Okey, teman-teman, sudah pernah berkunjung ke UK?
Bukan, bukan UK yang nun jauh di sana alias United Kingdom, tapi yang saya maksudkan di sini adalah Ujung Kulon hehehee .... Ada teman saya yang kejebak dengan istilah ini waktu saya posting momet di Path. Dia katakan, "liburannya jauh sekali", katanya. Hahaahahaa ... saya jelaskan UK sama dengan Ujung Kulon :)
Nah, tepatnya tanggal 29-31 Maret 2013 yang lalu saya pergi ke sana. Berangkat tanggal 29 Maret malam dengan meeting point di Stasiun Tanjung Barat. Untuk menuju ke Stasiun itu dari Kosan naik taxi karena tidak tahu tempatnya dan supaya lebih praktis saja. Duh, ternyata jaraknya lumayan jauh. Mana pramudi Taxinya enggak tahu pasti di mana Stasiunnya. Dia antara ingat dan tidak ingat. tahu tidak kenapa jaraknya lumayan jauh, ternyata dia ambil jalur muter lewat PIM. Bukannya lewat Fatmawati. Hal ini sudah dibuktikan waktu pulang lewat Fatmawati.
Pas sampai di Stasiun sudah banyak peserta dan Sang Leader, Yoki dari Nol Derajat Indonesia (NDI) sudah ada di sana. Kita berangkat menuju Kampung Paniis yang masih dalam satu wilayah dengan Taman Nasional Ujung Kulon. Berangkat malam hari, sampai pada subuh hari dengan kondisi jalanan menuju Kampung Paniis yang bergelombang.
Rombongan menginap dan makan di rumah warga kampung Paniis ya .... Kita dibagi beberapa tempat. Kalau tidak salah ada sekitar tiga rumah yang dipakai menginap (maaf ya mohon koreksi ini) ...
Lanjut ceritanya ya ....
Setelah sarapan sekitar jam sembilan lebih, kita menuju sebuah perahu untuk menyeberang ke Pulau Handeuleum.
|
Add caption |
Airnya waktu itu lagi pasang ya teman-teman. Jadi pas mau naik ke perahu harus canoeing dulu.
|
Masuk perahu |
Perahu yang disiapkan ada dua, karena jumlah rombongan waktu itu banyak ada sekitar 30 orang.
Jarak dari Kampung Paniis ke Pulau Handeleum ada kurang lebih 30 menitan.
|
Teman-teman satu Boat |
Inilah pemandangan yang disuguhkan sepanjang penyebrangan.
|
Pemandangan sepanjang penyebrangan ke Pulau Handeleum |
Tiga puluh menit berlalu, akhirnya kita sampai juga di Pulau Handeleum.
|
Di. Pulau Handeuleum |
Apa saja sih yang ada di Pulau Handeuleum ini?
Di sini ada rumah kecil dan ada juga kantor serta hutan.
|
Resort dan Pesanggrahan di Pulau Handeuleum |
Apa yang kita lakukan di Pulau Handeuleum?
Pertama jelas melihat keadaan di sana. Kemudian mendengarkan penjelasan dari pimpinan rombongan mengenai apa yang akan dilakukan selanjutnya.
|
Menyimak |
Di Pulau Handeuleum ini tepatnya di hutan bagian belakang dari Pesanggrahan terdapat rusa liar dan lainnya. Namanya juga binatang yang bebas meskipun kita mencarinya ke dalam hutan belum tentu akan dapat bertemu dengannya. Jadi, hanya singgah sebentar di sini sambil ambil foto-foto.
Di pulau Handeuleum ini kami dijelaskan tentang transpalantasi terumbu karang dan juga canoeing di Sungai Cigeunteur. Untuk Transplantasi Terumbu Karang ini, akan dilakukan di Pulau Badul. Setelah diberikan penjelasan ini kami langsung berlayar lagi menuju muara sungai Cigeunteur.
|
Canoeing di Sungai Cigeunteur |
Wah, seru sekaligus deg-degan menyusuri Sungai Cigeunteur ini. Suasananya yang menenangkan itu yang membuat deg-degan tapi menyenangkan sekali.
Saya pun menguping pembicaraan sepasang kekasih yang kebetulan duduk di belakang saya. Si Cowok yang bernama Dedi tanya seperti ini "Apa sih yang dipikirkan orang saat seperti ini". Maklum khan suasananya tenang dan dihanyutkan air sungai hehehee...
Terus yang cewek bernama Juli jawabnya seperti ini "Enggak ada yang dipikirkan kosong. Karena orang itu sulit sekali mencari waktu yang kosong untuk menikmati hal-hal seperti ini", kira-kira seperti itu ....
Apa yang dibilang Juli itu betul. Saya benar-benar menikmati ketenangan. Tidak memikirkan persoalan apa pun jua. Yang ada di dalam kepala itu kosong kecuali menikmati yang ada disekeliling. Maka dari itu berliburlah...
Sepanjang penyusuran di Sungai Cigeunteur ini kita bisa menikmati pohon yang mirip palem. Katanya sih pohon aren. Coba lihat saja gambarnya berikut ini.
|
Pohon Aren |
Oh ya sebelum lanjut canoeing kita berhenti dulu di sebuah padang rumput yang luas. Tadinya kita ingin melihat Rusa atau Badak tapi ditunggu-tunggu gak ada. Hanya kotorannya saja yang terlihat sebagai penanda bahwa dia pernah berada di sini. Kalau kata Mas Andre yang juga salah seorang narasumber dari WWF, katanya binatang-binatang itu biasanya muncul pada pagi hari mencari makan.
|
Padang rumput |
Puas dengan canoeing kita lanjut ke Transplantasi terumbu karang di Pulau Badul. Sebelumnya kita dikasih pengarahan sama leader kita Yoki dan juga Mas Andre. Pengarahannya itu terkait bagaimana cara melakukan transplantasi terumbu karang.
Mas Andre mengatakan bahwa kita harus kuat menyelam sampai kedalaman dua meter untuk menyimpan terumbu karang yang sudah diikat. Terumbu karang diikat melalui media beton. Karena hanya lewat beton dia bisa tumbuh. Peserta pun diajari caranya mengikat Terumbu karang pada media beton. Seperti inilah situasinya.
|
Mengikat Terumbu Karang |
Lebih jauh lagi Mas Andre mengatakan bahwa terumbu karang itu bukan tumbuhan tapi dia adalah sejenis hewan. Berkembang biak bisa dengan seksual dan aseksual. Nah, di lain kesempatan Mas Andre juga mengatakan bahwa bibit terumbu karang ini berasal dari budidaya masyarakat Paniis. Dan itu merupakan salah satu program WWF dimana dia ingin mengoptimalkan atau meningkatkan potensi masyarakat di Kampung Paniis.
|
Pulau Badul |
Tahu tidak artinya Kampung Paniis itu apa?
Sewaktu kita berbincang-bincang dengan Yoki, Mas Andre, Lian, Astari, dan teman yang lainnya, mas Andre mengatakan dikatakan Paniis ini karena, ceritanya dulu kalau orang tua punya masalah lalu datang ke Kampung Paniis, mereka merasa masalahnya itu menghilang. Maka disebut Paniis. Paniis khan asal katanya Tiis yang artinya dingin, sejuk, tenang, tenteram. Kalau Tiiseun artinya Sepi kalau Niis artinya menyepi. Ya, seperti itulah maksudnya.
Di sini perlu ditegasin lagi ya, bahwa Komunitas Nol Derajat Indonesia (NDI) ini bekerja sama dengan Mas Andre yang dari WWF itu. Makanya di sini selalu saya sebut.
Saya tidak berpartisipasi dalam transplantasi terumbu karang itu. Soalnya tidak bisa renang. Apalagi kalau harus menyelam sampai kedalaman dua meter. Nah, yang berhasil itu ada salah satunya Penelope. Dia adalah Peserta yang paling tua diantara kita. Seorang Bule tapi jangan lihat luarnya saja. Melainkan kita harus melihat juga kemampuannya. Kagum sama dia. Oh ya bukan berarti saya tidak renang lho, saya juga tetap menceburkan diri dengan memakai pelampung. Gara-garanya kabita atau kepingin karena lihat teman-teman nyemplung. Nasib tidak bisa renang. Maklum sekolahnya dulu di Kampung. Hehehehehe..... Tapi sudahlah ....
Aktivitas hari pertama di Kampung Paniis selesai setelah tranplantasi terumbu karang beres.
Hari kedua atau terakhir tanggal 31 Maret, agenda kita adalah trekking ke Gunung Honje untuk melihat Curug alias air terjun Cisaat.
Nah sebelum trekking itu, di Pagi hari sambil menghilangkan kebosanan, saya jalan-jalan ke tepi pantai sama Mbak Astari sambil mencari sejenis kerang-kerangan.
|
Kerang-Kerangan |
Ada sebuah cerita nih sewaktu jalan pagi bersama Mbak Astari itu. Kita berjalan sepanjang garis pantai sampai pada sebuah Guest house. Ceritanya pagi itu mendung dan hujan, saya ajak Mbak Astari balik lagi ke rumah. Tapi dia menyarankan untuk pulang lewat guest house itu. Masuklah kita ke pekarangannya. Pas mau sampai belakangh rumah tiba-tiba kita tertangkap basah sama anjing penjaga di sana. Akhirnya saya dan Mbak Astari berbalik badan dan berjalan kembali untuk keluar dari pekarangan itu rumah. Hampir saja saya mau lari, tapi Mbak Astari kemudian mengingatkan katanya "jangan lari-jangan lari, kalau lari malah nanti kita dikejar". Saya pun ikutin sarannya Mbak Astari sambil ngomel "Mbak sih, masuk ke pekarangan orang", hahahahahaa... takut maksudnya.
Terbukti, anjing itu tidak mengejar kita tapi mengawasi kita sambil menggonggong. Bayangkan kalau saya lari hahahahaaha.... ada - ada saja. Nah ini dia Guest Housenya.
|
Hati-hati ada anjing pemburu |
Sekitar jam 8an kita sudah balik lagi ke Camp, sarapan dan siap untuk Trekking.
Jalur Trekking yang kita lalui melewati dulu persawahan. Kebetulan lagi disawah itu ada yang lagi panen, pemandangan indah deh.
|
Berjalan di Pematang Sawah |
Setelah melewati persawahan, baru kita memasuki hutan. Hutan yang membagi dua antara wilayah Kampung Paniis dengan Taman Nasional Ujung Kulon.
|
Medan Trekking |
Trekkingnya lumayan panjang dengan medan yang rumit dan menantang tapi seru. Itu bisa dikatakan kali kedua saya ikutan trekking setelah trekking ke Baduy Dalam. Perbedaannya kalau medan trekking ke Baduy Dalam sudah jelas jalannya sementara Trekking menuju Curug Cisaat itu, jalannya belum terbuka. Alias harus buka jalan lagi. Maka dari itu, ada yang jalan lewat bawah dengan mengikuti arus sungai atau jalan menembus pepohonan.
Rasanya terbayar sudah ketika sampai di Curug itu. Tapi Curug yang kita kunjungi ini adalah curug yang paling rendah. Saya pun ikut mandi di sini. Segarnya.
|
Curug Cisaat |
Tapi sayang tidak semua orang ikut menyeburkan diri ke Pancuran itu. Ada laki-laki yang ragu-ragu ada juga yang karena melihat saya berbasah-basah akhirnya ikutan nyebur juga (geer ceritanya) ahahaahaha .....
|
Pin dari Nol Derajat Indonesia |
Demikian tadi ceritanya. Terima kasih untuk NDI (Nol Derajat Indonesia) pimpinan Yoki dan Mas Andre dari WWF. Kerjasamanya sangat menarik. Semoga terumbu karangnya dapat tumbuh dengan baik. Selain itu saya menghimbau Pemerintah setempat untuk memperbaiki jalan yang menuju Kampung Paniis agar banyak yang datang sehingga dapat membantu perekonomian masyarakat setempat. Soalnya kita juga khan menginap dan makan di rumah warga Kampung Paniis.