Search This Blog

Tuesday, June 18, 2013

Perayaan Peh Cun 2013 di Tangerang

Ceritanya lagi ngebet pengen traveling lagi. Kemana pun itu, intinya kalau masih ada kaitannya dengan Kebudayaan pasti akan menarik. Bermula dari melihat sebuah tawaran traveling oleh salah satu media ke Tangerang untuk  melihat Perayaan Peh Cun, akhirnya diputuskan pergi ke sana pada hari Sabtu, 15 Juni 2013.

Tadinya mau gabung sama mereka, tapi setelah dipikir-dipikir kalau tarifnya Rp. 500.000,- itu terlalu mahal. Lagi pula sudah pernah ke Tangerang dulu sama KJB naik kareta, jadi mendingan sendiri saja.

Perayaan Peh Cun, Tangerang
Untuk memastikan rute, saya konfirmasi ulang sama Mas Kartum, yang dulu pernah ke sana. Saya lalu putuskan naik kereta dari Stasiun Kota dengan tiga kali pemberhentian yaitu di Stasiun Kampung Bandan, Duri dan terakhir Tangerang. Tarifnya murah kok, hanya Rp. 7500,- ...

Hari Sabtu pagi sekitar jam 8 pagi saya sudah sampai Tangerang dan alhamdulilah kereta sepi karena bukan hari kerja. Dari Stasiun Tangerang, Saya diantar ojek ke Sungai Cisadane karena memang perayaannya di sana. Tapi kok merasa aneh soalnya sepi. Kebetulan waktu itu ketemu dengan pengunjung lain dan saya tanya-tanya. Ternyata lokasi perayaan Peh Cun ada di sebelah Babakannya, sementara yang aku datangi itu festival Cisadane yang diadakan oleh Pemda Tangerang.

Pas sampai ke bagian Dermaga Sungai Cisadane untuk Peraayaan Peh Cun, di sana sudah ada beberapa orang. Tidak terlalu ramai, saya lihat. Para panitia lagi persiapan untuk perlombaan menangkap bebek. 

Bebek yang akan ditangkap peserta pun diberi pita warna merah. Itu menandakan bahwa peserta yang berhasil menangkap bebek berpita merah akan mendapat doorprize. 
Bebeknya di beri pita merah
Selain bebek yang diberi pita merah, peserta yang ikut lomba pun diberi peta merah. Panitia bilang,  peserta yang berhasil menangkap bebek berpita merah tapi dia sendiri tidak memakai pita merah, maka tidak akan sah. 

Peserta memakai pita merah

Terkait perlombaan menangkap bebek ini, saya sempat bertanya kepada Pak Toni, salah seorang panitia, karena itulah yang saya lihat. Dia memakai kaos yang sama dengan panitia lainnya. 

"Apa sih Pak makna dari perlombaan bebek ini?" 
"Tidak ada maknanya ini hanya sebuah perayaan saja. Jadi, nanti selain ada perlombaan menangkap bebek ada juga perlombaan perahu tradisional", jawab Pak Toni. 
"Selain perlombaan ini apakah ada kegiatan lainnya atau yang khas dalam rangka perayaan Peh Cun?".
"Biasanya masyarakat suka membuat bakcang di rumah".

Itu tadi kira-kira obrolan selintas saya dengan Pak Toni. Tadinya masih mau mengobrol, tapi karena saya diusir dari dermaga harus naik ke atas maka obrolan pun terhenti. 

Lumayan lama kita menunggu perlombaan menangkap bebek ini dimulai, karena menunggu Pak Walikota. Mekanisme perlombaannya adalah bebek akan dilepas di sungai, para peserta harus naik ke perahu sebelum berenang menangkap bebek.

Lalu, bagaimana dengan wartawan yang ingin mengabadikan foto?

Ya, mereka disediakan perahu. Melihat mereka naik perahu jadi ingin ikutan, tapi sayang tidak punya ID card wartawan. Beruntungnya ada perahu yang disewakan, jadi saya dan pengunjung yang lain sewa perahu sendiri. 

Siap beraksi
 Wartawan pun siap beraksi.

Wartawan siap mengabadikan
Perlombaan pun dimulai ketika Wakil Walikota Tangerang sudah berada di lokasi. Dia naik perahu, menaburkan bunga kemudian melepas bebek.

Menabur Bunga dulu

Dan ini dia pertarungan menangkap bebek.

Perlombaan

Hasil tangkapan.

Tangkapan Bebek
Seperti itulah kira-kira perayaan Peh Cun. Tapi sayang, perayaan tidak sampai selesai soalnya hujan turun deras. Sepertinya perlombaan perahu tradisionalnya tidak jadi. Saya waktu itu langsung pulang dan tidak bayar perahu. Sempat bertanya-tanya, kenapa gak ditagih. Karena penumpang yang satu perahu pun langsung pulang otomatis saya pun pulang juga.

Nah sebelum saya tutup cerita ini, ada satu lagi yang ingin disampaikan tentang apa itu Festival Peh Cun. Informasinya ini didapat dari Iklannya Media Indonesia.
Setiap tanggal 5 di bulan kelima penanggalan Imlek, masyarakat peranakan Tionghoa di Tangerang merayakan Peh Cun. Kata Peh Cun berasal dari Pe liong cun, yang artinya mendayung perahu naga. Perayaan Peh Cun ini merupakan tradisi leluhur Tionghoa yang dilanjutkan secara turun temurun yang pada mulanya dilaksanakan untuk mengenang kematian seorang jenderal besar bernama Qu Yuan yang setia dari negara Chu (339-278 SM). Sang Jenderal adalah pejabat yang banyak berjasa dalam memajukan negaranya. Namun sayang, salah seorang anggota kerajaan tak berkenan padanya, dan akhirnya sang jenderal diusir dari negari Chu. Sedih dan cemas akan masa depan negerinya, sang jenderal memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan melompat ke sungai. Rakyat yang sedih kemudian mencari jenazah sang jenderal di sungai. Mereka melemparkan nasi dan makanan lain ke dalam sungai dengan tujuan supaya ikan dan binatang lainnya tidak mengganggu jenazah sang jenderal. Agar naga penghuni sungai juga tidak mengganggu, makanan-makanan itu juga dibungkus dengan daun-daunan, yang kini kita sebut bakcang. Legenda para nelayan yang setia mencari jenazah sang menteri dengan berperahu ini akhirnya menjadi tradisi dan cikal-bakal dari perlombaan perahu naga yang diselenggarakan tiap tahun.


Seperti itulah cerita dibalik perayaan Peh Cun. Tapi memang kayaknya kalau kita tanya kepada masyarakat Tionghoa pun, saya yakin tidak semuanya tahu tentang cerita dibalik perayaan Peh Cun.  Hal ini dikarenakan kita apa pun budayanya, cenderung ikut warisan turun temurun tanpa tahu apa makna sebenarnya.

NB: Murah kok, total biaya  tidak sampai menghabiskan Rp.100.000,-  merupakan keputusan tepat untuk pergi sendiri.