Search This Blog

Friday, August 10, 2012

Ngabuburit Ke Kampung Arab Pekojan

Selama bulan puasa ini, terbilang hanya satu kali Ngabuburit. Itu pun ikut bersama dengan Komunitas Jelajah Budaya (KJB) dengan leadernya siapa lagi kalau bukan Mas Kartum.  Ngabuburitnya sendiri diadakan hari Minggu yang lalu,5 Agustus 2012.

Alasan ikut ngabuburit berangkat dari rasa penasaran dengan Kampung Arab Pekojan itu seperti apa keadaannya. Apakah benar sesuai dengan namanya banyak ditinggali orang arab.  Selain itu, salah satu tujuan ngabuburit ke Kampung Arab Pekojan adalah untuk melihat beberapa Mesjid bersejarah yang ada di sana.

Sebelum lanjut ceritanya saya mau informasikan tentang arti dari nama Kampung Arab Pekojan.
Nama Pekojan berasal dari kata Khoja atau Kaja yang berasal dari suatu nama daerah di India yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai pedagang atau saudagar dan beragama Islam.  Selain berdagang, Para Saudagar juga menyebarkan agama islam di daerah ini.

Menurut Prof.  van de Berg dalam bukunya "Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara" menyebutkan Pekojan sebelum dihuni oleh etnis Arab dari Hadramaut terlebih dahulu menjadi kediaman orang-orang Bengali/Koja dari India.

Seperti yang kita ketahui, pada masa VOC ada kebijakan terhadap etnis yang ada di Batavia yaitu dengan menempatkan orang di suatu daerah tertentu berdasarkan etnisnya.
 
Start dari Musuem Bank Mandiri  kita menuju Kampung Arab Pekojan ya lewat belakang Museum. Kukira tadinya kita pergi naik Angkot, ternyata jalan kaki dan itu melewati Pasar Pagi.

Orang China yang Tinggal di Kampung Arab Pekojan
Disepanjang jalan menuju Kampung Arab Pekojan itu telihat bangunan tua. Gayanya sih China dan ternyata kata Mas Kartum, sekarang ini yang tinggal di Kampung Arab Pekojan bukan orang Arab tapi sudah digantikan oleh mayoritas etnis Tionghoa Tapi ya, kita masih bisa berjumpa dengan satu atau dua orang arab di sana. Ya, masih ada lah orang Arab di sana tapi tidak banyak.

Orang yang tinggal di Kampung Arab Pekojan

Bagaimana menurut teman-teman tentang mereka? Mirip  keturunan Tionghoa atau tidak?
Intinya sih di Kampung Arab pekojan, kalau saya lihat selain  ada keturunan etnis Tionghoa, Arab,  suku lain juga ada yang tinggal di sana .

Bangunan Tua

Bangunan tua dengan Huruf China

Pada bangunan tua yang kita lihat di atas ada huruf China. Ini salah satu bukti bahwa memang Orang China sudah tinggal di daerah ini ...

Bangunan Tua Lainnya
 


Pasar Pagi
Pasar Pagi
 Ya, ini dia Pasar Pagi, Kita melewati pasar ini. Dilihat dari gaya bangunannya dan warnanya, itu adalah ciri Khas China.


Masjid Al-Anshor

Masjid Al-Anshor

Masjid Al-Anshor merupakan masjid pertama yang kita jumpai. Letaknya diantara perumahan penduduk. Masuk gang sempit. Masjid Al-Anshor ini berdasar keterangan dari catatannya mas Kartum mulanya merupakan sebuah Surau, dibangun tahun 1648 M.

Tukh dilindungi oleh Pemerintah

Dan ini bagian dalam dari Masjid Al-Anshor:

Bagian dalam Masjid Al-Anshor

Masjid Ar-Raudah

Bagian Dalam Mesjid Ar-Raudah
Bagian dalamnya khususnya mimbarnya tidak terlihat lurus ya.. lihat saja sajadah-sajadah itu.
Ciri khasnya mesjid ini jendelanya Besar-besar dan ada kolam kecil, bekas tempat wudhu zaman dulu, seperti ini:

Kolam kecil tempat wudhu dulu
Kalau lihat kolam kecil itu jadi teringat masjid di kampung halaman. Di Masjid Cijeruk dulu ada kolam yang seperti ini ya ...

Sejarah Masjid Ar-Raudah seperti ini, pada awal abad ke-20 di Pekojan berdiri sebuah madrasah Jamiatul Khair (Perkumpulan kebaikan) yang didirikan pada tahun 1901. Organisasi ini dibentuk oleh Ali dan Idrus, keduanya dari keluarga Shahab. Perkumpulan ini menimbulkan simpati dari tokoh-tokoh islam seperti, KH Ahmad Dahlan yang kita kenal sebagai pendiri Muhammadiyah, HOS Cokroaminoto (pendiri Syarikat Islam) dan H. Agus Salim.

Pada tahun 1903, Jamiatul Khair mengajukan permohonan untuk diakui sebagai organisasi, namun baru tahun 1905 permohonannya dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Dari tempat inilah diperkirakan timbul ide para pemuda Islam kala itu untuk membentuk organisasi lainnya seperti organisasi Budi Utomo yang berdiri tahun 1908.

Jamiatul Khair banyak mendatangkan guru agama dari negara Islam dan juga menyebarkan surat kabar Al-Mu'yat dan majalah Al-Liwa berbahasa Arab yang menyebarkan paham Pan Islamisme di Batavia dan Nusantara. Nah tempat bedirinya Jamiatul Khair sekarang ini, yang biasa disebut Masjid Ar-Raudah.

Masjid An-Nawier

 Dari  masjid Ar-Raudah kita menuju Masjid An-Nawier ...

Lihat tahun didirikanya mesjid ini di atas

Yup, sesuai dengan keterangan di papan nama yang dapat kita baca, Masjid An-Nawier ini dibangun pada tahun 1760 M.

Bagian Mihrab
 Yup, di bagian Mihrab itu ada sebuah mimbar yang dapat dilihat jelas oleh kita. Nah katanya mimbar yang berukir itu hadiah dari Sultan Pontianak yang diberikan pada abad ke-18. Selain itu, di Masjid ini terdapat tiang yang berjumlah 33 buah, seperti berikut ini:

Rangkaian Tiang Masjid
Masjidnya lumayan besar dan memang fokusnya  Masjid ini ada pada bagian depannya (kalau dilihat dari gambar di atas), dengan kata lain bentuk lantainya persegi enam. "Bentuk persegi enam sudah ada ketika zaman Majapahit", kata mas Kartum.

Selain itu, peninggalan yang lain dari  masjid ini berupa Menara setinggi 17 Meter. Menara ini memiliki peranan dalam perang kemerdekaan untuk "Persembunyian" para pejuang dan juga sebagai pengeras suara.
Nah,  saya juga sempat naik ke menara Masjid ini dan melihat sunset dari jendela menara yang terbuka. Seperti inilah pemandangan yang cantik itu.

Sunset dari Menara
Beautiful bukan teman pemandangannya? Sunset memang dapat dinikmati bukan dari tepi pantai. Di dalam kota juga kita bisa menemukan Sunset :)

Oh ya, ternyata di masjid ini ada peninggalan sebuah Makam Syarifah Fatmah binti Husein Alaydrus yang mendapat julukan 'Jide' (nenek kecil), tapi sayang saya gak dapat fotonya ya. Satu hal lagi, masjid An-Nawier ini pada tahun 1850 mengalami rehabilitasi oleh seorang Komandan bernama Dahlan yang berasal dari Banten.

Jembatan Kambing 

Jembatan Kambing

Nah, tepat keluar dari Masjid An-Nawier kita bisa langsung melihat Jembatan Kambing.
Kok namanya Jembatan Kambing ya?
bedasarkan keterangan Mas Kartum bilang memang dulu dipakai untuk mengangkut kambing dari arah Selatan. Kalau kita berjalan dari mengikuti arah motor seperti nampak pada gambar di atas lalu belok kanan, di sana tepat ada kandang kambing ya heheheee... Yup itu benar. tercium bau kambingnya tapi saya tidak jelas melihat kambingnya itu ya :)

Masjid Langgar Tinggi
Ini dia masjid yang terakhir kita kunjungi, namanya Masjid Langgar Tinggi. DIbangun pada tahun 1829 M oleh seorang kapiten Arab yang bernama Syekh Said Naum. Gaya bangunannya mendapat pengaruh dari Eropa dan Tionghoa.

Lihat Masjid ini dengan jelas
Gambar di atas merupakan salah satu sudut pengambilan Masjid Langgar Tinggi ya... dan coba perhatikan sudut pengambilan yang lain berikut ini:

Perhatikan bagian bawahnya

Yup, masjid Langgar Tinggi ini memang unik, khususnya bagian bawahnya. Jadi, bagian bawah Masjid ini dipakai untuk jualan atau berdagang ya. Sementara bagian atasnya merupakan masjid. Oleh karena itulah disebut dengan Masjid Langgar Tinggi karena dua lantai. Untuk langgar sendiri merupakan istilah lain dari Musholla kecil.

So, teman-teman, ngabuburitlah selagi masih puasa atau kalau ada waktu sewaktu waktu jalanlah ke Kampung Arab Pekojan ya, banyak bangunan tua yang dapat kita lihat di sini.

No comments:

Post a Comment