap saja saya gak suka makanan kalau diberi warna utamanya kalau tidak pakai bahan alamiah.
Jamuan makan selesai, terus ngapain lagi nih kita?
Ya, karena puncak acara hari Minggu, akhirnya kita Hunting-hunting foto di sekitar Kasepuhan Sinar resmi. Jadilah aku motret Leuit dan pemandangan alam. Nih hasilnya. 


Leuit di tepi balong

Oh Ya, kita menginap di rumah penduduk. Dan beginilah suasananya ketika sudah berkumpul.
Suasana Kebersamaan


Malam harinya kita dihibur dengan biduan-biduan seksi dan juga pementasan Tradisional. Jadinya ramai sekali. Di sana musik modern di sini musik tradisional, begitu. Beradu jadinya. Tapi, ditengah-tengah keramaian malam itu ikut memisahkan diri dari kelompok.  Ya, salah satu cara kita menikmati perjalanan adalah dapat melakukan apa yang kita mau. Sekalipun itu memisahkan diri sebentar ya... dan memang rombongan yang kali ini aku ikuti pesertanya senang bercanda. Pertama-tama aku dapat juga tertawa. Lama-lama aku gak bisa tertawa lagi hehehehehe maksudnya aku tipenya serius jadi lama-kelamaan, mati gaya.... gak bisa tertawa-tertawa ataupun ngikutin bercandanya mereka. Dan menikmati perjalanan itu tidak mesti tertawa ya Mas heheheeee....

Ya, dalam memisahkan diri untuk sementara, Aku, Mbak Tri dan juga Rahmi, kita bertiga menuju tempat gelap untuk shooting the stars. Maksudnya memotret bintang. Baru tahu aku untuk memotret bintang itu dibutuhkan  tripod, kamera dan juga remotenya. Supaya tidak dipegangi terus dan waktunya bisa diatur. 
Setelah menyetel waktu beberapa menit, kamera bisa memotret bintang, namun hasilnya buram, gak tahu ya apa yang terjadi. Tapi Indah sekali langit malam itu. Sedang asyik-asyiknya menunggu waktu, eh  perhatian kita jadi teralihkan oleh bunyi kembang api. Dan kita pun berhasil mengabadikan kembang api. Lihat ini:

Fireworks :)


Bukan hanya melihat proses bagaimana memotret bintang di langit tapi aku juga diajari teknik fotografi sama Mbak Tri malam itu, Thanks ya sudah sabar meladeniku. Temanku yang lain, Dani mengajariku hal yang sama, nanti saya perlihatkan hasil jepretan saya yang diajari Dani ya.

 Malam pun berlalu, dan paginya atau tepatnya setelah adzan subuh kita sudah disuguhi upacara ngangkat ya.. Seperti ini Upacara Ngangkat itu.

Ritual Ngangkat
Jadi yang namanya ngangkat itu mengetukkan-ngetukan Alu ke Lisung. Tapi sayangnya aku gak tanya lebih jauh lagi soal ini.
Hari pun semakin terang teman. Kita tidak bubar begitu saja, tapi kita ngobrol dulu bareng  Abah Tjahya dan tamunya itu yang bernama Ian O'Donnell.

Bincang Pagi Dari Kiri : Ian O'Donnell, Bah Tjahya dan seorang warga :)

Bincang Pagi Abah Tjahya dan Ian O'Donnell


Nah, Abah Tjahya mulanya menawari kita makan Ulen bakar, kita pun bilang mau.. akhirnya sang empunya hajat membakar Ulen. Sembari kita nunggu ulennya matang, kita naik tuh ke atas serambi rumah. Mulailah di sini abah Tjahya bercerita. Mulanya Ia memamerkan, perhiasan yang dipakainya. Satu per satu ia keluarkan batuan-batuan berharganya dari tas Kepegnya....


Lihat batuan yang bening ini:

Batu Apa ini sebenarnya ya?

Ya, kalau itu memang benar-benar batu  berlian, luar biasa hebatnya ya, Abah Tjahya bawa batu-batu itu kemana-mana... hehehe...
Lalu, Abah Tjahya pun memamerkan batuan cincin dan diberi penerangan. Seperti ini.

Fosil Bulu macan Kumbang
Setelah diberi penerangan, batu cincin yang dipakai Abah Tjahya pun bisa terlihat strukturnya. Ada warna hitam seperti bulu-bulu gitu.  Katanya sih batuan bewarna hijau itu dari fosil bulu macan kumbang di dalamnya hehehee...

Fosil Bulu Macan Loreng

Abah Tjahya bilang kalau batuan yang kita anggap "berlian" itu biasa. "Kalau batu itu khan biasa, tapi kalau keong ini gak biasa. Keong yang telah menjadi batu tapi menyala", katanya.

Keong yang telah menjadi batu
 Keong itu ya kalau diberi sinar dia berwarna orange kecoklatan gitu ya...


Memamerkan Gelang
Sambil memamerkan perhiasannya, Abah Tjahya pun menyatakan kepeduliannya terhadap aset budaya bangsa yang  banyak diselundupkan ke luar. Abah pun mengaku dirinya bisa memantau benda-benda purbakala atau peninggalan sejarah yang diselundupkan ke luar.

"Saya bisa pantau siapa yang menyelundupkan  benda purbakala", ujar Abah Tjahya.

Abah juga  mengatakan tentang situs purbakala. Aku kurang jelas  situs purbakala yang dimaksudnya itu yang mana, situs Sadahurip atau situs apa gitu, tapi katanya kalau Situs Purbakala itu urusannya dengan dunia internasional. "Kita memiliki situs purbakala tapi kita tidak bisa membuka sendiri karena itu sudah urusan internasional. Itu aset dunia bukan milik kita", tutur Abah Tjahya ......


Selain memamerkan perhiasan, Abah pun mempromosikan Situs Sadahurip atau Gunung Sunda, yang katanya kurang terekspos.

"Gunung Sunda belum terekspos seperti Bali, di daerah Jabar ini terisolasi, karena bandara rata-rata ke Jakarta, Bali, Jogja, Surabaya, ke Bandung tidak terekspos. Bali satu hari gelap lampu heboh, dunia heboh, nyepi. Baduy itu gelap setiap saat sejak zaman leluhur tidak pernah heboh, anda itu harus belajar. Di sana gelap seumur hidup, tidak ada listrik, lebih natural", katanya.

Lalu, Abah juga mengatakan kalau larangan itu jangan dilanggar. "kalau larangan itu tidak boleh dilanggar, tidak boleh ya tidak boleh, kalau anda melanggar itu beresiko anda", ujar Abah.

Lebih lanjut Abah mengatakan bahwa Gunung Sunda itu Paling Aneh.
"Yang paling aneh Gunung Sunda, ada 1000 upacara, 1000 bubur biasanya di Bulan Mulud. Penduduknya dulu khan rancah, pembuat perahu sangkuriang".

"Di kampung saya juga ada tempat bernama Rancah", responku.

"Maksudnya Rancah itu bekas tanah yang berair, airnya gak ada dipakai pesawahan. Itu namanya rancah, dimana-mana namanya Rancah. Anda kuat tiga hari di Gunung Sunda? di Cupu Negara? itu yang paling dingin di Jabar ya di sana", terang Abah Tjahya.

"Itu perkampungan adat atau apa?", tanyaku.
"Itu perkampungan adat, tapi tidak terlihat, tidak terekspose, sangat natural. Kayu yang jatuh saja tidak boleh dipungut, Kalau masak pakai kayu khan ada baladah atau  wilayah yang boleh. Pesawat lewat sana selalu jatuh. Ada Muara yang disebut Cisurupan, semua sungai airnya masuk ke sana. Keselurahan ada sembilan sungai, dan tidak pernah penuh meskipun batu dan pasir masuk ke sana. Sangat sakral wilayahnya",  terang Abah Tjahya.

Selagi Abah Tjahya bercerita, temanku tiba-tiba saja bilang " kalau saya pegang boleh? (batuan-red)".

"kalau pegang bahaya. Menteri saja gak mampu beli. Menteri makanya bekerja itu Selon", kata Abah.

"Selon itu apa?"

"Gak punya duit jadinya kerja", jawab Abah TJahya.

Ditengah-tengah kita menyaksikan Abah Tjahya pamer perhiasan, akhirnya Ulen yang ditunggu-tunggu datang juga.

Ulen Bakar
 Wah sungguh hidangan khas kampung. Kalau my mom itu ya, Ulen bakar biasanya selalu ada pas lebaran. Enaknya dimakan sama bolokotok (Sambal goreng kentang yang dicampur dengan sayuran lain dan dikeringkan, biasanya kalau sudah lebih dari satu hari-red) atau bisa juga dimakan dengan kacang hijau kering yang sudah diberi bumbu.

MAGIC COLOR

Kenyang ulen bakarnya. Dan di ujung obrolan kita itu Abah Tjahya mengatakan  bisa menggambar dengan magic color menggunakan warna dari alam dan dia mau kalau diminta menggambar. Makanya dia minta aku beli buku gambar dari anak-anak di penduduk desa itu.

Aku pun mencari buku gambar. Tapi sayang ya, anak-anak waktu kuminta buku gambarnya ngakunya tidak punya. Alhasil aku cari di penjual-penjual yang ada di sekitar. Banyak penjual lho.
Setelah cari-cari akhirnya kudapati juga buku gambarnya. Aku beli yang ukurannya cukuplah.
Lalu, kucari Abah Tjahya tu. Ternyata dia ada di sebuah warung.

"Abah saya sudah dapat buku gambarnya,  Abah menggambar ya", pintaku.

"Ya udah kamu tunggu di sana saja, saya cari kunyit dulu, terus kamu cari daun pepaya atau daun singkong," pintanya.

Kucari daun pepaya dan daun singkong tapi yang ada hanya daun singkong. Itu cukup buatku.
Abah Tjahya pun dapat kunyit yang dicarinya. Dia ajak aku di sebuah rumah yang mana rumah itu tempat menginapnya. Di rumah itu ada wartawan lain yang juga ikut menginap di tempat yang sama.
Dia mulai menggambar sambil disaksikan aku, wartawan dan juga teman-temanku. Tapi sayangnya teman-temanku tidak sampai selesai menyaksikannya. Aku menikmati saja sampai akhir dengan wartawan itu.


Di sela-sela dia menggambar dia mengeluarkan Fosil cacing dan fosil mausia yang pernah dia ceritakan sebelumnya kepada kami. Nih Fosilnya. 


Fosil Cacing


Pas ku pegang memang keras ya sudah membatu. Bentuknya menyerupai cacing memang ya. Tapi seperti dari batu koral di pantai ya asalnya.

Dan ini dia fosil tulang manusia. 

Fosil tulang manusia
 Fosil tulang manusia yang diperlihatkan kepadaku itu waktu dipegang keras dan kata Abah TJahya itu berasal dari bagian kaki manusia. Ada bagian mata kaki gitu.

"Ini berasal dari Abad berapa Bah", tanyaku

"Wah itu bukan hitungan abad, sudah ada dari lama", katanya...

Aku lupa menanyakan benda itu asalnya dari mana, tapi di obrolan awal dikatakan masih di Indonesia tapi tidak akan bilang darimananya dia dapatkan itu. Tapi gak tahu ya kalau aku menanyakannya lagi pada waktu itu.

Magic Color pun dimulai. Dan beginilah proses menggambar yang disebut "Magic Color" Sama Abah Tjahya.

Daun Singkong maupun Kunyit dia  gosok-gosokan ke buku gambar.
Tentu Dia lakukan hal itu sambil merokok. Pengen tertawa jadinya waktu Abah Tjahya bilang, "coba nanti belikan satu bungkus rokok ya buat menggambar katanya".

"Dari rokok ini kita bisa buat gambar", lanjutnya lagi..
Lalu kulihat dia menggosok-gosok abu rokok... hehehehe .... tapi ya aku mikir itu taktik saja. Kalau rokok khan bukan bahan alamiah yang safe. Itulah alasan mengapa dia ingin dibelikan rokok satu bungkus. Karena menggambar magic color itu dia menghabiskan kira-kira 2 batang rokok. Mungkin menggambar sambil merokok itu ritual dia ya......


Abah Tjahya menggambar dengan bahan alamiah

Kata Abah Tjahya banyak bahan alamiah dari alam yang bisa buat menggambar misalnya bunga ros, biji alpukat, kopi bekas (ampas kopi mungkin ya-red)... dll. Selain itu, Abah Tjahya mengatakan bahwa dirinya bisa menggambar dengan menggunakan api. Aku pun  terheran-heran, apa maksudnya itu.

"Abah bisa menggambar dengan api, coba kamu carikan lilin", katanya

Aku  langsung tanya empunya rumah, dan alhamdulilah lilin tersedia. Lilin itu lalu dinyalakan sama Abah Tjahya, dan begini prosesnya...

Hohoho, ternyata, kupikir tadinya bagaimana mungkin pakai api, bisa terbakar itu bukunya heeee...


Api Lilin pun membakar gambar dan di pojokan Terlihat Daniel
Jadi, lidah api paling ujung  itu dikenai kertas gambar, tujuannya sih untuk mendapatkan warna hitam dari api, atau asapnya ya...nanti asap yang berwarna hitam itu yang ada di buku gambar itu dia ratakan. Ini salah satu cara untuk memberikan efek ya kalau menurutku. Jadi, gambar itu memililki degradasi warna.

Hampir lupa, Abah Tjahya waktu itu ditemani satu orang temannya ke Kasepuhan Sinar Resmi. "Abah ke sini bersama dengan teman dari suku Maya Meksiko, namanya Daniel", katanya.
Waktu itu Daniel belum bangun masih tidur. Mungkin karena mendengar keramaian jadinya terbangun dan dia juga menyaksikan atraksinya  Abah Tjahya menggambar.

Aku pun bertanya padanya.

"Daniel apa benar dari Suku Maya?', tanyaku dan dia pun menganggukkan kepalanya.

"Bertemu dimana dengan Abah?", tanyaku lagi

"Di Taman Budaya Dago, Bandung", jawabnya

"Daniel, bagaimana pendapatnya mengenai Abah Tjahya", tanyaku ( dia bisa berbahasa Indonesia)

"Luar Biasa", jawabnya dalam satu kata

"Selain luar biasa, ada lagi", tanyaku

"Gila", jawab Daniel lagi..

Singkat-singkat benar komentarnya. Pas Daniel bilang gila itu bersamaan dengan pendapat yang dilontarkan wartawan di sebelahku... hehehee.
Ya, maksudnya gila itu karena dia melakukan hal-hal yang tidak biasa orang banyak lakukan pada umumnya.

Setelah itu, tiba-tiba saja Abah Tjahya mengakui bahwa dia itu sebenarnya yang menciptakan celana yang bolong-bolong.
 "Abah ingin tahu apa mereka (orang-orang -red) akan memakainya atau tidak ternyata dipakai sama mereka, itu artinya mereka ikut gila. Abah, duit dapat bonus pun dapat", katanya.  Aku pun tersenyum mendengar pengakuannya ....

Tralalalla,  dan inilah ketika sudah jadi ...

Final
Abah pun menawariku apa mau gambarnya dibubuhi tanda tangannya. Tentunya donk abah... dan dia pun menuliskan tanggalnya. "Untuk Tahunnya ditulis di atas saja ya", katanya.

Oh, ternyata nama Abah Tjahya itu lengkapnya Tjahya Soemirat Wijayakusuma ... wow, pas mendengar namanya .... nama-nama seperti itu biasanya bukan dari latar belakang yang biasa saja.  Itu nama seperti berasal dari keturunan ningrat. Aku senang dengan nama-nama zaman dulu itu .... mengandung magis atau kekuatan  .......

Di akhir itu Abah Tjahya bilang "Kalau ada yang punya galeri, silahkan kalau mau memamerkan karya saya", katanya.
Oh ya saya punya no contactnya nih : 081321904XXX (kalau ada yang mau hubungi saya ya) ...

Jadi, siapa sih Abah Tjahya itu? Ya menurut pengakuannya sendiri dan juga orang lain Ia memang budayawan. Dia bilang masuk dalam komunitas Guruhyang. Tapi kata temanku, Mas Freddy bilang kata  temannya yang juga ada satu komunitas dengan Abah Tjahya, dia memang suka menjual batu-batuan katanya ...

Next ...... Teman-temanku pada tanya bagaimana dengan gambarku. Aku bilang sudah jadi. Mereka pun minta lihat, tapi aku keukeuh gak mau memperlihatkan kepada teman-temanku. Aku hanya kasih lihat dari kamera yang sudah kupotret.  Soalnya teman-teman tidak ikut sih dan mahal euy harus dibayar dengan Garfit ... Kalau ada yang mau silahkan ya ambil saja gambar tersebut di atas hehehee... Pelit amat ya aku. Diantaranya memang ada yang bereaksi tapi aku keukeuh tidak mau kasih lihat hehehehehe .......

Buat upahnya :)
Aku gak keberatan dengan membelikannya sebungkus rokok. Itu khan sama dengan membantu penjual yang berjualan di arena acara.

Dan Ini Dia puncak ritual Seren Taun ....


RITUAL SEREN TAUN
Rombongan datang dari gerbang utama
Rombongan atau arak-arakan yang datang menuju ke lapangan lalu beratraksi sebentar dan kemudian bersama dengan para pejabat dan ketua adat menuju Leuit.

Menuju Leuit
Dan seperti inilah ketika sudah sampai di depan leuit. Ini adalah adegan ketika mereka akan memulai "Ampih Pare Ka Leuit" .....

Dijampe-jampe dulu ya parenya
Aku tidak mengerti detail dengan apa yang dilakukan sama Abah Asep Nugaraha. Sesepuh dari Kasepuhan Sinar Resmi itu.. Aku hanya motret-motret dan motret. Lalu satu persatu para pejabat yang ada melakukan "Ampih Pare ka Leuit" atau memasukan,  menaruh atau menyimpan pare ke dalam Leuit atau lumbung. 

Ampih Pare ka Leuit.

 Setelah Ampih Pare Ka Leuit ada hiburan Debus... Ini Dia Debusnya ...


DEBUS


Rangkaian acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari pejabat yang hadir. 


SAMBUTAN-SAMBUTAN
Sesepuh dan para pejabat

Aku pun mencatat beberapa sambutan para pejabat yang hadir.
Menurut wakil DPRD Sukabumi, untuk melestarikan budaya perlu dilakukan dengan sebuah pendekatan.
"Upaya pelestarian budaya harus dilakukan dengan  pola pendekatan budaya atau Mokaha", katanya.

Aku googling, cari kota Mokaha itu apa. Lalu kutemukan artinya Ada yang bilang "Lupa".  Tidak mengerti ya apa artinya, mungkin maksudnya " jangan melupakan budaya bangsa" gitu ya hahahahaaa... harus tanya itu tuh ...

Lebih jauh Wakil DPRD Sukabumi mengatakan bahwa orang asing saja mencintai budaya kita "jadi kita sebagai Bangsa Indonesia harus benar-benar mencintai budaya kita sendiri", serunya.

Lalu katanya lagi, "Saya menyarankan untuk melakukan pembinaan secara  intens agar menjadi Desa Kepariwisataan dan Kebudayaan", harapnya.

Sementara Dandem 0622 Sukabumi mengatakan bahwa pihaknya mendukung dan menghargai apa yang dilakukan Kasepuhan Sinar Resmi. "Saya mendukung dan menghargai Abah karena Keindahan, keelokan dan kehijauan harus dijaga", katanya.

Dari Kementerian Pariwisata dan Budaya juga tidak mau ketinggalan. Dia  mengatakan, bahwa pembinaan karakter bangsa itu perlu modal. "Ada Tiga hal yang dapat kita lakukan dalam hal pembinaan karakter bangsa, pertama, mencatat karakter unsur budaya, kedua harus bisa jadi diri sendiri, ketiga, apresiasi budaya atau transfer budaya ke generasi Muda", terangnya... (tidak tahu namanya siapa)

Dia juga menambahkan bahwa di Leuit ada 46 (empat puluh enam) jenis padi tadinya ada 60 (enam puluh)  jenis, hal ini dikarenakan ada kebijakan dari pemerintah terkait dengan kebijakan pengaturan bibit. Selain itu, dia juga mengatakan bahwa harus dilakukan "Pencatatan warisan budaya tak resmi" contohnya  arsitektur Sinar Resmi.
"Ada hal lain yang menarik yang bisa kita lakukan terkait dengan pelestarian warisan budaya, yaitu, Ngajaga, Ngajega,  Ngajiga dan Ngajago", ujarnya..

Wow aku senang mendengar istilah yang dia sampaikan itu ya. "NGAJAGA, NGAJEGA, NGAJIGA, NGAJAGO" hehehe

Ngajaga misalnya melalui Pagelaran ...
Ngajega itu sifatnya mengikat ...
Ngajiga itu berarti serupa ...
Ngajago itu artinya globalisasi, harus bisa mewarnai lebih bukan hanya skala nasional saja tapi mengglobal ....

Seperti itu kira -kira teman .., aku sih kurang puas. Kurang Detail mendapatkan informasi tentang prosesi Ampih Pare Ka Leuit, Next Time kalau ada kesempatan kita tanya lebih detail lagi...

SESI BEBAS (BELAJAR FOTOGRAFI)
Yup, kok bilang sesi bebas ya padahal semua sesi memang sesi bebas kok, hehehe.... Maksudnya sih sesi belajar Foto dari Dani ...

Neeh ya aku belajar foto benda moving .... jadi kata Dani kalau ingin memotret foto yang bergerak itu musti diperhatikan speednya. Intinya dalam Fotografi itu ada tiga hal yang penting yatiu:  ISO, SPEED dan DIAFRAGMA... Ya itulah salah satu benefit ikutan Seren Taun ini, orang-orangnya ada yang sudah menguasai Fotografi jadi aku bisa belajar daripadanya. Thanks ya Buat Dani dan Mbak Tri :)

Belajar bersama Mbak TRI :)

Lalu ini ....
Belajar memotret dari Dani
Setelah foto-foto itu ya kita masih duduk-duduk di depan rumah sesepuh. Ngobrol saja sama teman-teman, ada Mbak Dyan, Dani, Aku, Basri, Riza dan Rasti yang lainnya sudah pada masuk ke rumah untuk packing-packing ke pulangan.

IKAT KEPALA SUNDA
Dan tiba-tiba saja Dani, dia malah memperkenalkan yang namanya ikat kepala Sunda. Hapal benar dia ya. Dan kebetulan Dani dan Basri pakai ikat kepala jadinya aku foto gaya mereka. Inilah jenis-jenis Ikat Kepala Sunda.

Gaya Maung Leumpang
Gaya Ikat kepala di atas di sebut Maung Leumpang, cirinya ada ekornya panjang ya. Itu yang dibilang Dani, maklumlah dia masih orang Sunda.

Gaya Paros /Parengkos
Gaya Paros atau Parengkos ini, dia  menutupi rambut bagian atas.

Gaya Barangbang Semplak
Untuk gaya Barangbang Semplak, ekornya tidak panjang. Bagian depannya bisa dilihat seperti di atas.

Salah satu sisi lapangan
Yup, tampak pada gambar di atas itu lapangannya ya...

Para Penjual
Aku dapat buku gambar dari salah satu penjual di sana...

Foto Bersama sebelum Kepulangan

Ya, demikianlah cerita perjalanan Seren Taun yang kudatangi Pertama kali di Kasepuhan Sinar Resmi, Kabupaten Sukabumi.

NB: Buat Mas Budi dan panitia ya, nanti kalau ngadain jalan-jalan lagi jangan mahal  ya, apalagi kalau kita nginep di rumah penduduk hehehee... thanks ....

Wednesday, June 13, 2012

Petualangan di Baduy Dalam dan Baduy Luar

Akhirnya tercapai juga cita-cita mengunjungi Perkampungan Baduy berkat  agenda Komunitas Pesona Jawa. Thanks ya. 

Mari kita bercerita dari awal. 

Setelah melakukan registrasi sebesar Rp 300.000, aku pun dengan excitednya  menanti keberangkatan menuju Baduy.  Ketika mendekati keberangkatan atau tepatnya Sabtu dini hari, packing-packinglah aku. Maklum, malamnya kecapean, jadi boro-boro packing yang ada tidur. 

Hari Sabtu jam 6 WIB menuju Busway Blok M, ke arah Stasiun Beos/Kota. Sesampainya Stasiun Beos, aku langsung mencari restaurant cepat saji A&W karena itulah titik pertemuan dengan panitia. Tak sulit menemukan A&W   karena  letaknya dekat pintu masuk stasiun. Begitu pula dengan panitianya mas Marsad.  Sebelumnya belum pernah bertemu, jadi aku hanya mengingat wajahnya di FB. Dan ketika melihat seorang pria berdiri dengan kaos berwarna putih, pipinya yang cubby, mata sipit, perut yang gendut, yakinlah itu pasti panitianya. Benarlah sangkaanku, dia ketua rombongannya. 
Tak banyak yang ikut, hanya 16 orang itu pun termasuk kru ya, tiga orang. Mas Marsad, Mul, guide dari Baduy Luar dan seorang lagi aku lupa tak bertanya nama hehehe... 

Ketika kereta menuju Rangkas Bitung datang kita semunya naik, itu sekitar jam 8 WIB. Lama menuju Rangkas Bitung itu, sekitar 3 jam an ya. Jadi, bisa tiduran dulu di kereta sambil mendengarkan lagu-lagu dari BB. Itu membuat suara gaduh kareta api ekonomi teredam hehehee.. maklumlah banyak penjual dan juga "cleaning service" yang meminta imbalan.  Sama kasusnya kayak dulu pergi ke Banten sama Komunitas Jejalah Budaya pimpinan Mas Kartum. Seru tapinya :)

3 jam sudah kita lalui, kereta pun berhenti di Rangkas Bitung. Dari sini masih jauh perjalanan ternyata. Kita pun menuju Baduy dengan naik Elf jurusan Ciboleger. Perjalanannya memakan waktu sekitar 2 jam.  Seperti inilah kendaraannya.

Nih, buktinya aku ke Baduy :)




Dalam perjalanan kita menuju Ciboleger itu, aku perhatikan kadang sepi tak ada rumah sama sekali yang ada kiri kanan itu hutan garapan, ya katakanlah seperti itu.  Tapi nanti beberapa meter lagi ada sekolah, perumahan penduduk yang jumlahnya jarang,  dan kantor kecamatan.  Kulihat juga sepanjang jalan yang itu ada kebun cengkih. Ada cengkih yang sedang dijemur. 

Ingat cengkih jadi ingat waktu kecil main di kampung halaman. Ceritanya waktu itu ada yang sedang panen cengkih ya, kalau tidak salah seperti itu, aku, Mimi, Amas, dan Imas (lupa siapa lagi ya ..) kita main di pohon cengkih, main seperti mobil-mobilan. Jadi, cengkih itu ibaratnya mobilnya. Naiknya kita bisa dengan susah payah, tapi waktu mau turun alamak susahnya minta ampun .... kita turun karena ditakuti-takuti sama kakaknya Mimi. Waktu itu Cicih (kakaknya Mimi) menirukan suara anjing, kita yang tengah berada di pohon cengkih pada ketakutan dan akhirnya memutuskan untuk turun. Seperti itu kira-kira, ketahuan khan mainnya orang kampung itu seperti apa, pasti tidak jauh dari alam, ngoboy lagi....  Sudah lama tidak berjumpa dengan mereka yang masih ada hubungan kekeluargaan denganku. 

Balik ke cerita Baduy. ELf yang kita tumpangi sampai di Kecamatan Leuwidamar. Ohh ya rute yang kita tempuh Ciboleger -- ke Baduy Dalam -- lalu Baduy Luar -- dan kembali pulang. Bisa juga kebalikannya. Jadi, Baduy Luar dulu lalu ke Baduy Dalam dan Pulang. Tapi kita menuju arah Baduy  Dalam dulu dari belakang bukan dari gerbang depan/utama. 

Sebelum menuju Baduy dalam kita beristirahat dulu ya, makan mie dan sholat dulu. Seperti ini tempatnya. 
Persinggahan Sebelum Masuk Baduy Dalam

Di gambar ada 13 orang tapi semuanya ada 16 orang beserta kru



Foto di atas diambil sebelum kita menuju baduy dalam. Ohya papan yang dibelakang itu ada tulisannya lho. Isinya berupa Amanat Buyut katanya. Lihat lebih jelasnya:

RAHMIE
Baca Dulu ini Baru kenal Baduy :)

Okey deh kalau kurang jelas gambarnya, kutulis kembali, begini amanat Buyut Baduy:

Buyut Nu Dititipkeun Ka Puun       = Buyut yang dititipkan kepada Puun
Nagara Satelung Puluh Telu            = Negara Tiga Puluh Tiga
Bangawan Sawidak Lima               = Sungai Enam Puluh Lima
Pancer  Salawe Negara                  = Pusat dua puluh lima negara
Gunung Teu Meunang di Lebur       = Gunung Tak boleh Dihancurkan
Lebak Teu Meunang dirusak          = Lembah Tak Boleh Dirusak
Larangan Teu Meunang dirempak  = Larangan Tak Boleh Dilanggar
Buyut Teu meunang dirobah           = Buyut Tak Boleh Diubah
Lojor Teu meunang dipotong         = Panjang Tak Boleh Dipotong
Pondok Teu meunang disambung   = Pendek Tak Boleh Disambung
Nulain kudu dilainkeun                   = Yang bukan harus ditiadakan
Nu Ulah Kudu diulahkeun              = Yang Jangan Harus Dinafikan
Nu Enya Kudu dienyakeun            = Yang Benar Harus Dibenarkan

Itulah Kira-kira amanatnya... Intinya dari amanat tersebut adalah tidak merubah adat Baduy.
Lanjut ceritanya ya.. Setelah foto-foto itu kita menuju Baduy dalam. Perjalanannya ada sekitar 1- 2 KM ya. Karena setiap peserta barang bawaannya lumayan berat dan jalannya yang jauh, maka panitia pun menyediakan Porter. Siapakah  Porter-porter itu?
Porter yang membawa barang kita adalah orang baduy dalam sendiri. Satu tas dihargai sebesar Rp. 15.000,- Nih porter-porter kita:

RAHMIE
Terima Kasih sudah membawakan Tas-Tas Kita sampai berjumpa lagi :)
Dan Beginilah perjalanan kita membelah hutan dan menyusuri sungai, menaiki tanjakan penyesalan, turunan dan jembatan cinta (istilahnya teman-teman) menuju Baduy dalam :)

RAHMIE
Jembatan Pertama
Yup, ini adalah jembatan pertama yang kita lewati. Semuanya ada empat jembatan. Kita lihat dulu gambar petualangan kita selanjutnya ya...

RAHMIE
Medan yang mulai naik ..
"Naik -naik ke puncak gunung,  tinggi-tinggi sekaliiii, Kiri -kanan kulihat saja banyak pohon cemara aaaa... "

Hehehehe, jadi ingat lagu itu.  Ada yang masih ingat lagunya?
Look! Lihatlah teman-teman, jalanan yang kita lalui mulai naik dan memasuki hutan garapan.

RAHMIE
Porter Kita yang kuat :)

Dan Aku pun bertemu dengan anak kecil yang menggendong anak kecil.

RAHMIE
Bu, masa anak kecil menggendong anak kecil :)
Ya begitulah teman, di Baduy  ada anak kecil yang menggendong anak kecil. Memang mereka dipaksa untuk dewasa sebelum waktunya ya :)

Aku juga berjumpa dengan anak perempuan baduy lainnya dan meminta foto bersama mereka :)
Cheers :)
Wah mereka mau juga di foto ya meskipun awalnya malu-malu bagaimana gitu.. Aku paksain mereka mau fot bersama.
"Dek, dek foto yuk", ajakku pada mereka.

Awalnya mereka malu-malu gitu ada yang membuang muka, tapi aku paksa ya buat lihat kamera. Narsis ternyata mereka, pada benerin samping dulu coba ya, akhirnya  :)

Nah, Fotoku bersama gadis-gadis Baduy  Luar itu sesaat sebelum melewati jembatan kedua. Artinya setelah jembatan kedua itu dilarang memotret. Makanya kita puas-puasin sebelum menyebrangi sungai berfoto-foto ria. Air sungainya bersih dan jernih.

Foto Bersama Porterku

Oh Tuhan lupa namanya siapa, harus tanya Mas Marsad deh hehehehe :)
Yup, yang berfoto bersamaku di atas dia adalah orang Baduy Dalam, dia yang bawa tasku. Ciri orang Baduy Dalam adalah mereka memakai ikat kepala warna putih, baju putih/hitam dan celana Biru dongker ya.  Badannya kekar tuh, otonya terbentuk alamiah tidak perlu angkat besi atau barbel cukup jalan ya dan bawa beban berat :)

Itu adalah foto bagian terakhir ya sebelum memasuki kawasan yang dilarang buat ambil foto.

Akhirnya setelah menempuh jalan kaki sejauh 1 km lebih akhirnya kita sampai juga di Baduy Dalam.
Memasuki Baduy Dalam kita juga melewati jembatan bambu, dibawahnya air yang begitu jernihnya dan bersih mengalir melewati bebatuan.

Wow,  masuk ke perkampungan Baduy Dalam, dalam hati berkata-kata, sungguh unik, magis, fantastis, luar biasa, keagungan Tuhan. Ada ya, sekelompok manusia dengan bajunya yang khas tinggal di sebuah areal menjauh atau memisahkan diri dari kehidupan luar. Dimana sekelilingnya hutan garapan. Hijau disekelilingnya. Dibelakangnya sungai mengalir. Masih alami, tanpa kontaminasi bahan kimia. Pikirku ini seperti lagi syuting film di pedalaman hutan Belantara. Ya syuting aktivitas orang Baduy Dalam.
Mereka tentu berbeda dengan orang Kampung Naga yang pernah ku kunjungi di Tasik. Mereka masih begitu alamiah, natural.

Kita pun ikut cara hidup mereka. Seperti mandi dan pipis di sungai dengan cara jongkok. Tidak boleh pakai Sabun dan Odol.
Teman-teman, aku buang air kecil disungai, malam hari coba. Kalau mandi ada sebuah pancuran tapi biliknya itu ala kadarnya. Jadi harus saling jaga sama teman-teman. Dan itulah yang kita lakukan.  Aku mandi tapi dipancuran. Kalau yang lainnya ada disungai itu pun ada yang subuh-subuh ketika masih gelap atau ketika terang pun jadi asal saling jaga dengan temannya dengan memakai sarung.

Mengapa aku tidak mau mandi di sungai?
Bukan tidak mau, okey-okey saja mandi disungai, tapi masalahnya kalau ada pancuran lebih baik di sana mandinya. Begitu, kalau banyak pilihan, ya pilih yang lebih nyaman. Tapi sebenarnya meskipun sudah ada bilik masih bisa terlihat dari jembatan lho, karena jembatannya agak tinggi. So harus ditutupi lagi pakai payung atau sarung :)

Jadi, begini ceritanya soal sungai itu. Namanya sungai Ciujung.  Warga Baduy Dalam memanfaatkan sungai itu untuk MCK alias Mandi, Cuci, Kakus.  Cuci apa? Ya cuci beras di sana. Ambil air pun di sana.
Tapi yang membuatku tidak terbiasa adalah sungai itu disebelah kanannya atau hulunya dipakai laki-laki mandi. Di sebelah kirinya atau hilirnya untuk perempuan. Sementara ditengah-tengah sungai itu ada jembatan bambu. Otomatislah kalau kita lewat jembatan itu bisa melirik ke kiri dan kanan. Bahkan kalau kita mandi pun bisa melihat ke arah laki-laki begitu pun sebaliknya karena jaraknya yang beberapa meter saja hehehehe....

Melihat kondisi yang seperti ini, jadi teringat ceritanya  Pelangi. Konon katanya ketika terjadi pelangi, itu menandakan Tujuh Bidadari yang turun dari kayangan Mandi di sungai atau di bumi. Hohoho, ingat khan sama Arya Menak yang berhasil menyembunyikan salah satu selendang bidadari sehingga bidadari itu tidak bisa kembali kekhayangan  dan akhirnya Arya Menak pun berhasil memperistrinya. Namun sayangnya, pada akhirnya dia ditinggalkan sang bidadari karena melanggar pantangan dan bidadari itu sendiri berhasil menemukam kembali selendangnya.

Tukh, khan aku sampai mikir ke sana. Habisnya ini terjadi di depan mataku. DI sebuah sungai, di hulunya laki-laki mandi, di hilirnya perempuan.  Maaf, apalagi ketika melihat perempuan Baduy mandi, terlihat buah dadanya, tidak pakai sarung sama sekali, cuek saja sambil mengalirkan air ketubuhnya bagian kiri kanan, atas bawah. Mereka tidak malu kita lihatin.  Jadi, aku membayangkannya ini cerita 7 bidadari yang sedang mandi di sungai ditengah hutan :)

Pokoknya kalau bisa  atau diperbolehkan foto di Baduy Dalam itu luar biasa. Aku merasa magisnya itu kuat. Soalnya pas kita pulang dan memasuki Baduy Luar, magisnya terasa menghilang. Tapi alhamdulilah ya meskipun berulang kali bilang ingin memotret-ingin memotret, aku gak usil tukh. Menurut cerita Guide kita dari baduy Luar, Mul,  kalau ada yang ketahuan memotret, biasanya kameranya diambil.

"Kameranya diambil atau bisa juga kameranya hilang bahkan foto yang diambil pun bisa menghilang" ujarnya. 

Bagaimana keadaan Kampung Baduy Dalam malam hari?
Gelap gulita kecuali lampu senter. Tidak ada sinyal, tapi sudah ada BTS Indosat di luar Baduy Dalam hanya saja belum berfungsi. Lanjut cerita,  Malam itu rombongan menginap di salah satu rumah warga Baduy Dalam yang juga porter kita. Aku bisa merasakan hidup semalam di Baduy Dalam. Tanpa adanya pengunjung, Baduy Dalam Sepi. Tapi pada saat kita ke sana banyak juga pengunjung dari komunitas lain dan mereka juga menginap di salah satu rumah warga kampung Baduy. Jadi, seperti camping atau sedang Pramuka LT.

Sebelum tidur tukh, kita duduk-duduk dulu diserambi. Sore itu kita bercanda-canda. Adalah Obrolan dari Bu Ira yang tiba-tiba bahas prempuan Baduy yang tidak berbulu.
"Perempuan Baduy tidak berbulu, keteknya berbulu tidak ya, coba tanya pakai apa untuk menghilangkan bulu",  kata Bu Ira kepada kami mengarah kepada perempuan Baduy yang sedang duduk di depan serambi rumahnya.

Tiba-tiba temanku Rika, menghampiri perempuan Baduy itu dan menanyakan langsung. Ada sekitar satu meter ya jaraknya antara serambi kita dengan serambi rumah depan.

"Katanya mereka pakai batu", terang Rika.
"Batu khan untuk menggosok badan, menghilangkan daki, lagi pula mereka tidak pakai bahan kimia" responku.
Ya seperti itulah teman-teman. Genetik mungkin ya, kita juga ada yang berbulu ada yang tidak berbulu. Kulit mereka bersih. Sawo matang yang putih juga ada. Bahkan ada yang cantik, ada yang hidungnya mancung dan ada yang seperti chinese.

Ketika malam datang kita masih duduk-duduk di serambi sambil menunggu sholat Isya datang. Penerangan datang dari lampu senter. Aku nyalain senter dan kutunjukan pada wajah teman-temanku yang duduk di serambi seberang rumah, Mas Mangun tuh sama Mbak Ira yang duduk diseberang hehehehe :)
Atau aku usil mengarahkan lampu senter ke warga  Baduy atau pengunjung Baduy yang mau ke Sungai. Soalnya mereka lewat kita. Gak ada hiburan soalnya, heheheehe ...

Bagaimana kita dan mereka bisa menginap di salah satu rumah warga Baduy Dalam?
Koordinasi, ya itu kata kuncinya. Jadi, panitia kita itu punya penghubung dengan Baduy Dalam. Kalau Mas Marsad khan, sudah pernah ke sana jadi mereka masih ingat dan welcome untuk kedatangan berikutnya. Untuk makannya sendiri, panitia bawa bahan mentah dan nanti orang baduy yang kita tempati bantu memasaknya. Kalau Menurut Mas Marsad sih Orang Baduy itu tidak mematok tarif. Itu ala kadarnya kita memberi.

Dikatakan orang Baduy Dalam, tapi dia mengerti uang ya. Mereka jualan kerajinan dan hasil hutan :)
Madu mereka jual murah sih Rp. 50.000,- daripada diluar Rp. 100.000,-  tapi kalau untuk gantungan kunci mereka jual Rp. 5000,-  sementara di luar harganya Rp. 2500,- per biji.  Dan ternyata teman-teman di Baduy itu banyak penjual dari luar. Ada yang jualan Aqua, sandal jepit, makanan pasar/modern. Mereka dibolehkan ternyata.

RAHMIE
Kerajinan Baduy

"Yang jualan adalah orang luar mereka boleh berjualan selama dua hari, tidak boleh lebih dari itu", kata Pak Nalim, pemilik rumah yang kita tinggali.

Katanya penjual atau pedagang-pedagang itu memberi ala kadarnya tidak memberi juga tidak masalah katanya. Akh, tapi berilah orang Baduy itu kompensasi ya....

Di malam sebelum kita tidur itu, kita diskusi dulu dengan Pak Nalim bertanya lebih jauh soal Baduy Dalam. yang laen sudah pada teler, tinggal aku,  Bu Ira, Mbak Rika, ada juga Mas Mangun dan temannya yang akhirnya teler juga. Mas Marsad juga setengah terkantuk-kantuk....

"Jadi apa tugas para Ibu Baduy dalam?" tanya Bu Ira.

"Berladang, bertani, mengurus anak, masak, bikin kojal".  jawab Pak Nalim
(Kojal = tas rajutan)

"Ada berapa jumlah penduduk Baduy Dalam dan berapa jumlah Kepala Keluarga di sini?" tanyaku

"Ada lima ratus jiwa dan tiga ratus  kepala keluarga", jawab Pak Nalim... 

Pantas saja mereka tidak membolehkan sekolah, yang ada kalau usia mereka cukup akan dinikahkan. 300 Kepala keluarga,  berarti setengahnya sudah pada menikah. Kata Pak Nalim, mereka dijodohkan. Dari kecil sudah ada calonnya. Itu hasil rembugan keluarga. Tapi sekarang ini katanya mereka pada nakal, maunya milih sendiri hehehehe.... Ndak pape Pak, kalau saling suka biarkan saja mereka menikah :)

Perempuan Baduy boleh menikah ketika sudah menginjak usia 15 tahun ke atas. Sementara untuk laki-laki ketika usianya 25 tahun keatas.   

Jumlah rumah yang berada di Baduy Dalam adalah 90 rumah. Kata Pak Nalim boleh bertambah. Kalau mereka melakukan renovasi atau membangun rumah dilakukan secara gotong royong dan mereka mampu merenovsi 20 rumah dalam waktu 2 hari

Untuk pemerintahannya sendiri mereka  dipimpin oleh Ketua Adat yang disebut PUUN.  Ketua adat yang sekarang namanya Jahadi. Dipilih secara musyawarah. Tidak ditentukan kapan berakhirnya. Tapi bisa diganti. Ada Wakil Puun dan ada juga Lurah atau Jaro sebutannya. Sayang, kita tidak bertemu dengan PUUN kemarin.

"Tidak semua orang bisa bertemu dengan Puun, kecuali untuk meminta syariat terutama di bulan Mulud", kata Pak Nalim yang berusia 56 tahun.

Ada beberapa pantangan di Masyarakat Baduy Dalam, yaitu tidak boleh naik kendaraan. Makanya waktu ngobrol sama Julih, warga Baduy Dalam yang masih muda, dia bilang suka pergi ke Jakarta jalan kaki.

"Suka pergi ke Jakarta, tidak pakai kendaraan tapi jalan kaki selama dua hari", jawab Julih

"Terus kalau tidur dimana", tanyaku
"kalau tidur kita ikut di rumahnya Pak RT, RW ", jawabnya
"Tapi tahu rumahnya mereka dimana?"
"Tahu"...
"Ngapain ke Jakarta?"
"Jualan kerajinan"...

Tuhkh teman-teman mereka jualan kerajinan sampai Jakarta. waktu ditanya lebih jauh, mereka jualannya sampai di kampus-kampus. Pakai baju biasa seperti kita. Jadi, kalau ada yang jualan kerajinan, coba tanya-tanya siapa tahu mereka dari Baduy Dalam.
Pantangan yang lain adalah, tidak boleh pakai alas kaki. Ini jelas terlihat di foto-foto sebelumnya ya. Tidak boleh merokok, tidak boleh ada elektronik.

Kalau ada yang melanggar adat, mereka di hukum selama 40 hari atau dipekerjakan dengan tidak dibayar upah, bisa juga dikeluarkan dari adat.

Nah, katanya sih kalau mau hiburan yang modern mereka ada juga yang pergi ke Ciboleger atau sudah ke luar Baduy.  Gila ya teman, jarak antara Ciboleger dan Cibeo (Baduy Dalam) itu kurang lebih 9 KM. belum lagi jalannya yang tidak bersahabat, bukit terjal, naik turun.

Agama yang mereka anut adalah sunda wiwitan.  Jumlah Bulan di Masyarakat Baduy ada 12 bulan Kata Pak Nalim, yaitu:  Safar, Kalima, Kanem, Kapitu, Kadalapan, Kasalapan, Kasupuluh, Hapit Lemah, Hapit Kayu, Kasa, Karo, Katiga.

Sekarang soal rumah.
Rumah khas Suku Baduy itu adalah rumah panggung, lantainya pelapuh bambu, dan berdinding bilik anyaman dengan atapnya terbuat dari kirai dan tahan sampai 5 (lima) tahun. Gak pakai Ijuk. Waktu kutanya mengapa tidak pakai ijuk jawabnya adalah karena pohon arennya kurang. Alasannya sama deh dengan yang dibilang Julih. Aku waktu itu tanya seperti ini:

"Kalau di kampung Naga warganya jual gula merah, kalau di sini buat gula gak?
"Enggak karenan  pohon arennya kurang", jawab Julih.

Padahal ya Kampung Baduy itu luasnya 5000 hektar lebih. luas khan? Subur lagi, air  pun mengalir. Kalau mereka mau menanam pasti tidak ada kata kurang. Orang ada yang bilang kita itu pemalas, termasuk saya di dalamnya. Tahu khan lagu yang bunyinya seperti ini:

  "Orang Bilang Tanah Kita tanah surga, tongkat, kayu dan batu jadi tanaman"

Kita dimanja dengan alam.... jadi terlena...

Mengenai kesehatan, katanya mereka tetap butuh dokter selain membuat ramuan-ramuan, masih  ada pak raji atau dukun.  Dokter bisa dipanggil atau merekanya yang datang ke Puskesmas di Ciboleger.  Dan Masyarakat Baduy tidak ikut KB pemerintah.

Hasil pertanian Masyarakat Baduy yaitu: Pisang, durian, jahe, manggis, kencur, kayu albasiah, pete, duku, rambutan amas kranji.
Wah saya suka tuh asam kranjinya. Katanya mereka jual ke luar kota seperti ke Kudus dan Batam. Dulu kata Pak nalim harganya bisa mencapai Rp. 25.000,- sekarang harganya Rp. 15.000,-

RAHMI
Asam Kranji
 
Yup, kita disuguhi asam kranji. Aku suka. Tapi kulitnya sayang gak tebel. Bijinya saja yang gede :)
Asam kranji ini katanya biasanya normal bisa dipanen dalam jangka waktu 7 (tujuh) tahun itu lebih bagus hasilnya. Tapi, katanya sekarang 5 (lima) tahun juga bisa dipanen.

Oh ya, terdapat hutan larangan juga di Baduy. Kata Pak Nalim sih, di sana ada Lutung, Monyet, Harimau, Ular, Mata air dan sebagainya.

Sementara untuk Hiburan tradisionalnya mereka punya angklung. Biasanya dimainkan ketika menanam padi. Kecapi untuk  mengiringi dongeng.  Ada  juru dongengnya tidak sembarangan orang, dilakukan dengan cara talaran atau lisan. Kemudian ada pantun juga.

Untuk Pendidikan,  kata Pak Nalim, aturan adat tidak membolehkan anak-anak baduy baik Baduy dalam maupun Baduy luar untuk  sekolah. Tapi, mereka bisa belajar dari anak-anak Baduy sendiri maupun dari luar Baduy. Kalau kata Mul, membaca pun sebenarnya mereka dilarang. Bahkan Bapaknya Mul yang merupakan orang Baduy luar mengajari anak-anak Baduy luar tidak secara terang-terangan.

"Anak-anak Baduy luar sudah pada bisa baca dan ada yang punya HP, mereka ngechargenya pakai Aki, tapi kalau ada pemeriksaan dari ketua adat diumpetin". ujar Mul.

Mul juga bilang kalau di dekat rumahnya itu ada sebuah rumah yang isinya buku semua tapi sayang waktu kita mau pulang lupa untuk lihat tempatnya.  Dan aku juga lupa tanya-tanya sama Bapaknya Mul soal Baduy karena ada rasa tidak puas ketika mendapatkan penjelasan dari Pak Nalim.

 Soal Pendidikan atau sekolah ini saya pernah tanya-tanya langusng ke Julih.

"Jadi Julih tidak sekolah?"
"Tidak"
"Tapi ada keinginan gak buat sekolah"
"Tidak mau, soalnya tidak boleh sama adatnya" ...

Ya begitulah teman. Hopless mendengarnya. Dan waktu kita mau pulang, aku pun bilang pada Julih untuk Sekolah.
"Jul, kalau ada kesempatan, sekolah ya"...  pesanku.


Jadi, siapa sih orang Baduy itu?
Aku tanya asal-usul Baduy sama Pak Nalim tapi tidak puas jawabannya. Jawabannya dari adam. "Kita asalnya dari Adam", kata Pak Nalim.

Kalau menurut catatan yang diberikan Mas Marsad kepadaku memang dikatakan sampai saat ini belum ada yang dapat memastikan darimana asal-usul orang Baduy dan sejak kapan mereka mendiami pegunungan Kendeng.

Tapi yang disebut Baduy adalah komunitas yang menamakan dirinya orang dari Desa Kanekes adalah sekelompok orang Sunda ras Melayu Muda yang menjalankan kehidupan secara damai menyatu dengan alam di Banten Selatan.
Ya, kalau definisi seperti ini kita juga bisa buat dengan uraian yang aku berikan sebelumnya hehehee 


Menuju Kepulangan ..

Minggu, 10 Juni 2012, pagi itu sehabis turun bukit hendak melihat sunrise yang tak bisa terlihat karena kabut,aku lihat perempuan Baduy kumpul di depan sebuah rumah warga. Aku tertarik untuk melihat apa yang akan mereka lakukan. Aku sama Rika duduk di depan serambi rumah orang tepat di depan rumah dimana perempuan -perempuan Baduy itu lagi kumpul. Kulihat memang ada pembagian sirih ya. katanya sih mau ngeuseuk sirih.

 Kita tungguin saja, sampai teman-temanku yang lain, Mbak Dian, Feni, Ria bahkan Ibu Ira sudah siap dengan cacatan kecil dan pulpen, tiba-tiba saja diusir kita.

" Gak boleh diliatin", kata seorang Perempuan Baduy muda.

Hwaaawaa  ....... Akhirnya kita bubar. Gak seru akh. Mereka kumpul seperti itu dalam rangka rangkaian pernikahan  Ya ada yang mau menikah hari Senin.
Pantesan acaranya gak dimulai-mulai.  Kalau kata Bu Ira mereka gak enak mengusir kita. Jadi mengusirnya agak lama :)

Setelah diusir kita sarapan pagi dan akhirnya  pulang. Rute yang kita tempuh itu dari Baduy Dalam (Cibeo) --- ke Cibungur -- Cipaler -- Gajeboh -- Marengo -- ke Balimbing.
Perjalanan pulang ada kurang lebih 9 KM dengan jalan yang kalau naik terus naik, kalau turun ya turun sekali. Katanya sih tanjakan yang kita lalui itu ada hampir 90 derajat. Fantastis Baduy!!!
Rombongan kita adalah rombongan yang pertama meninggalkan Baduy Dalam. Rombongan dari komunitas yang lain masih menikmati Baduy Dalam heeheee..

 Bebas foot-foto Lagi ..


Batas kebebsan :)
Selangkah saja melewati jembatan sebagaimana nampak di atas kita bebas. Maksudnya  Jembatan itu adalah batas akhir antara Baduy Dalam dan Baduy Luar. Setelah melewati jembatan itu kita bisa foto-foto kembali. Dan saya perkenalkan kepada pembaca blogku yang setia, laki-laki yang ada di depan serta memakai telekung (ikat kepala putih) namanya Julih. Dia orang Baduy Dalam.
 
Setelah cukup foto-fotonya kita lanjut lagi perjalanan.
Perjalanan menuju kepulangan itu jauh ya, seperti yang kubilang 9 Km jauhnya. Begitu pun dengan rumahnya Mul di Baduy Luar masih jauh, makanya kita beristirahat dulu di Cibungur sambil menunggu anggota rombongan yang tertinggal dibelakang...

RAHMIE
Istirahat dulu Akh :)

Dan di tengah jalan menuju Baduy Luar, kita bertemu dengan Lumbung alias Leuit. Jadi ingat pas menuju Baduy Dalam haris Sabtu juga ketemu dengan Lumbung padi tapi kita tidak bisa memotret karena termasuk kawasan yang dilarang. Dan ketika menemukan lagi Lumbung di areal bebas foto, puas-puasin deh foto-foto.


Lumbung alias Leuit

Masyarakat Baduy membangun Lumbung-lumbung ini jauh dari rumahnya. Alasannya untuk keamanan. Jikalau terjadi kebarakan di kampung mereka, lumbung aman begitu.
Berdasarkan cerita Pak Nalim,  ada padi yang usianya 100 tahun di lumbung itu. Ya, katanya sebagai warisan saja. Soalnya kalau dimakanpun tidak bisa. "Kadang-kadang juga dipakai sebagai jimat", kata Pak Nalim.

Dalam perjalanan menjelajah Baduy Luar sekaligus menuju rumahnya Mul untuk peristirahatan terakhir, kita bertemu dengan anak-anak Baduy Luar lagi.

Malukah mereka?

 Adekku ini tidak berbeda dengan yang lainnya, pas mau difoto awalnya malu-malu. Tapi ya, dapat juga fotonya..

Alam  Baduy

  Menyebrangi aliran sungai ..

Airnya jernih ya :)
Setelah menyebrangi aliran sungai ini, sampailah kita di rumah Mul. Istirahat dan makan dulu kita di sini.

Melepas Penat .....

RAHMIE
Rumahnya Mul (Baduy Luar ) di Balimbing

Di rumahnya Mul ini  teman-temanku ada yang mandi. Nah, karena Mul masuknya Baduy Luar jadi  aturannya tidak seketat di Baduy Dalam. Di rumahnya mul ada kamar mandi, boleh pakai odol dan sabun. Tapi aneh ya, aku malas mandi coba, padahal ya kamar mandi dan bisa pakai sabun.
Tapinya pas di Baduy Dalam, mandinya semangat meski di Pancuran. hehehehe...maklumlah.. 

Tapi tetap ya meskipun ada kamar mandi dan bisa pakai sabun, tapi tetap saja, listrik dilarang.

 ada cerita nih soal Mul...waktu di dalam mobil elf itu, Bu Ira tanya nama lengkapnya.

"Namanya Mul apa?"

"Mulyono"

"Jawa ya"

"Bapak waktu itu terinspirasi dari orang Jawa, katanya orang Jawa itu pekerja keras,  Bapak mau seperti itu", terang Mul...

Lega ya mendengarkan penjelasan seperti itu. Oh ..... ada yang berpikiran Maju ternyata :)

Lanjut ceritanya .. setelah dirasa cukup beristirahat dan energi sudah full kita siap melanjutkan perjalanan .... Tapi foto bersama dulu nih ...

Foto Bersama sebelum melanjutkan perjalanan akhir ....


Di Rumah Mul, Baduy Luar menuju kepulangan :)

Nah, dari rumahnya Mul, menuju terminal Ciboleger itu katanya satu tanjakan lagi. Wah senang tukh mendengarnya. Tapi yang dibilang satu tanjakan lagi itu artinya tanjakan terjal begitu pula dengan turunnya hehehee....

 Dan Alhamdulilah akhirnya. setelah berhasil melewati rintangan medan, kita sampai juga di gerbang keluar atau di Ciboleger.

 Sebelum naik mobil untuk pulang kita berfoto-foto dulu ...

Sebelum pulang :)


 
Di Depan Patung


Bersyukur sekali diusiaku ini bisa ke Baduy, ketika masih sehat, kuat dan penuh semangat petualangan.... Untuk teman-teman yang belum pernah ke Baduy cobalah Camping ke Baduy Dalam. Mendekatkan diri dengan alam.

Kata Pak Nalim para pejabat juga ada yang pernah berkunjung ke Baduy Dalam, diantaranya: Mensos, Menpan, Meneglingkungan Hidup, Gubernur Banten, dan  Polda Banten.

Kalau ada pejabat lain yang hendak ke Baduy Dalam, saya mau titip ya. Coba bujuk Puunnya untuk dapat membolehkan anak-anak Baduy yang masih kecil sekolah dan belajar menulis dan membaca.

Aku jadi mikir ya, kalau mereka bersekolah, pikiran mereka akan maju. Hal ini bisa merubah kehidupannya. Siapa tahu mereka tidak mau lagi hidup di dalam hutan dan akhirnya pindah  ke kota. Bukan tidak mungkin kalau kejadiannya seperti itu, Baduy Dalam akan kosong dan lambat laun akan menghilang bahkan musnahlah Kebudayaan Baduy ini. Apakah Puun Juga memiliki pemikiran yang sama denganku. Mengapa dia tidak membolehkan anak-anak Baduy bersekolah. Wallahualam....

Okey deh teman-teman ada beberapa tips yang dapat dijadikan pegangan jika hendak ke Baduy.
  1. Perhatikan perlengkapan yang akan kita bawa, alas kaki utamanya. Aku sarankan pakai sandal gunung. Soalnya pas aku pergi pakainya sepatu kaca. Itu lho yang mirip the Crock yang harganya 35000,an jadinya lecet.   Untung di Baduy Dalam ada pedagang luar yang jualan sandal jepit. Tadinya memang ingin pakai sneaker tapi berhubung cuacanya tidak mendukung jadinya tak jadi. mineral water  juga ada yang jualan.
  2. Bawa Senter, karena akan sangat dibutuhkan kalau ke sungai malam hari untuk BAB atau buang air kecil. 
  3. Bawa pakaian ganti yang cukup, soalnya pasti akan mandi keringat.
  4. Pakailah jasa porter untuk membawa barang kalau sekiranya kita tidak akan kuat menggendongnya.
  5. Bawa jaket, jas hujan, payung, obat-obatan dan cemilan.
  6. Patuhilah aturan yang ada jangan usil ya.
  7. Bawalah uang yang cukup.
  8. Selamat berpetualang
NB: Thanks untuk Masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar yang telah menerima kita dengan hangat. Sangat menikmatinya dan puas sekali ....