Search This Blog

Tuesday, February 11, 2014

Titik Nol Km Jl. Daendels

Siang ..... Kondisi saat ini sedang musim penghujan ... 
Tapi  kali ini saya tidak hendak membahas tentang hujan atau banjir melainkan tentang sejarah yaitu tentang Banten Lama. Lebih spesifiknya tentang Jelajah Jalan Daendels atau dikenal juga dengan Jalan Anyer - Panarukan atau Jalan Raya Pos.

Hari Minggu kemarin, tepatnya tanggal 26 Januari 2014, pertama kalinya di bulan pertama Tahun 2014 pergi bersama dengan Republika dalam rangka "Melancong Bersama Abah Alwi - Jelajah Jalan Daendels" .

Kunjungan pertama rombongan adalah ke Gedung Gubernuran Banten atau Pendopo Lama. Di sini kita diterima Wagub Provinsi Banten yang merupakan seorang artis yang beken di zamannya sampai sekarang pun masih, terkenal lewat perannya Si Doel. 

Beginilah ketika bertemu Si Doel dalam jabatannya.
Si Doel dan Abah Alwi

Dalam pertemuan itu, rombongan melakukan diskusi seputar Banten dengan Wakil Gubernur Banten. Si Doel mengatakan bahwa Budaya seni di Banten belum terinventarisir dengan baik. "Di Pulau Jawa hanya satu provinsi yang belum memiliki museum, dan itu adalah Banten", ujarnya. Lanjutnya Museum adalah sebuah peradaban manusia.

Keinginan Si Doel yang disampaikan kepada rombongan adalah ingin menjadikan Pendopo Lama sebagai Museum, karena kantor pemerintahan Banten selama ini tidak di Pendopo Lama tapi berada di lokasi yang baru. Makanya Pendopo lama ini kosong dan akan dijadikannya Museum ujar Si Doel.  Keinginannya yang lain adalah membuat Museum Krakatau di Mercusuar Anyer.

Sementara Abah Alwi, yang mewakili rombongan Republika mengatakan bahwa Semoga Rano bisa menjadi Gubernur dan menjadikan Banten ke arah yang lebih baik lagi.

Pertemuan terakhir dengan Si Doel diakhir dengan penyerahan Souvenir, Foto bersama dan makan siang.
  
Si Doel Menerima Souvenir dari Republika ...
Souvenir dari Republika
Abah Alwi Menerima Souvenir dari Republika.
Abah Alwi Menerima Souvenir dari Si Doel
Foto Bareng ...

Foto Bareng
Dari Gedung Residenan atau Pendopo Lama kita lanjut ke Mesjid Agung Banten. Tadinya kita mau ke Museum dulu, berhubung museumnya belum dibuka maka tidak jadilah masuknya. Rombongan pun langsung menuju Mesjid Agung Banten. Di sepanjang sisi kanan dan kiri jalan banyak sekali pedagang makanan dan souvenir. Salah satu makanan yang dijual adalah emping melinjo.

Penjual Emping Melinjo

Tapi sayang, saya tidak banyak motret mesjid Agungnya sendiri. Hal ini dikarenakan banyak orang yang mau sembahyang atau berziarah dan susah ambil angle yang enak. Masjid tertutup oleh para pedagang dan terlihat begitu kumuh. Sangat disayangkan tidak terawat padahal di serambi depan mesjid itu banyak terdapat makam. Sewaktu saya tanya, katanya itu makam sultan-sultan. Seperti ini suasana Mesjidnya.

Mesjid Agung Banten Lama
Dari sini kita lanjut ke Keraton Surosowan.

Tentang Surosowan

Apa itu Keraton Surosowan dapat dibaca dari gambar papan di atas. Ya, sesuai dengan informasi yang tertulis di atas, Keraton Surosowan memang sekarang ini hanya tinggal puing-puingnya saja karena dihancurkan Belanda. Menurut keterangan dari Guide kita, Mas Kartum, Keraton Surosowan dihancurkan Belanda karena ada hubungannya dengan sikap Kesultanan Banten yang keras atau tidak menerima kehadiran Belanda di Banten, berbeda dengan Kesultanan Cirebon yang masih ada sampai sekarang.

Seperti inilah keadaan Keraton Surosowan.
Benteng Surosowan
Nah, di dalam kompleks Keraton ini ada dua buah pemandian yang katanya dulu dipakai sebagai pemandian permaisuri sultan. Seperti ini kolam mandinya.
Konon katanya bekas pemandian permaisuri


Dan kalau yang bawah ini katanya pancuran emas.
Konon katanya ini Pancuran Emas
 Dari Keraton Surosowan kita bergerak maju menuju Titik Nol Km. Jl. Daendels atau terkenal juga dengan Jalan Anyer-Panarukan/Jalan Raya Pos.  Jalan Daendels membentang sepanjang 1000 km sampai Panarukan. Dibangun dengan cara kerja paksa (rodi).

Kalau saya baca dibukunya Pramoedya Ananta Toer, yang berjudul JALAN RAYA POS, JALAN DAENDELS.. disebutkan bahwa sebenarnya jalan ini sebelumnya sudah ada. Jadi, yang dilakukan pada masa Daendels ini adalah pelebaran dan pengerasan jalan. Setelah dilakukan pelebaran dan pengerasan maka Jalan Anyer - Batavia dapat ditempuh dalam sehari sebelumnya empat hari.

Menurut sumber informasi dari Inggris, seperti tertulis di Bukunya Pramoedya, diceritakan bahwa  Jl. Raya Daendels ini memakan korban sampai 12.000 orang. Sementara gagasan membikin Jalan Raya Pos muncul dalam benak Daendels sewaktu ia dalam perjalanan darat pada 29 April 1808 dari Buitenzorg alias Bogor ke Semarang dan Oosthoek alias Jawa Timur.

Adapun Daendels diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia oleh Lodewijk Napoleon pada 1808 untuk menyelamatkan Jawa, satu-satunya pulau besar yang belum dikuasai Inggris.

Titik Nol Km Jl. Daendels

Nah, disekitar Titik Nol Km Jl. Daendels ada sebuah Menara atau Mercusuar Anyer. Nah sebelum hancur karena letusan gunung Krakatau letaknya Mercusuar ini ada disekitar titik Nol Km atau di bibir pantai (tapi ada yang bilang katanya Justru Nol km itu adalah Mercusuar Anyer yang runtuh). Setelah hancur mercusuar ini dibangun kembali tapi agak kebelakang dari posisi semula.

Mercusuar Anyer
Kalau dilihat secara fisik, bangunan ini mirip dengan Mercusuar Edam di Kepulauan Seribu. Saya masuk dan naik sampai atas. Setelah saya teliti bagian dalam dari Mercusuar ini pun tidak jauh berbeda dari Menara Edam. Seperti tangganya dan tiangnya. Untuk mencapai puncak kita harus melewati tangga yang berjumlah 17 buah dengan anak-anak tangganya.

Informasi pada Mercusuar Anyer
 Saya tidak mengerti Bahasa Belanda. Tapi dari tambahan informasi yang saya peroleh, Mercusuar ini dibangun pada zaman Raja WIllem III. Mercusuar pertama dibangun tahun 1883 dan setelah hancur oleh letusan Gunung Krakatau, maka dibangun Mercusuar kedua pada tahun 1885.

 Seperti inilah tangga dari Mercusuar ini.
Add caption

Inilah pemandangan dari atas Mercusuar Anyer:

Pemandangan dari Mercusuar Anyer
Daerah Banten ini masih hijau...

Jembatan Anyer
Seperti itulah kira-kira perjalanan menyusuri Jalan Daendels. Sebenarnya masih ada banyak tempat/lokasi yang dapat dilihat seperti Pelabuhan Karang hantu, Pemakaman Belanda yang terlihat tidak terawat dan kumuh serta masih banyak lokasi bersejarah lainnya tapi sayangnya bus yang kita tumpangi tidak berhenti dilokasi tersebut. Mungkin karena kita mengejar waktu dan bisa jadi juga disebabkan karena kondisi jalannya yang sempit. Sepertinya pelebaran jalan yang dilakukan Daendels masih sempit.

Selain itu, Banten memang terlihat kumuh sangat membutuhkan peremajaan dari Pemerintah Daerahnya. Teman saya yang berasal dari Serang juga mengatakan hal yang sama.  Apalagi sewaktu saya ke Toiletnya Pendopo Lama, heran saya, bangunan yang bersejarah itu kok tolietnya saja rusak. Padahal saya yakin pemasukan banyak. Semoga kelak kalau saya berkesempatan berkunjung ke sana semuanya sudah menuju ke kondisi yang lebih baik.