Jelajah Lombok Tengah
(Berkunjung ke Kampung Sade, Sukarara, dan Melihat Festival Bau Nyale )
Dikarenakan diperbolehkan masuk kedalam, maka saya bisa melihat keadaan di dalam rumah warga Sade. Ternyata untuk dapur mereka tempatkan di bagian atas karena rumah ada dua tingkat. Masih menggunakan tungku dan kayu bakar. Tidak ada kamar-kamar. Jadi mereka tidur dibawah. Tidak ada kursi juga ya, jadi alasnya langsung tanah liat.
Oh ya, di Kampung Sade ini banyak diperjual belikan kain khas. Terkadang yang punya jualan karena sepi pembeli meninggalkan barang dagangannya begitu saja. Kecuali kalau kita mau beli, baru pedagangnya dipanggil dan datang melayani kita.
Kain yang dijual bervariasi ya harganya. Mereka menjualnya mulai dari harga Rp. 75.000,-
Secara keseluruhan, puas dengan kunjungan ke Kampung Sade ini. Karena bisa melihat langsung proses pemintalan atau penenunan yang dilakukan warga di sini.
Di sini setiap pengunjung bisa mencoba lho bagaimana rasanya menenun itu. saya pun tidak mau melewatkan kesempatan yang ada. Makanya menenunlah saya. Di dalam proses menenun itu, setelah habis menyelesaikan satu rangkaian gerakan, maka kayunya harus kita pindahkan melalui bagian belakang benang.
Di kampung Sade ini saya bertemu dengan seorang Nenek yang berdasarkan informasi dari Vitro, Ia adalah warga Sade yang paling tua di sana. Namanya adalah Ibu Mirase.
Tahu tidak, apa komentar dari Ibu atau yang lebih tepatnya disebut dengan Nenek Mirase kepada saya?
Nah, setelah saya dikenalkan oleh Vitro, sang nenek memberi komentar katanya berani benar saya ke Lombok sendirian. Hehehehee.....
Sepertinya Si Nenek tidak pernah pergi sendirian nih khususnya ke tempat jauh.
Faktor yang mendorong saya ke Sukarara adalah ingin melihat yang katanya merupakan pusat tenun.
Nah, saya pada waktu itu punya pertanyaan. Ingin tahu apa sih perbedaan antara Kampung Sade dan Kampung Sukarara. Maka dari itu, kita mencari narasumber yang dapat dihubungi. Kepala Desanya waktu itu tidak ada. Bertemulah saya dengan Pak Kadri. Menurutnya Kampung Sade itu sebagai Kampung Adat dahulu. Tapi seiring dengan berjalannya waktu banyak turis yang datang dan mereka tertarik akan kain tenunan. Oleh karena itu, warga di Kampung Sade punya ide untuk memajang atau menaruh kain itu di tempat yang terbuka. Kalau Kampung Sukarara merupakan tempat khusus tenunan.
Saya juga mendapat tambahan informasi lain dari Bapak Setiadi yang merupakan Ketua Asosiasi Tenun Sukarara. Menurutnya Tidak ada perbedaan antara Sade dan Sukarara. Sama-sama orang Selatan. Sukarara dikenal dengan songketnya dan memiliki juga rumah adat seperti Sade. "Tapi Sukarara tidak bisa mempertahankan rumah adat karena di sini sentral songket kalau Sade mempertahankan rumah adatnya", ujar Setiadi.
Menenun di Sukarara merupakan warisan nenek moyang. Anak-anak ikut menenun mendampingi ibunya. Jadi, mereka bisa melakukannya secara alamiah. "Yang perlu dia pelajari adalah cara pembuatan motif", kata Setiadi.
Ada langkah-langkah ritualnya, kalau tidak lolos bisa kesurupan kata dia. Pembuat motif di Sukarara kata Setiadi ada 5 (lima) orang. Hal ini menjadi rebutan penenun.
Status pada saat saya ngobrol sama Pak Setiadi ini katanya, ada1000 orang anggota yang masuk ke dalam Asosiasi yang dipimpinnya. Jumlah yang 1000 ini terbagi dalam 10 dusun. Masing-masing dusun jatahnya 100 orang penenun yang dapat masuk asosiasi ini.
Untuk bahan baku tenunan sendiri ada yang didatangkan dari luar Lombok. Seperti misalnya Yogya, Makassar dan Palembang.
Ada keuntungan masuk asosiasi. Katanya kalau ada pemesanan lewat asosiasi, maka bisa diberikan pengrajin yang bagus. Di dalam asosiasi ini para anggota dididik untuk rajin dan hemat. Sebab kata Pak Setiadi, tidak bisa selamanya merengek kepada pemerintah. Kalau sukses masih jauh katanya. Kuncinya Hemat dan Rajin.
Pak Setiadi juga membertahu beberapa tahapan proses menenun. Pertama Ngumpuk-ngumpuk terus diane, masukan ke gelang sisir, baru digulung, baru diantar ke pembuat motif. Setelah motifnya jadi baru penenun memilih sendiri motifnya untuk selanjutnya ditenun. Alat tenunnya sendiri bernama Gedogan.
Parade Budaya Putri Mandalika
Setelah mengunjungi kedua kampung saya masih harus lanjut untuk melihat acara Parade Budaya Putri Mandalika yang akan dimulai jam 13.30. Tapi sebelum melihat acaranya saya kembali dulu ke Hotel.
Setelah Isoma, lanjutlah saya dengan Ojeg yang telah menjadi langganan untuk diantar melihat Parade itu. Pas ke lokasi, ternyata acaranya sudah dimulai.
Parade ini diikuti oleh peserta dari anak-anak sekolah, tokoh masyarakat dan masyarakat lainnya. Ada yang berperan sebagai Putri dan Pangeran. Jadi, ada cerita dibalik putri Mandalika ini. Katanya dulu ada seorang putri yang cantik, dan menjadi rebutan para pangeran. Tapi pada akhirnya sang putri tidak memilih salah seorang pangeran pun. Putri itu malah menceburkan dirinya ke dalam laut dan menjelma menjadi nyale atau cacing.
Maka dari itu, masyarakat Lombok sini punya adat Bau Nyale (mencari cacing). Mengenai bau nyale ini nanti ya dibagian berikutnya.
Berlanjut lagi ke Parade.
Parade ini dimulai dari Hotel Tastura Pujut finish di Hotel Novotel Lombok, Kuta, Pujut.
Lumayan jauh rutenya. Tapi kalau dilakukan ramai-ramai tidak terasa lelah, seru jadinya. Tapi saya merasa sedih, sambil memotret Parade ingat teman jadinya. Kalau saja teman-teman saya yang juga punya hobi memotret ikut, moment ini pasti akan terasa lebih seru lagi. Benar-benar menikmati moment itu sendirian.
Parade berakhir di Pantai Kuta atau di belakang Hotel Novotel.
Ketika sampai ini ternyata rombongan di sambut oleh Menkokesra Agung Laksono. Yup, acara core bau nyale ini dibuka oleh Agung Laksono.
Di dalam sambutannya Agung Laksono berujar seperti ini:
"Saya berharap agar tidak saja dinikmati oleh turis dalam atau asing tapi bagaimana kegiatan ini (Bau Nyale-red) dapat membawa secara langsung kemakmuran masyarakat di Nusa Tenggara Barat", ujar Agung.
Parade ini selesai sore. Padahal acara sampai malam dan puncaknya Subuh dilakukan Bau Nyale (pencarian atau penangkapan cacing). Saya Bingung waktu itu, karena hotel dan tempat acara lumayan jauh padahal ingin lihat seluruh rangkaian acara. Di sinilah ingat teman-teman.... Ojeg pun agak susah kalau tidak janjian dulu. Akhirnya diputuskan, tidak mengikuti seluruh rangkaian acara sampai malam. Artinya saya harus pulang kembali ke Hotel dan nanti subuh bagaimana caranya jam 5 itu sudah berangkat ke Pantai Seger lihat Festival Bau Nyale.
Sebelum pulang saya hangout dulu tuh di pesisir alias di belakangnya Hotel Novotel. Hotel inilah yang dekat dengan acara. Tinggal jalan kaki.
Hotelnya bagus. Mungkin di daerah lombok tenngah ini, Novotel lah yang sejauh pengamatan saya paling bagus.
Waktu menjelang maghrib, saya pulang ke hotel dengan menelepon ojeg langganan.
Minggu, 3 Maret 2013
Minggu Pagi, melihat Festival Bau Nyale di Pantai Seger
Hari Minggu sesudah solat Subuh, sekitar jam lima, keluar dari hotel jalan kaki menuju perempatan ja. Berharap ada ojeg yang sudah mangkal. Tapi kenayataannya mana ada satu orang ojeg pun yang mangkal. Saya pun berjalan menuju sebuah warung kecil yang masih buka dan terihat di sana ada sepeda motor.
Mulailah saya bertanya tentang Ojeg, dan mengatakan pada mereka kalau saya ingin melihat festival bau nyale. Mereka pada mulanya tidak bisa membantu juga tapi akhirnya orang yang punya motor menawarkan bantuan untuk mengantar ke sana. Yup, itulah yang saya mau sebenarnya .... hehehehe .....
Kenapa harus subuh-subuh pergi melihat Bau Nyale?
Ini dikarenakan masyarakat di sana mulai mencari cacing dari jam 4 sampai jam 7 pagi. Kalau mataharinya sudah naik, maka cacing biasanya tidak akan terlihat mereka bersembunyi di balik batu-batuan. Nah, ketika dalam kondisi matahari belum terbit, cacing ini pada keluar. Makanya warga di sana harus membawa senter untuk melihat cacingnya.
Perjalanan menuju pantai Seger sangat macet dan rame. Itu dikarenakan acara malamnya. Ada hiburan dari artis Ibu Kota juga. Jadi, arusnya ada yang pulang ada yang datang.
Saya dianterin sama si Mas, yang saya lupa namanya ke Pantai Seger sampai dia ikutan mencari cacing. Cacingnya juga berwana-warni. Ada yang berwana hijau, cokelat dan lainnya. Seperti ini keadaannya.
Saya di Pantai Seger ini ada sampai jam enam. Waktu naik dari pantai Seger kembali ke hotel menikmati pemandangan indah seperti ini.
Kurang tahu persisnya dimana letak sunrise ini. Soalnya tidak tanya. Tapi Indah sekali.
Oh ya ini dia Hotel Kuta Indah yang saya tinggali.
Ke Pantai Senggigi
Nah, saya sudah janjian sama Pak Hadir Sang Supir taxi agar dijemput jam 10.00 Pagi. Ingin ke Pantai Senggigi. Jadi haluan berubah sedikit, dari Lombok Tengah ke Lombok Barat. Dulu, bulan Januari sudah pernah ke sini, tapi khan tidak masuk ke dalam hanya melihat dari bukit seberang. Karena masih belum puas makanya kembali lagi ke sini.
Pas Masuk Senggigi harus bayar Rp. 1000,-
Seperti inilah keadaan Pantai Senggigi dari dekat.
Di Pantai Senggigi ini saya hanya berjalan-jalan sepanjang pesisir dan ambil foto. Selesai dilanjutkan ke lokasi lebih atas lagi. Ingin lihat Pantai Malimbu. Hingga sampailah saya pada sebuah bukit yang viewnya bagus.
Indah khan pemandangannya. Setelah puas mengambil gambar pantai Malimbu ini, kita turun lagi ke bawah. Saya minta makan siang di warung pinggir jalan. Suasananya enak banget, sepi adem ditambah dengan menu makan ikan segar dan pelecing Kangkung, menentramkan jiwa. Jadi Ingin ke sana lagi.
Lanjut, sehabis menikmati keindahan pantai Senggigi dan Malimbu di Lombok Barat, kita kembali lagi ke Lombok Tengah. Saya turun diperempatan tempat mangkalnya ojeg dan minta salah satu dari mereka ngantar saya menikmati semua pantai yang ada di Lombok Tengah.
Are Goling Beach
Pantainya sebenarnya bagus tapi karena ada festival Bau Nyale ini, jadi kotor. Harus dibersihin dulu. Di sini hanya ambil gambar kemudian lanjut lagi ke pantai berikutnya.
Pantai Mawun
Sebelum Pantai Mawun ini ada sebuah pantai lagi. Tapi saya lupa namanya apa. Kalau gak salah sih Mawi. Karena takut salah tidak perlu ya dimasukan. Lanjut ya, dari Pantai Mawun kita menuju pantai terakhir yaitu Pantai Selong Belanak.
Pantai Selong Belanak
Sayang banget waktu ke sana lagi hujan dan awannya hitam. Jadi pemandangannya kurang bagus.
Seperti itulah teman-teman cerita jelajah ke Lombok Tengah. Seru deh, kita bisa menikmati cerita sepanjang perjalanan. Terutama waktu mau pulang dari Selong Belanak. Motor yang aku tumpangi ban dalamnya bocor lalu ditambal lah dulu. Sewaktu nambal saya nunggu di warung dan ngobrol-ngobrol sama anak SD yang lagi menunggu warungnya it. Eh, pas sudah ditambal itu ban kempes lagi. Aku bilang dengan nada kesal. Ya kalau ditambal kempis lagi, seharusnya diganti saja. Akhirnya itu ban dalamnya diganti sama yang baru. Jadinya buang-buang waktu harus nunggu lagi. Hehehehee..... Travelling sendiri itu jangan khawatir. Karena akan selalu ada yang namanya bantuan atau pertolongan.... Karena masih ada orang yang baik.
Berikut ini adalah tambahan beberapa Informasi akomodasi ya.
Tiket pesawat Garuda PP Rp. 1.732.700,-
Penginapan 3 hari di Hotel Kuta Indah Rp. 600.000,- (@Rp. 200.000,-)
Beli Kain Songket dan kerajinan tangan Rp. 860.000,- ( Ini lho yang mahal)
Charter Taxi Setengah hari selama dua hari Rp. 425.000,-
Taxi dari dan ke Bandara Rp. 140.000,-
Ojeg Selama Tiga hari Rp. 90.000,-
Makan di luar fasilitas hotel Rp. 203.000- Ada catatan, kalau kita pesan makan untuk diantar ke Kamar di sini kena biaya layanan kamar lho. Saya juga habis Rp. 13.000,- Jadi lebih baik ditunggu saja dan bawa sendiri makanannya.
Cemilan dan Minuman Rp. 82.000,-
Satu kali laundry (disesuaikan dengan banyaknya cucian) Rp. 14.200,-
Tiket masuk Senggigi Rp. 1.000,-
NB: Puas mengelilingi Lombok Tengah. Tinggal Mengelilingi Gili-gili (harus nyeberang berarti)
(Berkunjung ke Kampung Sade, Sukarara, dan Melihat Festival Bau Nyale )
Travelling
sekarang ini sudah menjadi hobby. Pencarian waktu yang tepat dan lokasi berlibur pun
sudah menjadi bagian yang penting. Tidak hanya itu saja, hunting tiket murah dan penginapan sudah rutinitas dari penyusunan
itinerary Travelling. Berbekal informasi dari hasil googling pada sebuah website, didapatlah sebuah
agenda budaya yang disebut dengan Festival Bau Nyale.
Sebenarnya
Event Bau Nyale ini sudah saya dapatkan informasinya dari teman, tapi ketika googling, menemukan beberapa rangkaian acara sebelum puncak Bau Nyale. Hal ini yang
mendorong saya untuk segera beli tiket Garuda dan booking Kamar
Hotel. Akhirnya diambil keputusan bahwa hari Jumat malam akan terbang ke Lombok dengan
GIA.
Apa
yang dilakukan di Lombok?
Sebelum merinci saya ingin jelaskan bahwa
Event Bau Nyale diselenggarakan di Pantai Seger
yang berada di Lombok Tengah. Oleh karena itu, banyak menjelajah Lombok
Tengah, meskipun hari Minggu ada melihat pantai di Lombok Barat.
Hari Sabtu, 2 Maret 2013
Kampung Sade, Lombok Tengah
Jelajah
Lombok Tengah dimulai pada hari Sabtu. Dikarenakan Lombok Tengah berbeda dengan Kota
Mataram, kendaraan pun di sini sulit. Jadinya harus charter Taxi. Taxi yang
dicharter adalah taxi yang mengantar saya dari Bandara pada Jumat malam. Harga pun
disepakati hanya untuk setengah hari sebesar Rp. 200.000,-
Jam
10 Pagi, Taxi sudah menjemput saya di Hotel Kuta Indah. Saya katakan kepada Pramudi
taxi yang bernama Pak Hadi untuk diantar melihat ke Kampung Sade dan Sukarara.
Dari
hotel ke Kampung Sade ternyata lumayan dekat. Ada sekitar 15 menit begitu pula
dari Bandara Udara Lombok pun sebenarnya dekat. Di dalam bayangan saya Kampung Sade
ini lokasinya masuk kedalam lagi, ternyata dia ada tepat di pinggir jalan. Kalau dari Bandara ada
di sebelah kiri dan dari Hotel saya ada di sebelah kanan. Seperti ini tandanya.
Kampung Sade |
Setibanya di Kampung Sade
saya langsung disambut seorang Guide yang bernama
Vitro. Dia menemani Saya berkeliling melihat Kampung Sade
lebih dekat sambil menjelaskan sejarah atau cerita Kampung ini.
Menurut Vitro Kampung Sade
sudah ada sejak tahun 1079. Luasnya 5 (lima) hektar. Kepala Keluarga yang tinggal di Kampung Sade
berjumlah 152 KK. Sementara Penduduk di sini jumlahnya mencapai angka 700
(tujuh ratus) jiwa. Agama yang dianut mereka adalah Islam
tapi masih menjalankan Budaya Hindu dan Animisme. Pernikahan di sini terjadi antara sepupu misan.
Mengenai perkawinan sebagaimana di terangkan
Vitro, ada dua tradisi. Pertama, Kawin culik,
kedua Kawin Lari. Kawin culik biasanya dilakukan kalau sang
perempuan menolak untuk dinikahi oleh laki-laki. Makanya sang laki-laki,
menculiknya. “Kalau kawin culik, perempuannya semalam diumpetin di
rumah teman atau siapa saja untuk nanti dikembalikan lagi kepada orang tuanya”, ujar
Vitro.
Selanjutnya Vitro menjelaskan bahwa kalau sudah diculik mau tidak mau si perempuan tidak akan menolak lagi untuk dinikahkan.
Hal ini bukan suatu pelanggaran hukum. Lagi pula yang
diculik ada memiliki hubungan kekerabatan. Penculikan biasanya terjadi apabila orang
tua sedang tidak ada di rumah.
Lalu, saya pun
tanya bagaimana dengan perempuan dari Luar Kampung Sade.
Apakah mereka berani menculiknya. Untuk hal ini Vitro mengatakan bahwa mereka tidak berani dan ini hanya berlangsung terjadi
di Kampung Sade saja.
Untuk Kawin lari, hal itu umum terjadi di
Lombok. Biasanya terjadi didasarkan pada rasa saling menyukai.
Penelusuran ke Kampung Sade ini sampai juga pada sebuah rumah
yang unik. Dimana rumah di Kampung Sade
lantainya terbuat dari tanah liat dan dipel dengan kotoran kerbau seminggu sekali. Lantai dilumuri kotoran kerbau lalu kotorannya didiamkan sampai mengering setelah itu, digosok pakai bunga waru.
Hasilnya pun mengkilap. Hal ini menurut Vitro dilakukan agar lantai kuat dan halus. Selain itu juga dianggap Sakral.
Dikarenakan diperbolehkan masuk kedalam, maka saya bisa melihat keadaan di dalam rumah warga Sade. Ternyata untuk dapur mereka tempatkan di bagian atas karena rumah ada dua tingkat. Masih menggunakan tungku dan kayu bakar. Tidak ada kamar-kamar. Jadi mereka tidur dibawah. Tidak ada kursi juga ya, jadi alasnya langsung tanah liat.
Di dalam rumah warga Sade |
Oh ya, di Kampung Sade ini banyak diperjual belikan kain khas. Terkadang yang punya jualan karena sepi pembeli meninggalkan barang dagangannya begitu saja. Kecuali kalau kita mau beli, baru pedagangnya dipanggil dan datang melayani kita.
Ada yang disukai? |
Kain yang dijual bervariasi ya harganya. Mereka menjualnya mulai dari harga Rp. 75.000,-
Secara keseluruhan, puas dengan kunjungan ke Kampung Sade ini. Karena bisa melihat langsung proses pemintalan atau penenunan yang dilakukan warga di sini.
Melestarikan Budaya |
Menenun |
Ibu Mirase |
Nah, setelah saya dikenalkan oleh Vitro, sang nenek memberi komentar katanya berani benar saya ke Lombok sendirian. Hehehehee.....
Sepertinya Si Nenek tidak pernah pergi sendirian nih khususnya ke tempat jauh.
Dan seperti yang terlihat digambar atas, Nenek Mirase ini sedang nyirih atau nginang dalam bahasa Jawa. Dia menggunakan sebuah alat yang bernama "Pelocok". Hal ini dia lakukan karena sudah tidak punya gigi, jadinya menggunakan alat bantu nginang.
Satu cerita lagi yang ingin saya sampaikan dari Kampung Sade ini adalah tentang nama. Kata Vitro, seorang laki-laki atau perempuan yang sudah menikah nama remajanya diganti dengan nama anak pertamanya. Ini berarti nama orang tua dan nama anak sama. Hal ini berlaku untuk administrasi. Tetapi di Kartu Keluarga, yang tercantum adalah nama remajanya lengkap. Kalau di KTP yang tercantum tentu nama sama dengan nama anaknya. Tapi ada keterangannya misalnya "Ibu Teti".
Kampung Sukarara
Selesai mengelilingi Kampung Sade, kita menuju Kampung Sukarara. Pak Hadi yang membawa saya dengan taxinya itu berhenti disebuah tempat yang merupakan pusat kerajinan dan oleh-oleh. Tempat ini bernama Koperasi Darmasetia. Berdiri pada tahun 1990.
Tapi yang membuat saya agak sedikit terkejut adalah, di depan koperasi ini ada saung yang digunakan untuk menenun. Jadi, semacam tempat untuk demo.
Bagian halaman depan Koperasi Dharma Setia |
Nah, saya pada waktu itu punya pertanyaan. Ingin tahu apa sih perbedaan antara Kampung Sade dan Kampung Sukarara. Maka dari itu, kita mencari narasumber yang dapat dihubungi. Kepala Desanya waktu itu tidak ada. Bertemulah saya dengan Pak Kadri. Menurutnya Kampung Sade itu sebagai Kampung Adat dahulu. Tapi seiring dengan berjalannya waktu banyak turis yang datang dan mereka tertarik akan kain tenunan. Oleh karena itu, warga di Kampung Sade punya ide untuk memajang atau menaruh kain itu di tempat yang terbuka. Kalau Kampung Sukarara merupakan tempat khusus tenunan.
Saya juga mendapat tambahan informasi lain dari Bapak Setiadi yang merupakan Ketua Asosiasi Tenun Sukarara. Menurutnya Tidak ada perbedaan antara Sade dan Sukarara. Sama-sama orang Selatan. Sukarara dikenal dengan songketnya dan memiliki juga rumah adat seperti Sade. "Tapi Sukarara tidak bisa mempertahankan rumah adat karena di sini sentral songket kalau Sade mempertahankan rumah adatnya", ujar Setiadi.
Menenun di Sukarara merupakan warisan nenek moyang. Anak-anak ikut menenun mendampingi ibunya. Jadi, mereka bisa melakukannya secara alamiah. "Yang perlu dia pelajari adalah cara pembuatan motif", kata Setiadi.
Ada langkah-langkah ritualnya, kalau tidak lolos bisa kesurupan kata dia. Pembuat motif di Sukarara kata Setiadi ada 5 (lima) orang. Hal ini menjadi rebutan penenun.
Bapak Setiadi bersama penenun di Sukarara |
Status pada saat saya ngobrol sama Pak Setiadi ini katanya, ada1000 orang anggota yang masuk ke dalam Asosiasi yang dipimpinnya. Jumlah yang 1000 ini terbagi dalam 10 dusun. Masing-masing dusun jatahnya 100 orang penenun yang dapat masuk asosiasi ini.
Untuk bahan baku tenunan sendiri ada yang didatangkan dari luar Lombok. Seperti misalnya Yogya, Makassar dan Palembang.
Ada keuntungan masuk asosiasi. Katanya kalau ada pemesanan lewat asosiasi, maka bisa diberikan pengrajin yang bagus. Di dalam asosiasi ini para anggota dididik untuk rajin dan hemat. Sebab kata Pak Setiadi, tidak bisa selamanya merengek kepada pemerintah. Kalau sukses masih jauh katanya. Kuncinya Hemat dan Rajin.
Pak Setiadi juga membertahu beberapa tahapan proses menenun. Pertama Ngumpuk-ngumpuk terus diane, masukan ke gelang sisir, baru digulung, baru diantar ke pembuat motif. Setelah motifnya jadi baru penenun memilih sendiri motifnya untuk selanjutnya ditenun. Alat tenunnya sendiri bernama Gedogan.
Parade Budaya Putri Mandalika
Setelah mengunjungi kedua kampung saya masih harus lanjut untuk melihat acara Parade Budaya Putri Mandalika yang akan dimulai jam 13.30. Tapi sebelum melihat acaranya saya kembali dulu ke Hotel.
Setelah Isoma, lanjutlah saya dengan Ojeg yang telah menjadi langganan untuk diantar melihat Parade itu. Pas ke lokasi, ternyata acaranya sudah dimulai.
Parade Budaya Putri Mandalika |
Maka dari itu, masyarakat Lombok sini punya adat Bau Nyale (mencari cacing). Mengenai bau nyale ini nanti ya dibagian berikutnya.
Berlanjut lagi ke Parade.
Parade ini dimulai dari Hotel Tastura Pujut finish di Hotel Novotel Lombok, Kuta, Pujut.
Lumayan jauh rutenya. Tapi kalau dilakukan ramai-ramai tidak terasa lelah, seru jadinya. Tapi saya merasa sedih, sambil memotret Parade ingat teman jadinya. Kalau saja teman-teman saya yang juga punya hobi memotret ikut, moment ini pasti akan terasa lebih seru lagi. Benar-benar menikmati moment itu sendirian.
Parade berakhir di Pantai Kuta atau di belakang Hotel Novotel.
Ketika sampai ini ternyata rombongan di sambut oleh Menkokesra Agung Laksono. Yup, acara core bau nyale ini dibuka oleh Agung Laksono.
Sambutan oleh Agung Laksono |
"Saya berharap agar tidak saja dinikmati oleh turis dalam atau asing tapi bagaimana kegiatan ini (Bau Nyale-red) dapat membawa secara langsung kemakmuran masyarakat di Nusa Tenggara Barat", ujar Agung.
Parade ini selesai sore. Padahal acara sampai malam dan puncaknya Subuh dilakukan Bau Nyale (pencarian atau penangkapan cacing). Saya Bingung waktu itu, karena hotel dan tempat acara lumayan jauh padahal ingin lihat seluruh rangkaian acara. Di sinilah ingat teman-teman.... Ojeg pun agak susah kalau tidak janjian dulu. Akhirnya diputuskan, tidak mengikuti seluruh rangkaian acara sampai malam. Artinya saya harus pulang kembali ke Hotel dan nanti subuh bagaimana caranya jam 5 itu sudah berangkat ke Pantai Seger lihat Festival Bau Nyale.
Sebelum pulang saya hangout dulu tuh di pesisir alias di belakangnya Hotel Novotel. Hotel inilah yang dekat dengan acara. Tinggal jalan kaki.
Hotelnya bagus. Mungkin di daerah lombok tenngah ini, Novotel lah yang sejauh pengamatan saya paling bagus.
Bagian belakang Hotel Novotel, Kuta - Lombok |
Minggu, 3 Maret 2013
Minggu Pagi, melihat Festival Bau Nyale di Pantai Seger
Hari Minggu sesudah solat Subuh, sekitar jam lima, keluar dari hotel jalan kaki menuju perempatan ja. Berharap ada ojeg yang sudah mangkal. Tapi kenayataannya mana ada satu orang ojeg pun yang mangkal. Saya pun berjalan menuju sebuah warung kecil yang masih buka dan terihat di sana ada sepeda motor.
Mulailah saya bertanya tentang Ojeg, dan mengatakan pada mereka kalau saya ingin melihat festival bau nyale. Mereka pada mulanya tidak bisa membantu juga tapi akhirnya orang yang punya motor menawarkan bantuan untuk mengantar ke sana. Yup, itulah yang saya mau sebenarnya .... hehehehe .....
Kenapa harus subuh-subuh pergi melihat Bau Nyale?
Ini dikarenakan masyarakat di sana mulai mencari cacing dari jam 4 sampai jam 7 pagi. Kalau mataharinya sudah naik, maka cacing biasanya tidak akan terlihat mereka bersembunyi di balik batu-batuan. Nah, ketika dalam kondisi matahari belum terbit, cacing ini pada keluar. Makanya warga di sana harus membawa senter untuk melihat cacingnya.
Perjalanan menuju pantai Seger sangat macet dan rame. Itu dikarenakan acara malamnya. Ada hiburan dari artis Ibu Kota juga. Jadi, arusnya ada yang pulang ada yang datang.
Saya dianterin sama si Mas, yang saya lupa namanya ke Pantai Seger sampai dia ikutan mencari cacing. Cacingnya juga berwana-warni. Ada yang berwana hijau, cokelat dan lainnya. Seperti ini keadaannya.
Bau Nyale |
Sunrise |
Kurang tahu persisnya dimana letak sunrise ini. Soalnya tidak tanya. Tapi Indah sekali.
Oh ya ini dia Hotel Kuta Indah yang saya tinggali.
Hotel Kuta Indah |
Ke Pantai Senggigi
Nah, saya sudah janjian sama Pak Hadir Sang Supir taxi agar dijemput jam 10.00 Pagi. Ingin ke Pantai Senggigi. Jadi haluan berubah sedikit, dari Lombok Tengah ke Lombok Barat. Dulu, bulan Januari sudah pernah ke sini, tapi khan tidak masuk ke dalam hanya melihat dari bukit seberang. Karena masih belum puas makanya kembali lagi ke sini.
Pas Masuk Senggigi harus bayar Rp. 1000,-
Seperti inilah keadaan Pantai Senggigi dari dekat.
Pantai Senggigi |
Pantai Malimbu |
Lanjut, sehabis menikmati keindahan pantai Senggigi dan Malimbu di Lombok Barat, kita kembali lagi ke Lombok Tengah. Saya turun diperempatan tempat mangkalnya ojeg dan minta salah satu dari mereka ngantar saya menikmati semua pantai yang ada di Lombok Tengah.
Are Goling Beach
Are Goling Beach |
Pantainya sebenarnya bagus tapi karena ada festival Bau Nyale ini, jadi kotor. Harus dibersihin dulu. Di sini hanya ambil gambar kemudian lanjut lagi ke pantai berikutnya.
Pantai Mawun
Pantai Mawun |
Pantai Selong Belanak
Pantai Selong Belanak |
Seperti itulah teman-teman cerita jelajah ke Lombok Tengah. Seru deh, kita bisa menikmati cerita sepanjang perjalanan. Terutama waktu mau pulang dari Selong Belanak. Motor yang aku tumpangi ban dalamnya bocor lalu ditambal lah dulu. Sewaktu nambal saya nunggu di warung dan ngobrol-ngobrol sama anak SD yang lagi menunggu warungnya it. Eh, pas sudah ditambal itu ban kempes lagi. Aku bilang dengan nada kesal. Ya kalau ditambal kempis lagi, seharusnya diganti saja. Akhirnya itu ban dalamnya diganti sama yang baru. Jadinya buang-buang waktu harus nunggu lagi. Hehehehee..... Travelling sendiri itu jangan khawatir. Karena akan selalu ada yang namanya bantuan atau pertolongan.... Karena masih ada orang yang baik.
Berikut ini adalah tambahan beberapa Informasi akomodasi ya.
Tiket pesawat Garuda PP Rp. 1.732.700,-
Penginapan 3 hari di Hotel Kuta Indah Rp. 600.000,- (@Rp. 200.000,-)
Beli Kain Songket dan kerajinan tangan Rp. 860.000,- ( Ini lho yang mahal)
Charter Taxi Setengah hari selama dua hari Rp. 425.000,-
Taxi dari dan ke Bandara Rp. 140.000,-
Ojeg Selama Tiga hari Rp. 90.000,-
Makan di luar fasilitas hotel Rp. 203.000- Ada catatan, kalau kita pesan makan untuk diantar ke Kamar di sini kena biaya layanan kamar lho. Saya juga habis Rp. 13.000,- Jadi lebih baik ditunggu saja dan bawa sendiri makanannya.
Cemilan dan Minuman Rp. 82.000,-
Satu kali laundry (disesuaikan dengan banyaknya cucian) Rp. 14.200,-
Tiket masuk Senggigi Rp. 1.000,-
NB: Puas mengelilingi Lombok Tengah. Tinggal Mengelilingi Gili-gili (harus nyeberang berarti)
No comments:
Post a Comment