Search This Blog

Wednesday, October 3, 2012

Melihat Peninggalan di Pulau Edam

Yup, akhirnya hari Minggu kemarin, 30 September  berkesempatan untuk ikut jelajah kembali bersama Komunitas Jelajah Budaya (KJB). Aku berusaha untuk selalu mengikuti kalau ada event yang mereka buat. Tujuan utamanya tentu untuk refreshing karena kalau hari Sabtu dan Minggu diam di kosan itu mumet.  Semoga saja selalu bisa menyisihkan untuk event-event leisure ini.

Berangkat dari Muara Kamal. 

Pelabuhan Muara Kamal
Minggu pagi itu dari kosan berangkat menuju Muara Kamal dengan taxi sesuai dengan petunjuk dari Mas Kartum. Tetapi pas di  jalan, sewaktu saya bilang  ke Pramudi taxinya untuk diantarkan ke Muara Kamal, sang Pramudi tidak kenal dengan nama Muara Kamal. Dia keukeuh tidak ada namanya Muara Kamal, yang ada menurut persepsinya adalah Muara Karang. Saya yang buta jalan dan tidak pernah ke sana sebelumnya mengikuti apa yang dia bilang. Bahkan sepanjang perjalanan pun saya koordinasi sama mas Kartum soal arah jalan. Mas Kartum bilang keluar dari tol Cengkareng ringroad. Tetap saya si Pramudi taxi bilang gak ada itu yang namanya Muara Kamal.

Lalu, apa yang terjadi?
Akhirnya saya sampai di Muara Angke. Si Supir pun kebingungan sendiri gak menemukan nama Muara Karang yang dia bilang apalagi kapal nelayan. Saya pun kesel. Pas nanya orang di Muara Angke mereka ada yang tidak tahu. Tapi untunglah ada orang Tangerang yang kenal betul wilayahnya. Dan dia katakan ada Muara Kamal. Legalah saya. Akhirnya saya bayar itu Taxi, 50.000,- IDR. Tadinya mau saya lanjutkan sampai ke Muara Kamal, tapi berhubung dia tidak tahu jalan ke Muara Kamal dan kayaknya belum pernah ke sana ya saya putuskan jasanya. Dari Muara Angke saya diantar ke tukang ojeg oleh seorang bapak naik sepeda. Bapaknya bilang tukang ojeg tahu kok jalan menuju Muara Kamal. Jasa tukang ojeg ke Muara Kamal itu 30.000,- IDR dengan waktu tempuh kira-kira 30 menit. Pas sampai di Muara Kamal tepatnya di Tempat Pelelangan Ikan , saya lihat rombongan sedang bersiap-siap masuk ke dalam perahu untuk berangkat. Ya, bersyukurlah tidak telat.

Keberangkatan
Seru perjalanannya dengan menaiki kapal nelayan, tapi sedikit pusing ya ombaknya itu terasa. Kalau pakai Speedboat lebih nyamanlah tentunya. Saya tidak memperhatikan berapa lama perjalanan menyebrangi laut itu, yang ada saya terlelap dalam kapal itu.

Mercusuar Edam 
Mercusuar Edam

Yup, Mercusuar Edam itu akhirnya terlihat dari dermaga. Dan inilah memang tujuan kita berkunjung ke Pulau Edam untuk melihat Mercusuar itu.
Mercusuar itu sekarang berada di bawah pengawasan Kementerian Perhubungan ya.

Dibawah Kemenhub


Sebelum kita membahas tentang Mercusuar Edam mari kita dengarkan Penjelasan dari Mas Kartum tentang nama Edam. Pada kesempatan diskusi itu, seorang rombongan bertanya apa arti Edam.
"Edam merupakan nama dari salah satu kota yang ada di Belanda dan nama Edam sendiri artinya Keju", ujar Mas Kartum.

Pulau Edam ini dulu disebut juga dengan nama pulau Monyet. Tapi sekarang monyetnya sudah tidak ada lagi. Kata Mas Kartum sih ditangkepin.

Okey, sekarang mari kita melihat sejarah Pulau Edam.
Edam mulai dikenal secara luas pada masa pemerintahan VOC Gubernur Jenderal Camphuijs (1684-1691). Pada tahun 1685 Camphuijs menjadikan pulau Edam sebagai taman Jepang nan Indah dengan rumah peristirahatan bertingkat dua. Dari Balkon rumah inilah Camphuijs dapat melihat hamparan pasir putih dan laut biru yang indah. Bahkan, pelukis Jerman di Batavian kala itu, Johannes Rach pernah mengabadikannya dalam bentuk sketsa.

Taman dengan gaya Jepang ini dapat dilihat dari jenis pohon yang ditanamnya, misalnya pohon bonsai diantara batu-batu karang, memasang jembatan-jembatan kecil, dan air terjun yang disinari oleh lampion batu gaya Jepang. Selain itu, dalam jamuan makanan disajikan dengan ala dapur Jepang dan makan dengan sumpit. Oleh  karenanya, orang pernah berpandangan bahwa pulau Edam sebagai salah satu tempat paling menyenangkan di dunia (1682). Padahal sebelumnya, pulau Edam sering dipergunakan para bajak laut sebagai tempat persembunyian.

Itu tadi sekilas Sejarah tentang pulau Edam. Dan peninggalan Kolonial di Pulau Edam ini yang dapat kita lihat itulah Mercusuar Edam. Tapi sudah mengalami renovasi ya. Tinggi Mercusuar Edam ini kurang lebih 65 meter. Mulai dibangun pada tahun 1879 atas ijin Raja Z.M Willem II. Sesuai Fungsinya Mercusuar ini akan menyala di malam hari sebagai penanda bago nakhoda kapal untuk berhati-hati. Bahkan sebelum Bandara Udara Soekarno Hatta pindah dari Kemayoran, mercusuar ini dimanfaatkan untuk sebagai stasiun radar untuk memandu pesawat.

Ohya, sewaktu rombongan KJB datang ke sana, kita masih bisa menaiki Mercusuar ini lho. Masuk ke dalam Mercusuar ini ada 16 tangga... dan seperti inilah keadaam di dalam Mercusuar.

Tangga di dalam Mercusuar

 Nah, di Puncak Mercusuar ini kita bisa memotret pemandangan laut. Lumayan indah sih viewnya, karena khan air lautnya juga bersih.  Seperti inilah pemandangan yang dapat kita nikmati.

View yang diambil dari Puncak Mercusuar Edam
Bagaimana indah bukan gambarnya?
Ini dia angle lain pengambilan gambar Mercusuar. 
Mercusuar
Hal lain yang saya nikmati di Edam adalah sebuah Makam. Berdasarkan keterangan dari Mas Kartum itu adalah makamnya Ratu Fatimah.

Makam Ratu Fatimah

Makam Ratu Fatimah

Makam itu tepatnya adalah makam Ratu Fatimah Syarifah dari Banten yang letaknya di tengah-tengah pulau. Berdasarkan informasi yang saya dapatkan, katanya sewaktu masa hidupnya Ratu Fatimah tidak disukai masyarakatnya  karena terlalu dekat dengan VOC yang saat itu dipimpin oleh Gubernur Jenderal Baron can Imhoff. Setelah terjadi pemberontakan, akhirnya Ratu Fatimah dapat dikalahkan dan dibuang ke Pulau Edam hingga meninggal 1751. Tapi sayangnya, di kuburan tersebut tidak ada batu nisannya ya... Oh ya di makam tersebut ada sesajen. Ini berarti memang orang-orang masih ada yang melakukan  pemujaan-pemujaan.

Ada Sesajen

Kalau lihat sesajen itu, inginnya sih kuambil itu telurnya. Sepertinya sih telur ayam kampung. hehehehe ...

Bunker
Selain itu, di Pulau Edam juga ternyata ada Bunker nih...

Bunker di Pulau Edam.
Tapi sayang, kita tidak bisa masuk ke dalam ya.. dari Bunker ini langsung menuju ke pinggir laut.

Makan Jambu
Nah, diawal sudah disinggung kalau Pulau Edam dulu disebut juga Pulau Monyet. Itu Tak mengherankan, banyak buah-buahan di sini. Maksudnya sih buah jambu. Jambunya meskipun masih mentah atau warnanya hijau tapi lumayan manis dan kalau yang agak matang rasanya manis. Mungkin ini karena faktor bebas polusi sepertinya ya.




Panitia memetik Jambu



Dan ini ada sebuah pohon Jambu yang sangat berkesan untukku. 


Pohon jambu pendek

Pohon Jambu di atas itu terlihat pendek ya tapi sangat berkesan. Mau tau kenapa? Ya, karena meskipun pohonnya pendek tapi buahnya manis sekali dan aku menikmati ketika memetiknya. Gak susah, gak harus naik hehehe.. cukup meraih ranting yang pendek lalu petik jambunya. 

Jambunya nih

Intinya sangat kenyang makan jambu di Pulau Edam itu ...
Ini dia Foto Bersama
Demikian cerita singkat tentang kunjungan saya dan KJB ke Pulau Edam. Bagaimana dengan teman-teman, apakah ada keinginan untuk berkunjung ke sana?

Saturday, September 22, 2012

Lomba Foto Di JCC dalam rangka ICT Award

Hm, postingan saya berikut ini adalah berupa koleksi foto perlombaan yang diikuti hari Sabtu yang lalu di JCC dalam rangka ICT Award. Ya, foto yang ditampilkan berikut ini biasa saja, maksudnya ya saya melihat Perempuan itu sebagai model atau objek foto. Jikalau nanti ada yang protes, dikarenakan masalah aurat dan sebagainya  itu adalah persoalan personal yang membaca. Silahkan saja, akan tetapi saya tetap mempostingnya. Hal ini dikarenakan saya ingin menyimpannya dalam blog saya untuk selalu dikenang dan siapa tahu ada yang bisa memberikan masukan bagaimana cara atau teknik memotret model yang baik dan bagaimana kita memilih sebuah foto yang terbaik untuk diikutsertakan dalam sebuah perlombaan. Demikian...

Mari Kita lihat beberapa Foto hasil dari Jepretan saya ya...

Foto satu
Model yang di foto atas namanya Nuri. Maaf ya kalau ada salah penyebutan nama. Next...

Foto Kedua

Next,

Foto Ketiga
Next,

Foto Keempat
Next,

Foto Kelima
Next,
Foto Keenam 

Next,

Foto Ketujuh
 Next,

Foto Ke depalan
Next,
Foto Kesembilan
Next,
Foto Kesepuluh

Nah, untuk foto ke sepuluh itu modelnya bernama Talia. Maaf juga ya kalau ada salah penyebutan nama. Waktu sedang melakukan pemotretan sih, para fotografer lainnya memanggilnya dengan nama Lia....Next,

Foto Kesepuluh
Next,
Foto Kesebelas
Next,

Foto keduabelas
Next,

Foto Ketigabelas
Next,

Foto Keempatbelas

next
Foto Kelima belas
Next
Foto Keenambelas

Nah, itulah beberapa foto hasil daripada jepretan saya. Dari dua model ini dan dari sebanyak foto yang kita ambil haya satu yang diserahkan kepada panitia untuk diperlombakan dan dinilai.  Karena harus memilih satu, di sinilah letak masalahnya.  Saya tidak bisa memilih mana foto yang terbaik. Tidak tahu ekspresi mata yang bagus itu seperti apa, pose yang bagus itu seperti apa dan sebagainya.

Pada awalnya saya menyerahkan satu foto dengan model Talia kemudian saya ganti dengan foto yang modelnya Nuri. Sampai sekarang saya tidak tahu siapa pemenang dari perlombaan ini. Karena waktu itu saya tidak menunggu hasil penjurian. Saya malah pulang. Karena yakin tidak akan menang dan panitianya juga mengatakan kalau menang akan menghubungi. Tapi sampai saat ini tidak ada yang menghubungi berarti memang tidak menang hehehehehehe....

Seru pokoknya acara Minggu kemarin itu, sampai tanganku pegal-pegal. Sebelum ada perlombaan kita ada workshop dulu tentunya tentang fotografi. Dan ketika pemoretan pun tak kalah seru. Satu kesempatan untuk memotret diberikan bagi 20 orang selama 10 menit dan begitu seterusnya bergantian dengan yang lain. Oh ya waktu itu pesertanya ada anak kecil, menyadari hal itu, sang Model, Lia, langsung bilang "Eh ada anak kecil" sambil memegang rompi bajunya dan lanjut berpose... Seluruh peserta workshop dapat sertifikat ya.....Jadi kita semuanya puas .....

Friday, September 14, 2012

Seat Covers

Ada yang seperti ini

Selamat malam untuk pembaca blog setiaku ... ini adalah waktunya tidur, malahan sudah sangat mengantuk tapi berhubung ada yang ingin diposting ya, tahan dulu deh ni kantuknya. Bagaimana, sudah mengamati foto apa kira-kira di atas?
Ya, kalau kita definisikan per kata " Seat Cover" itu artinya penutup kursi. Tapi kursi yang dimaksudkan di sini tentu bukan Kursi sejenis Sofa melainkan itu lho closet duduk heheheee..

Memasuki sebuah toilet itu sebenarnya sungguh menyenangkan itu yang selalu saya rasakan. Terlebih ketika toiletnya itu bersih. Nyaman deh kita menggunakannya. Toilet yang bersih dan menarik displaynya itu sepanjang yang saya temui tentu pada umumnya ada di sebuah Hotel. Bagaimana, setuju tidak dengan pernyataan saya ini?
Tentu hotelnya juga bukan hotel yang bintang satu tapi hotel yang istimewa.

Saking senangnya kalau masuk ke dalam sebuah toilet, saya selalu memperhatikan pernak-pernik yang ada di dalam Toilet hotel tersebut. Mulai dari tempat sabun, tempat tissu, bentuk wastafel, keran airnya sampai pengering tanganpun tak luput dari perhatian. 

Nah, waktu kemarin tanggal 12 itu, saya ada ikut rapat di sebuah Hotel di Tangerang dekat ke Bandara atau memang berada di Jl. Bandara.  Sewaktu masuk ke dalam toilet di hotel itu, saya temukan satu Box Seat Cover pada setiap kamar toiletnya. Pada waktu itu saya mikirnya, ini hotel enggak pelit ya. Soalnya, Seat Cover ini yang pernah saya temukan sebelumnya di tempat lain hanya dipasang perdana saja. Itu pun ketika petugas toiletnya habis bersih-bersih. Biasanya di waktu pagi hari, ketika akan mulai aktivitas.
Jadi, jarang saya temukan Seat Cover, satu Box lagi di setiap kamar toilet.

Oh ya menggunakan Seat Cover memang tidak praktis. Sebenarnya tidak ada pun fine. Kita bisa melakukan hal lain sebelum memakai Closet, terutama Closet duduk. Misalnya dengan menyiram pinggirnya dulu sebelum dipakai.

Sementara, hal lain yang paling nyaman ketika menggunakan toilet itu adalah tersedianya Sabun dan Tissu. Saya itu sebenarnya paling jengkel kalau ke Toilet tidak ada Sabun dan Tissu. Di Kantor pun saya pasti tanya petugasnya, "Mbak ada tissu, ada sabun", kira-kira seperti itu. Jikalau dikemudian hari saya punya rumah, saya akan memastikan di toilet itu akan selalu ada Tissu dan Sabun begitu juga disetiap Wastafel. :)

Bagaimana dengan teman-teman?

Wednesday, September 5, 2012

Repertoar Gandamayu

Setelah sekian lama tidak ikut menyemarakan Gedung Kesenian Jakarta, akhirnya tadi malam kembali ke sana untuk nonton pertunjukan Repertoar Gandamayu. Durasi pertunjukkan pun tidak lama ya, dan ini seingat saya adalah pertunjukan dengan durasi paling pendek yang pernah saya tonton untuk saat ini. Hanya membutuhkan waktu satu jam ya.

Seorang Ayah yang mengisahkan Gandamayu ke Anaknya
Baiklah, saya ringkas cerita dari Gandamayu ini. Pertunjukkan ini diawali dengan kisah seorang Ayah yang menceritakan mitologi Gandamayu kepada anaknya dalam perjalanan menuju sebuah Desa dengan bersepeda.
Sang Ayah becerita kepada anaknya dahulu di sebuah Khayangan hidup sepasang Suami-Istri. Suaminya bernama Siwa dan Istrinya bernama Dewi Uma. Sang suami pada suatu ketika jatuh sakit dan konon katanya hanya bisa disembuhkan dengan Minum Susu dari Sapi Putih. Oleh karena itu, Dewi Uma pun turun ke bumi untuk mendapatkan susu tersebut. Tapi ada pantangan yang harus dipatuhi oleh Dewi Uma dia tidak boleh menceritakan tujuannya itu turun ke bumi dan harus dilakukan seorang orang diri.

Di dalam pencarian Sapi Putih, akhirnya Dewi Uma bertemulah dengan seorang gembala dengan sapi putihnya. Dewi Uma pun meminta Susu Sapi kepada sang gembala, tapi dia menolak untuk memberikannya meskipun Dewi Uma bersedia menukarnya dengan Permata maupun Uang.
Ada satu syarat yang ditawarkan sang gembala apabila dia menginginkan susu tersebut, yaitu Dewi Uma harus bersedia tidur bersama dengan Sang Gembala. Pada Awalnya Dewi Uma menolak akan tetapi karena ingin membantu suaminya sembuh dia akhirnya luluh juga dan menerima tawaran sang gembala.

Tawar Menawar Dewi Uma dengan Sang Gembala
Dewi Uma akhirnya tidur bersama dengan sang gembala. Lalu setelah tidur bersama itu, terbongkarlah siapa sebenarnya sang Gembala itu. Dia tak lain adalah suaminya sendiri Siwa yang sedang mengujinya. Siwa mengutuk Dewi Uma,  dan mengatakan kalau Dewi Uma tidak setia.

Dewi Uma dalam kutukannya menjelma menjadi Durga  (raseksi) dan mendiami Hutan Gandamayu selama 12 tahun. Durga, ingin kembali ke wujud aslinya yaitu sebagai Dewi Uma yang lembut dan cantik. Oleh karenanya dia harus menemukan Sudamala (julukan buat mereka yang bisa menyembuhkan dan meruwat).

Kebetulan pada suatu hari datanglah Kunti ke Hutan meminta bantuan Durga untuk menyelamatkan anak-anaknya yang sedang berperang Baratayudha. Durga menyanggupi dengan satu syarat, Kunti harus menyerahkan putra bungsunya Sahadewa kepada Durga sebagai tumbal. Ya, Durga tahu bahwa Sahadewa inilah yang dapat meruwatnya. Tapi syarat Durga ini ditolak oleh Kunti.
Kunti mengatakan karena justru Sahadewa bukan anak kandung dari rahimnya sendiri dia tidak mau menyerahkannya kepada Durga. Kunti menyanyangi Sahadewa.

Durga tidak kehilangan akal, dia menyuruh Kalika, yang juga mendiami Gandamayu dan sedang menjalani kutukan untuk merasuki Kunti dan membawa Sahadewa ke Gandamayu.

Sahadewa pun akhirnya sampai di Gandamayu, karena ajakan Kunti yang dirasuki Kalika. Durga minta Sahadewa untuk meruwatnya tapi Sahadewa mengaku bahwa dirinya tidak bisa meruwat. Durga pun marah dan dalam kemarahannya itu, Siwa turun dari Khayangan.

Pada akhirnya siapakah yang bisa meruwat atau mengembalikan Durga ke wujud aslinya yaitu Dewi Uma?
Jawabannya tidak lain adalah, suaminya sendiri yaitu Siwa dengan cara memasuki tubuh dari Sahadewa.
Setelah Durga kembali menjadi Dewi Uma, Siwa memintanya untuk kembali  ke Khayangan.
Apakah Dewi Uma ke Khayangan?
Jawabannya Dewi Uma meninggalkan Khayangan. Ya, Dewi Uma kembali tinggal di Gandamayu menemani Kalika yang masih menjalani kutukan. Hal itu dia lakukan sebagai balasan kepada kutukan yang telah dijatuhkan Siwa kepadanya karena dicap tidak setia. (Kisah tidak selesai ya). Sepeninggalnya Dewi Uma, kehidupan Siwa di Khayangan tak bertentuan.

Menarik Bukan Kisahnya?
Nah dari Kisah ini ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan.
  1. Mitologi Gandamayu ini Intinya mengisahkan tentang, Kutukan, Penantian, Ruwatan, Kesetiaan dan Pengorbanan. 
  2. Mencintai seseorang dan berkorban untuk seseorang terkadang menjadi bumerang. Jadi, tidak setuju dengan tindakan Dewi Uma yang tidak memikirkan jalan lain demi membantu menyembuhkan suaminya yang pada dasarnya Suaminya tidak sakit, dia hanya sedang mengujinya. Ingat, selalu ada alternatif pilihan. 
  3. Untuk ruwatan sendiri, pada kehidupan kita sehari-hari ada yang  melakukan ini. 
  4. Di dunia Mitologi ada Dewa sementara di kehidupan real kita memiliki Tuhan, jadi minta bantuanlah pada Tuhan.
  5. Seorang Ibu, dia sunguh-sungguh menjadi seorang Ibu, ketika Dia bisa menjadi Ibu selayaknya Ibu Kandung baik untuk anak-anaknya sendiri maupun anak-anak yang lainnya.
  6. Tidak mudah bagi seorang suami ditinggal istri daripada Istri di tinggal suami. 
  7. Menonton pertunjukkan Gandamayu setidaknya kita mengenal tokoh-tokoh yang ada dalam Mitologi.
NB: Saya berterima kasih kepada Gedung Kesenian Jakarta yang membolehkan saya untuk mengambil gambar. Tapi sayang, lensa saya kurang panjang (heheheee) , tidak masalah yang penting bisa memotret, thanks ya..  :)

Friday, August 10, 2012

Ngabuburit Ke Kampung Arab Pekojan

Selama bulan puasa ini, terbilang hanya satu kali Ngabuburit. Itu pun ikut bersama dengan Komunitas Jelajah Budaya (KJB) dengan leadernya siapa lagi kalau bukan Mas Kartum.  Ngabuburitnya sendiri diadakan hari Minggu yang lalu,5 Agustus 2012.

Alasan ikut ngabuburit berangkat dari rasa penasaran dengan Kampung Arab Pekojan itu seperti apa keadaannya. Apakah benar sesuai dengan namanya banyak ditinggali orang arab.  Selain itu, salah satu tujuan ngabuburit ke Kampung Arab Pekojan adalah untuk melihat beberapa Mesjid bersejarah yang ada di sana.

Sebelum lanjut ceritanya saya mau informasikan tentang arti dari nama Kampung Arab Pekojan.
Nama Pekojan berasal dari kata Khoja atau Kaja yang berasal dari suatu nama daerah di India yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai pedagang atau saudagar dan beragama Islam.  Selain berdagang, Para Saudagar juga menyebarkan agama islam di daerah ini.

Menurut Prof.  van de Berg dalam bukunya "Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara" menyebutkan Pekojan sebelum dihuni oleh etnis Arab dari Hadramaut terlebih dahulu menjadi kediaman orang-orang Bengali/Koja dari India.

Seperti yang kita ketahui, pada masa VOC ada kebijakan terhadap etnis yang ada di Batavia yaitu dengan menempatkan orang di suatu daerah tertentu berdasarkan etnisnya.
 
Start dari Musuem Bank Mandiri  kita menuju Kampung Arab Pekojan ya lewat belakang Museum. Kukira tadinya kita pergi naik Angkot, ternyata jalan kaki dan itu melewati Pasar Pagi.

Orang China yang Tinggal di Kampung Arab Pekojan
Disepanjang jalan menuju Kampung Arab Pekojan itu telihat bangunan tua. Gayanya sih China dan ternyata kata Mas Kartum, sekarang ini yang tinggal di Kampung Arab Pekojan bukan orang Arab tapi sudah digantikan oleh mayoritas etnis Tionghoa Tapi ya, kita masih bisa berjumpa dengan satu atau dua orang arab di sana. Ya, masih ada lah orang Arab di sana tapi tidak banyak.

Orang yang tinggal di Kampung Arab Pekojan

Bagaimana menurut teman-teman tentang mereka? Mirip  keturunan Tionghoa atau tidak?
Intinya sih di Kampung Arab pekojan, kalau saya lihat selain  ada keturunan etnis Tionghoa, Arab,  suku lain juga ada yang tinggal di sana .

Bangunan Tua

Bangunan tua dengan Huruf China

Pada bangunan tua yang kita lihat di atas ada huruf China. Ini salah satu bukti bahwa memang Orang China sudah tinggal di daerah ini ...

Bangunan Tua Lainnya
 


Pasar Pagi
Pasar Pagi
 Ya, ini dia Pasar Pagi, Kita melewati pasar ini. Dilihat dari gaya bangunannya dan warnanya, itu adalah ciri Khas China.


Masjid Al-Anshor

Masjid Al-Anshor

Masjid Al-Anshor merupakan masjid pertama yang kita jumpai. Letaknya diantara perumahan penduduk. Masuk gang sempit. Masjid Al-Anshor ini berdasar keterangan dari catatannya mas Kartum mulanya merupakan sebuah Surau, dibangun tahun 1648 M.

Tukh dilindungi oleh Pemerintah

Dan ini bagian dalam dari Masjid Al-Anshor:

Bagian dalam Masjid Al-Anshor

Masjid Ar-Raudah

Bagian Dalam Mesjid Ar-Raudah
Bagian dalamnya khususnya mimbarnya tidak terlihat lurus ya.. lihat saja sajadah-sajadah itu.
Ciri khasnya mesjid ini jendelanya Besar-besar dan ada kolam kecil, bekas tempat wudhu zaman dulu, seperti ini:

Kolam kecil tempat wudhu dulu
Kalau lihat kolam kecil itu jadi teringat masjid di kampung halaman. Di Masjid Cijeruk dulu ada kolam yang seperti ini ya ...

Sejarah Masjid Ar-Raudah seperti ini, pada awal abad ke-20 di Pekojan berdiri sebuah madrasah Jamiatul Khair (Perkumpulan kebaikan) yang didirikan pada tahun 1901. Organisasi ini dibentuk oleh Ali dan Idrus, keduanya dari keluarga Shahab. Perkumpulan ini menimbulkan simpati dari tokoh-tokoh islam seperti, KH Ahmad Dahlan yang kita kenal sebagai pendiri Muhammadiyah, HOS Cokroaminoto (pendiri Syarikat Islam) dan H. Agus Salim.

Pada tahun 1903, Jamiatul Khair mengajukan permohonan untuk diakui sebagai organisasi, namun baru tahun 1905 permohonannya dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Dari tempat inilah diperkirakan timbul ide para pemuda Islam kala itu untuk membentuk organisasi lainnya seperti organisasi Budi Utomo yang berdiri tahun 1908.

Jamiatul Khair banyak mendatangkan guru agama dari negara Islam dan juga menyebarkan surat kabar Al-Mu'yat dan majalah Al-Liwa berbahasa Arab yang menyebarkan paham Pan Islamisme di Batavia dan Nusantara. Nah tempat bedirinya Jamiatul Khair sekarang ini, yang biasa disebut Masjid Ar-Raudah.

Masjid An-Nawier

 Dari  masjid Ar-Raudah kita menuju Masjid An-Nawier ...

Lihat tahun didirikanya mesjid ini di atas

Yup, sesuai dengan keterangan di papan nama yang dapat kita baca, Masjid An-Nawier ini dibangun pada tahun 1760 M.

Bagian Mihrab
 Yup, di bagian Mihrab itu ada sebuah mimbar yang dapat dilihat jelas oleh kita. Nah katanya mimbar yang berukir itu hadiah dari Sultan Pontianak yang diberikan pada abad ke-18. Selain itu, di Masjid ini terdapat tiang yang berjumlah 33 buah, seperti berikut ini:

Rangkaian Tiang Masjid
Masjidnya lumayan besar dan memang fokusnya  Masjid ini ada pada bagian depannya (kalau dilihat dari gambar di atas), dengan kata lain bentuk lantainya persegi enam. "Bentuk persegi enam sudah ada ketika zaman Majapahit", kata mas Kartum.

Selain itu, peninggalan yang lain dari  masjid ini berupa Menara setinggi 17 Meter. Menara ini memiliki peranan dalam perang kemerdekaan untuk "Persembunyian" para pejuang dan juga sebagai pengeras suara.
Nah,  saya juga sempat naik ke menara Masjid ini dan melihat sunset dari jendela menara yang terbuka. Seperti inilah pemandangan yang cantik itu.

Sunset dari Menara
Beautiful bukan teman pemandangannya? Sunset memang dapat dinikmati bukan dari tepi pantai. Di dalam kota juga kita bisa menemukan Sunset :)

Oh ya, ternyata di masjid ini ada peninggalan sebuah Makam Syarifah Fatmah binti Husein Alaydrus yang mendapat julukan 'Jide' (nenek kecil), tapi sayang saya gak dapat fotonya ya. Satu hal lagi, masjid An-Nawier ini pada tahun 1850 mengalami rehabilitasi oleh seorang Komandan bernama Dahlan yang berasal dari Banten.

Jembatan Kambing 

Jembatan Kambing

Nah, tepat keluar dari Masjid An-Nawier kita bisa langsung melihat Jembatan Kambing.
Kok namanya Jembatan Kambing ya?
bedasarkan keterangan Mas Kartum bilang memang dulu dipakai untuk mengangkut kambing dari arah Selatan. Kalau kita berjalan dari mengikuti arah motor seperti nampak pada gambar di atas lalu belok kanan, di sana tepat ada kandang kambing ya heheheee... Yup itu benar. tercium bau kambingnya tapi saya tidak jelas melihat kambingnya itu ya :)

Masjid Langgar Tinggi
Ini dia masjid yang terakhir kita kunjungi, namanya Masjid Langgar Tinggi. DIbangun pada tahun 1829 M oleh seorang kapiten Arab yang bernama Syekh Said Naum. Gaya bangunannya mendapat pengaruh dari Eropa dan Tionghoa.

Lihat Masjid ini dengan jelas
Gambar di atas merupakan salah satu sudut pengambilan Masjid Langgar Tinggi ya... dan coba perhatikan sudut pengambilan yang lain berikut ini:

Perhatikan bagian bawahnya

Yup, masjid Langgar Tinggi ini memang unik, khususnya bagian bawahnya. Jadi, bagian bawah Masjid ini dipakai untuk jualan atau berdagang ya. Sementara bagian atasnya merupakan masjid. Oleh karena itulah disebut dengan Masjid Langgar Tinggi karena dua lantai. Untuk langgar sendiri merupakan istilah lain dari Musholla kecil.

So, teman-teman, ngabuburitlah selagi masih puasa atau kalau ada waktu sewaktu waktu jalanlah ke Kampung Arab Pekojan ya, banyak bangunan tua yang dapat kita lihat di sini.