Search This Blog

Tuesday, June 18, 2013

Perayaan Peh Cun 2013 di Tangerang

Ceritanya lagi ngebet pengen traveling lagi. Kemana pun itu, intinya kalau masih ada kaitannya dengan Kebudayaan pasti akan menarik. Bermula dari melihat sebuah tawaran traveling oleh salah satu media ke Tangerang untuk  melihat Perayaan Peh Cun, akhirnya diputuskan pergi ke sana pada hari Sabtu, 15 Juni 2013.

Tadinya mau gabung sama mereka, tapi setelah dipikir-dipikir kalau tarifnya Rp. 500.000,- itu terlalu mahal. Lagi pula sudah pernah ke Tangerang dulu sama KJB naik kareta, jadi mendingan sendiri saja.

Perayaan Peh Cun, Tangerang
Untuk memastikan rute, saya konfirmasi ulang sama Mas Kartum, yang dulu pernah ke sana. Saya lalu putuskan naik kereta dari Stasiun Kota dengan tiga kali pemberhentian yaitu di Stasiun Kampung Bandan, Duri dan terakhir Tangerang. Tarifnya murah kok, hanya Rp. 7500,- ...

Hari Sabtu pagi sekitar jam 8 pagi saya sudah sampai Tangerang dan alhamdulilah kereta sepi karena bukan hari kerja. Dari Stasiun Tangerang, Saya diantar ojek ke Sungai Cisadane karena memang perayaannya di sana. Tapi kok merasa aneh soalnya sepi. Kebetulan waktu itu ketemu dengan pengunjung lain dan saya tanya-tanya. Ternyata lokasi perayaan Peh Cun ada di sebelah Babakannya, sementara yang aku datangi itu festival Cisadane yang diadakan oleh Pemda Tangerang.

Pas sampai ke bagian Dermaga Sungai Cisadane untuk Peraayaan Peh Cun, di sana sudah ada beberapa orang. Tidak terlalu ramai, saya lihat. Para panitia lagi persiapan untuk perlombaan menangkap bebek. 

Bebek yang akan ditangkap peserta pun diberi pita warna merah. Itu menandakan bahwa peserta yang berhasil menangkap bebek berpita merah akan mendapat doorprize. 
Bebeknya di beri pita merah
Selain bebek yang diberi pita merah, peserta yang ikut lomba pun diberi peta merah. Panitia bilang,  peserta yang berhasil menangkap bebek berpita merah tapi dia sendiri tidak memakai pita merah, maka tidak akan sah. 

Peserta memakai pita merah

Terkait perlombaan menangkap bebek ini, saya sempat bertanya kepada Pak Toni, salah seorang panitia, karena itulah yang saya lihat. Dia memakai kaos yang sama dengan panitia lainnya. 

"Apa sih Pak makna dari perlombaan bebek ini?" 
"Tidak ada maknanya ini hanya sebuah perayaan saja. Jadi, nanti selain ada perlombaan menangkap bebek ada juga perlombaan perahu tradisional", jawab Pak Toni. 
"Selain perlombaan ini apakah ada kegiatan lainnya atau yang khas dalam rangka perayaan Peh Cun?".
"Biasanya masyarakat suka membuat bakcang di rumah".

Itu tadi kira-kira obrolan selintas saya dengan Pak Toni. Tadinya masih mau mengobrol, tapi karena saya diusir dari dermaga harus naik ke atas maka obrolan pun terhenti. 

Lumayan lama kita menunggu perlombaan menangkap bebek ini dimulai, karena menunggu Pak Walikota. Mekanisme perlombaannya adalah bebek akan dilepas di sungai, para peserta harus naik ke perahu sebelum berenang menangkap bebek.

Lalu, bagaimana dengan wartawan yang ingin mengabadikan foto?

Ya, mereka disediakan perahu. Melihat mereka naik perahu jadi ingin ikutan, tapi sayang tidak punya ID card wartawan. Beruntungnya ada perahu yang disewakan, jadi saya dan pengunjung yang lain sewa perahu sendiri. 

Siap beraksi
 Wartawan pun siap beraksi.

Wartawan siap mengabadikan
Perlombaan pun dimulai ketika Wakil Walikota Tangerang sudah berada di lokasi. Dia naik perahu, menaburkan bunga kemudian melepas bebek.

Menabur Bunga dulu

Dan ini dia pertarungan menangkap bebek.

Perlombaan

Hasil tangkapan.

Tangkapan Bebek
Seperti itulah kira-kira perayaan Peh Cun. Tapi sayang, perayaan tidak sampai selesai soalnya hujan turun deras. Sepertinya perlombaan perahu tradisionalnya tidak jadi. Saya waktu itu langsung pulang dan tidak bayar perahu. Sempat bertanya-tanya, kenapa gak ditagih. Karena penumpang yang satu perahu pun langsung pulang otomatis saya pun pulang juga.

Nah sebelum saya tutup cerita ini, ada satu lagi yang ingin disampaikan tentang apa itu Festival Peh Cun. Informasinya ini didapat dari Iklannya Media Indonesia.
Setiap tanggal 5 di bulan kelima penanggalan Imlek, masyarakat peranakan Tionghoa di Tangerang merayakan Peh Cun. Kata Peh Cun berasal dari Pe liong cun, yang artinya mendayung perahu naga. Perayaan Peh Cun ini merupakan tradisi leluhur Tionghoa yang dilanjutkan secara turun temurun yang pada mulanya dilaksanakan untuk mengenang kematian seorang jenderal besar bernama Qu Yuan yang setia dari negara Chu (339-278 SM). Sang Jenderal adalah pejabat yang banyak berjasa dalam memajukan negaranya. Namun sayang, salah seorang anggota kerajaan tak berkenan padanya, dan akhirnya sang jenderal diusir dari negari Chu. Sedih dan cemas akan masa depan negerinya, sang jenderal memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan melompat ke sungai. Rakyat yang sedih kemudian mencari jenazah sang jenderal di sungai. Mereka melemparkan nasi dan makanan lain ke dalam sungai dengan tujuan supaya ikan dan binatang lainnya tidak mengganggu jenazah sang jenderal. Agar naga penghuni sungai juga tidak mengganggu, makanan-makanan itu juga dibungkus dengan daun-daunan, yang kini kita sebut bakcang. Legenda para nelayan yang setia mencari jenazah sang menteri dengan berperahu ini akhirnya menjadi tradisi dan cikal-bakal dari perlombaan perahu naga yang diselenggarakan tiap tahun.


Seperti itulah cerita dibalik perayaan Peh Cun. Tapi memang kayaknya kalau kita tanya kepada masyarakat Tionghoa pun, saya yakin tidak semuanya tahu tentang cerita dibalik perayaan Peh Cun.  Hal ini dikarenakan kita apa pun budayanya, cenderung ikut warisan turun temurun tanpa tahu apa makna sebenarnya.

NB: Murah kok, total biaya  tidak sampai menghabiskan Rp.100.000,-  merupakan keputusan tepat untuk pergi sendiri.

Friday, May 24, 2013

Main Gasing di Kota Tua

Siapa diantara teman-teman yang datang ke Kota Tua pada tanggal 18 Mei lalu?
Yup, waktu itu di sana lagi ada acara Pameran Museum Nasional. Niat utama pergi ke Kota Tua memang untuk melihat pameran museum, tapi pas nyampe di sana, malah makan pecel lalu tiba-tiba tertarik sama pertunjukkan gasing oleh Komunitas Gasing Indonesia.

Aku bisa main gasing
Seru deh,  jadinya tidak sekali pun melihat stand pameran museum, malah asyik mengambil gambar mereka yang lagi bermainan gasing.

Dikarenakan asyik banget ambil foto dan mungkin gak beranjak dari tempat itu, tiba-tiba seorang anggota Komunitas yang bernama Dias dengan suara khas Wong Jawa, menawari saya untuk bermain gasing. Mula-mula dia membantu mengikatkan tali gasing di tangan lalu menyuruh saya melepas gasing itu.

"Nah, kalau bermain gasing itu, terlalu pede gak akan jadi, ragu-ragu pun sama, jadi harus seimbang sama dengan hidup", tutur Dias sesaat sebelum gasing itu saya lepaskan ....
Mengikat Tali gasing
Wow .... Lepasan yang pertama, aku kurang ingat langsung berhasil apa tidak, tapi untuk permainan  selanjutnya berhasil....

Seruuu deh ... Kemudian Dias, mengajari saya caranya mengikat tali gasing (seperti gambar yang dapat dilihat di atas).

"Nah, mengikatnya harus kuat supaya gasingnya tidak berlari ke sana kemari. Cara mengikatnya pun harus berlawanan dengan arah jarum jam", terangnya.

Ajaran yang dia transfer ke saya akhirnya berhasil dipraktekan.

Di halaman Museum fatahilah, Kota Tua itu, memang ada dua arena yang disediakan untuk bermain gasing.

Pada area yang lainnya, medianya berupa meja yang agak tinggi mungkin ada setengah meter. Yang bermain di meja itu salah satunya ada Pak Abbas. Coba lihat atraksi dia itu.

Pak Abbas Beratraksi
Dan ini atraksi dari teman-teman yang lainnya ...

Atraksi yang lainnya 
Dan ini videonya, apabila ingin melihat tayangannya langsung ....

 



Tadinya saya mau bahas jenis-jenis gasing, tapi berhubung  waktu saya lagi mepet, di lain kesempatan saja ya,  saya share lagi.
Sebelum saya tutup ada beberapa point yangbisa diperhatikan dalam permainan gasing.


Gasing yang sedang berputar

  1. Bermain gasing, tangan kananlah yang digunakan untuk bermain gasing, tapi kalau kidal, kurang tahu ya ... barangkali tangan kiri. 
  2. Tali yang telah diikat di gasing dipegang oleh tiga jari (dari jari manis sampai kelingking). 
  3. Jari Telunjuk lurus. 
  4. Ujung atau ekor gasing menghadap ke sebelah kiri tangan dan kepalanya di sebelah kanan. 
  5. Kaki kiri di depan dan jadi tumpuan. 
  6. Tangan Kanan yang lagi memegang gasing diayun-ayunkan, lalu kalau sudah pasti, gasing dilepaskan ke media. 
  7. Kalau berhasil, gasing akan berputar sempurna.
 Oh ya ada satu tips lagi, begini ya kalau kita lagi berada di suatu moment yang menarik lalu kita ingin mengambil gambar yang bagus, jangan ragu untuk bertanya sama sang master fotografi. Karena itulah yang saya lakukan. Bertanya pada sang ahlinya. Orang yang saya minta ilmunya itu gak pelit untuk memberi tahu. Katanya kalau ingin mendapatkan gambar yang bagus alias objek gambar yang sedang bergerak itu tidak beku, maka setting Dafragma sampai dimentokkan ke angka yang paling besar (bukaan kecil) dan kecepatannya di tiga detik. Isonya cukup 100. Gambar diatas itu (gasing yang sedang berputar) hasilnya. Terima kasih ya untuk ilmunya. Sayang saya gak bertanya nama.

Itulah kira-kira pengalaman bermain gasing yang ingin saya sharing... nantikan cerita berikutnya ya. 

Monday, May 13, 2013

Mengoleksi Majalah dari Garuda

Memakai jasa layanan maskapai penerbangan tertentu pasti ada alasannya. Nah, kalau boleh tahu, apa alasan teman-teman memilih maskapai itu?

 Kalau saya sendiri mau apa pun maskapainya, pasti jalan. Tapi kalau disuruh milih tentu saya punya pilihan sendiri. Apalagi kalau Dinas Luar, itu standarnya kita pakai Garuda Indonesia. Meskipun tarifnya mahal, tapi kalau Dinas Luar menjadi tanggung jawab  kantor. 

Ada hal lain yang membuat saya senang dengan menggunakan jasa layanan Garuda Indonesia adalah mengoleksi Majalahnya. Lihat majalah di bawah ini. Namanya COLOURS.

Majalah Garuda Terbaru dengan Nama Colours
Majalah itu, baru saya dapatkan tadi di kantor dari teman, sebutlah nama gaulnya "Bung Rocky", heheheheheee..... Itu nama yang muncul di Profil BBMnya. Awal mula ceritanya seperti ini, teringat saya ini sudah pertengahan bulan Mei dan belum Dinas Luar. Memang kalau yang personil perempuan sekarang ini jarang Dinas Luar. Terlebih saya, kurang suka juga sama protokoler. Maksudnya kalau jadi protokoler, saya kurang menguasai. Kalau kebalikannya diprotokolerin? ya, itu hal lain. 

Kalau pun harus Dinas Luar, biasanya saya bertugas membuat realese, teman yang lain jadi protokoler. Berbagi tugaslah. Okey, lanjut lagi ceritanya. Karena merasa tidak akan Dinas Luar bulan ini, otomatis tidak akan naik pesawat (Baca Garuda-red). Kalau tidak naik pesawat berarti, lenyaplah kesempatan saya untuk mengoleksi majalah Colours setiap bulannya. Untuk itulah saya carilah teman yang Dinas Luar. Semua contact list BBM saya sisir satu persatu. Akhirnya ada dua orang teman yang sedang ke Luar Kota. 

Temanku, Rahma,  lagi berbulan Madu ke Belitung.  Katanya Garuda tidak melayani rute ke Belitung, jadi dia mau usahain cari Majalahnya di Lounge Garuda. Terus saya beralih ke teman yang lain, Bung Rocky, karena statusnya lagi di Labuan Bajo. Maklum, Big Boss waktu itu lagi ada kunjungan ke sana. Titiplah saya padanya untuk dibawakan majalah garuda (colours), tentu kalau dia pulang naik garuda dan saya yakinkan dia juga bahwa majalah itu bisa dibawa pulang kok. 

Terus, tadi pagi sewaktu lagi duduk menghadap komputer, dia tiba-tiba menyerahkan majalah itu sebelum kupinta. Duh, senang sekali, akhirnya dia ingat dan berniat sekali membawakan untukku. Terima Kasih ya Bung Rocky. Sebenarnya bukan dia saja yang pernah kuminta bantuannya, ada juga Mas Deni dan Lutfi. hehehehehe ......

Terima kasih pokoknya pada teman-teman yang sudah sudi dan berkorban untuk membawa pulang sebuah majalah untuk saya, semoga kebaikan teman-teman dibalas oleh Yang Maha Kuasa. Amien .... 

Oh ya, sebelum namanya berubah menjadi Colours, awalnya bernama GARUDA, tentu dengan huruf besar semua. 
Sebelum berubah nama
Ingin tahu mengapa perusahaan mengubah namanya menjadi Colours? 
Ini alasannya yang saya dapatkan pada sebuah kata sambutan dari President & CEO PT. Garuda Indonesia (Persero) Tb:

'Garuda' saat ini berubah nama menjadi 'Colours'. Suatu nama tentulah memiliki makna dan arti, terlebih lagi  bagi kami di Garuda, yang saat ini sedang terus melaksanakan berbagai program perbaikan dan pengembangan di seluruh aspek kegiatan perusahaan. 

'Colours' menggambarkan kekayaan dan keanekaragaman alam, seni, budaya dan masyarakat Indonesia, dan sesuai filosofi (brand) kami - diversity drives dynamism- berbagai perbedaan yang ada mendorong Garuda untuk terus bergerak dinamis ke depan.

Seperti itulah keterangan dari redaksi. 
Lantas apa perbedaan antara majalah Garuda dan Colours? 
  • Dari ukuran  Huruf : Setelah diperhatikan Majalah dengan nama yang lama, ukuran tulisannya lebih besar daripada yang sekarang. Kalau majalah yang sekarang 'Colours', ukuran hurufnya lebih kecil jadi terkesan padat. 
  • Bahasa:  Masih sama, menggunakan dua bahasa Indonesia dan Inggris. Setiap tulisan dalam bahasa inggris dibawahnya atau di sampingnya langsung ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Hal ini yang menjadikan tulisan padat.
  • Selain itu, pada Colours, disetiap foto diberi nomor. Nomor itu untuk memudahkan redaksi atau pembaca mendapatkan keterangan gambar. 
  • Ada pun jumlah halaman masih sama sekitar dua ratus lebih. 
  • Dililhat dari kualitas Gambarnya, bisa bersaing dengan National Geographic Traveler.
Kurang lebih seperti itulah pengamatan saya terhadap majalah itu. Jadinya kangen ingin nulis artikel lagi. Sayang majalah Inforum di  kantor lagi mati suri.

Majalah yang dikeluarkan Garuda ini ternyata saya koleksi dari tahun 2011. Tapi yang 2011 hanya ada satu edisi. Kalau Tahun 2013 ini, lengkap ada, mulai dari bulan Januari-Mei  2013. 

Colours dari bulan Maret - Mei
 Majalah dengan nama baru 'Colours' ini mulai diterbitkan pada bulan Maret ya. Saya beruntung banget pas keluar pertama kali dengan nama baru, itu pas dengan saya Dinas Luar. Jadi, saya sendiri yang ambil. Majalah ini memang Personal Copy sifatnya, jadi bisa dibawa pulang. Jangan khawatir ya. 

Selain majalah, apa lagi yang membuat kita tertarik dengan suatu maskapai penerbangan?
Menu Makan di dalam  Garuda 

Jawabannya tentu makanannya. Tapi soal makanan ini bisa dikesampingkan. Hal ini sebandinglah dengan tarifnya yang mahal. Mengapa maskapai lain lebih murah? ya, karena mereka tidak ada makan dan juga tidak ada fasilitas hiburan lainnya. Semacam movie atau musik. Seperti itulah. Jadi memang fasilitas sebanding dengan harganya. 

Well, di akhir kata, teman-teman kalau suatu hari pergi dengan garuda, ingat saya dan ingat majalahnya, lalu ingat saya lagi ya hehehehehee.... 

Terima kasih ya, sudah membantu menambah koleksi majalahnya ..... Untuk pihak Garuda dan juga maskapai penerbangan lainnya, semoga dapat terus meningkatkan kualitas pelayanannya, sehingga pelanggan puas.

Saturday, May 11, 2013

Nonton Cinta Brontosaurus

Akhirnya Nonton
Sejak kebangkitan Film nasional dan banyak novel yang diangkat ke layar lebar, saya jadi apresiasi. Mulai dari Laskar Pelangi sampai film baru yang keluar Satu Minggu kemarin karyanya Raditya Dika "Cinta Brontosaurus" tidak ketinggalan ditonton. 
Memang sudah ada niat ingin nonton, tapi tidak Sabtu ini. Alasannya agak malas saja keluar kosan kalau tidak karena teman, Nurul, yang ngajak mungkin tidak kemana-mana hari ini.  

Nontonlah saya sama Nurul yang jam 12:45 tentu ditempat biasanya di Blok M Square. Sebenarnya ingin sekali nonton di Metropole XXI yang di Salemba, karena letaknya jauh dari kosan dan macet, mendingan yang dekat saja, tidak repot di jalan. Padahal kalau ada yang ngajakin, dipertimbangkan. 

Durasi filmnya kurang lebih satu jam setengah. Soalnya jam setengah tiga kurang kita sudah bubar. 
Apa yang di dapat dari Film Cinta Brontosaurus? 

Seperti dapat kita duga bersama, film ini pastinya kocak, mengingat sang penulis bukunya juga orangnya tidak biasa. Dari awal film sampai akhir ada bagian yang membuat kita tertawa. 
Meskipun seperti itu tapi film ini ada pelajaran yang dapat kita ambil. 

Film ini khan mengisahkan si Dika yang percaya bahwa cinta itu bisa kedaluwarsa.
Mengapa dia bilang kedaluwarsa. Karena tokoh Dika ini sering putus melulu kalau berpacaran. Paling lama pacarannya itu selama 6 bulan. Tapi setelah bertemu dengan seorang perempuan yang bernama Jessica, dia baru bisa percaya bahwa cinta itu tidak kedaluwarsa. Tentu tokoh Jessicanya juga adalah sosok perempuan yang dapat menerima sepenuhnya Seorang Dika. Jadi, cintanya awetlah. 

Diakhir Film ini, saya catat beberapa hal yang disampaikan sang tokoh utama, katanya ketika dua orang sedang jatuh cinta, yang perlu mereka lakukan adalah bersikap seperti anak kecil, berpikirannya simple tidak terlalu mendalam, cinta itu tidak perlu alasan, dan kita harus bisa mengambil hati keluarga pasangan.

Nah, saya garis bawahi soal bersikap seperti anak kecil. Sejauh pengamatan saya, memang kebanyakan orang yang sedang berpacaran seperti itu ya. Laki-laki yang dewasa juga bersikap layaknya anak-anak. Bisa jadi mereka menyesuaikan diri dengan pasangannya. Tapi ada juga sebaliknya dimana perempuannya yang dewasa, tapi laki-lakinya yang manja, apa yang terjadi kemudian? Putus. Ya, itu terjadi pada teman saya. 
Sangat disayangkan sekali, padahal masalahnya sepele. Gara-gara perempuannya terlalu serius/ dewasa sementara laki-lakinya masih ingin main. Kalau si perempuannya memang bisa menerima sifat laki-laki itu yang manja, tapi kalau bertepuk sebelah tangan, ya susah.

Sudahlah, sekarang tentang Raditya Dika. Ketika menulis blog ini, saya sama sekali tidak punya bukunya dan setelah menonton Cinta Brontosaurus, bisalah untuk mulai mengoleksinya. 
Tapi tunggu dulu, meskipun belum punya satu bukunya, saya tahu sedikit tentang Raditya Dika, soalnya pernah blogwalking di blognya.

Di blognya itu, saya temukan sebuah Video yang judulnya "Raditya Dika Nyanyi  dan Joget Korea". Coba deh, cari postingan yang tanggal 2 Agustus 2012, judulnya Postingan di Mana Ada Video Ancur. 
Melihat Video itu, saya baru ngeh kalau Dia memang tidak biasa alias aneh. 
Dalam Video tersebut dia mempraktekan bagaimana menjadi SNSD. Itu lho GirlBand asal Korea. Nyanyi sambil Joget. 

Apa sih Maksudnya Raditya Dika ini buat Video Joget sambil Nyanyi, dimana dalam lagunya ada lirik "Anyong Haseo", diulang-ulang? Justru, disitulah kehebatan dia. 
Artinya, Dia ingin memberikan komentar atau pendapat yang tidak asal dengan cara harus mempraktekan dulu bagaimana nyanyi sambil joget. Pada akhirnya dia mengakui Gagal dengan sukses. 

Itulah yang dapat kita pelajari dari Raditya Dika, jangan sembarang menilai orang.

Intinya yang saya ingin sampaikan di sini, saya nonton Cinta Brontosaurus, karena memang tahu dengan pembuat bukunya. Karena kita tahu jadinya penasaran ingin melihat. Seperti itu kira-kira ....

Tuesday, April 16, 2013

Eksplorasi UK dan Transplantasi Terumbu Karang

Okey, teman-teman, sudah pernah berkunjung ke UK?
Bukan, bukan UK yang nun jauh di sana alias United Kingdom, tapi yang saya maksudkan di sini adalah Ujung Kulon hehehee .... Ada teman saya yang kejebak dengan istilah ini waktu saya posting momet di Path. Dia katakan, "liburannya jauh sekali", katanya. Hahaahahaa ... saya jelaskan UK sama dengan Ujung Kulon :)

Nah, tepatnya tanggal 29-31 Maret 2013 yang lalu saya pergi ke sana. Berangkat tanggal 29 Maret malam dengan meeting point di Stasiun Tanjung Barat. Untuk menuju ke Stasiun itu dari Kosan naik taxi karena tidak tahu tempatnya dan supaya lebih praktis saja. Duh, ternyata jaraknya lumayan jauh. Mana pramudi Taxinya enggak tahu pasti di mana Stasiunnya. Dia antara ingat dan tidak ingat. tahu tidak kenapa jaraknya lumayan jauh, ternyata dia ambil jalur muter lewat PIM. Bukannya lewat Fatmawati. Hal ini sudah dibuktikan waktu pulang lewat Fatmawati.

Pas sampai di Stasiun sudah banyak peserta dan Sang Leader, Yoki dari Nol Derajat Indonesia (NDI) sudah ada di sana. Kita berangkat menuju Kampung Paniis yang masih dalam satu wilayah dengan Taman Nasional Ujung Kulon. Berangkat malam hari, sampai pada subuh hari dengan kondisi jalanan menuju Kampung Paniis yang bergelombang.

Rombongan menginap dan makan di rumah warga kampung Paniis ya .... Kita dibagi beberapa tempat. Kalau tidak salah ada sekitar tiga rumah yang dipakai menginap (maaf ya mohon koreksi ini) ... 
Lanjut ceritanya ya ....
Setelah sarapan sekitar jam sembilan lebih, kita menuju sebuah perahu untuk menyeberang ke Pulau Handeuleum.
Add caption
 Airnya waktu itu lagi pasang ya teman-teman. Jadi pas mau naik ke perahu harus canoeing dulu.

Masuk perahu
Perahu yang disiapkan ada dua, karena jumlah rombongan waktu itu banyak ada sekitar 30 orang.
Jarak dari Kampung Paniis ke Pulau Handeleum ada kurang lebih 30 menitan.

Teman-teman satu Boat

Inilah pemandangan yang disuguhkan sepanjang penyebrangan.

Pemandangan sepanjang penyebrangan ke Pulau Handeleum
Tiga puluh menit berlalu, akhirnya kita sampai juga di Pulau Handeleum.
Di. Pulau Handeuleum
Apa saja sih yang ada di Pulau Handeuleum ini?
Di sini ada rumah kecil dan ada juga kantor serta hutan.

Resort dan Pesanggrahan di Pulau Handeuleum
Apa yang kita lakukan di Pulau Handeuleum?
Pertama jelas melihat keadaan di sana. Kemudian mendengarkan penjelasan dari pimpinan rombongan mengenai apa yang akan dilakukan selanjutnya.

Menyimak

Di Pulau Handeuleum ini tepatnya di hutan bagian belakang dari Pesanggrahan terdapat rusa liar dan lainnya. Namanya juga binatang yang bebas meskipun kita mencarinya ke dalam hutan belum tentu akan dapat bertemu dengannya. Jadi, hanya singgah sebentar di sini sambil ambil foto-foto.

Di pulau Handeuleum ini kami dijelaskan tentang transpalantasi terumbu karang dan juga canoeing di Sungai Cigeunteur.  Untuk Transplantasi Terumbu Karang ini, akan dilakukan di Pulau Badul. Setelah diberikan penjelasan ini kami langsung berlayar lagi menuju muara sungai Cigeunteur.

Canoeing di Sungai Cigeunteur
Wah, seru sekaligus deg-degan menyusuri Sungai Cigeunteur ini. Suasananya yang menenangkan itu yang membuat deg-degan tapi menyenangkan sekali.

Saya pun menguping pembicaraan sepasang kekasih yang kebetulan duduk di belakang saya. Si Cowok yang bernama Dedi tanya seperti ini "Apa sih yang dipikirkan orang saat seperti ini". Maklum khan suasananya tenang dan dihanyutkan air sungai hehehee...
Terus yang cewek bernama Juli jawabnya seperti ini "Enggak ada yang dipikirkan kosong. Karena orang itu sulit sekali mencari waktu yang kosong untuk menikmati hal-hal seperti ini", kira-kira seperti itu ....

Apa yang dibilang Juli itu betul. Saya benar-benar menikmati ketenangan. Tidak memikirkan persoalan apa pun jua. Yang ada di dalam kepala itu kosong kecuali menikmati yang ada disekeliling. Maka dari itu berliburlah...

Sepanjang penyusuran di Sungai Cigeunteur ini kita bisa menikmati pohon yang mirip palem. Katanya sih pohon aren. Coba lihat saja gambarnya berikut ini.

Pohon Aren
Oh ya sebelum lanjut canoeing kita berhenti dulu di sebuah padang rumput yang luas. Tadinya kita ingin melihat Rusa atau Badak tapi ditunggu-tunggu gak ada. Hanya kotorannya saja yang terlihat sebagai penanda bahwa dia pernah berada di sini. Kalau kata Mas Andre yang juga salah seorang  narasumber dari WWF, katanya binatang-binatang itu biasanya muncul pada pagi hari mencari makan.

Padang rumput
Puas dengan canoeing kita lanjut ke Transplantasi terumbu karang di Pulau Badul. Sebelumnya kita dikasih pengarahan sama leader kita Yoki dan juga Mas Andre. Pengarahannya itu terkait bagaimana cara melakukan transplantasi terumbu karang.

Mas Andre mengatakan bahwa kita harus kuat menyelam sampai kedalaman dua meter untuk menyimpan terumbu karang yang sudah diikat. Terumbu karang diikat melalui media beton. Karena hanya lewat beton dia bisa tumbuh. Peserta pun diajari caranya mengikat Terumbu karang pada media beton. Seperti inilah situasinya.


Mengikat Terumbu Karang
Lebih jauh lagi Mas Andre mengatakan bahwa terumbu karang itu bukan tumbuhan tapi dia adalah sejenis hewan. Berkembang biak bisa dengan seksual dan aseksual.  Nah, di lain kesempatan Mas Andre juga mengatakan bahwa bibit terumbu karang ini berasal dari budidaya masyarakat Paniis. Dan itu merupakan salah satu program WWF dimana dia ingin mengoptimalkan atau meningkatkan potensi masyarakat di Kampung Paniis.

Pulau Badul
Tahu tidak artinya Kampung Paniis itu apa?
Sewaktu kita berbincang-bincang dengan Yoki, Mas Andre, Lian, Astari, dan teman yang lainnya, mas Andre mengatakan dikatakan Paniis ini karena, ceritanya dulu kalau orang tua punya masalah lalu datang ke Kampung Paniis, mereka merasa masalahnya itu menghilang. Maka disebut Paniis. Paniis khan asal katanya Tiis yang artinya dingin, sejuk, tenang, tenteram. Kalau Tiiseun artinya Sepi kalau Niis artinya menyepi. Ya, seperti itulah maksudnya.

Di sini perlu ditegasin lagi ya, bahwa Komunitas Nol Derajat Indonesia (NDI) ini bekerja sama dengan Mas Andre yang dari WWF itu. Makanya di sini selalu saya sebut. 

Saya tidak berpartisipasi dalam transplantasi terumbu karang itu. Soalnya tidak bisa renang. Apalagi kalau harus menyelam sampai kedalaman dua meter. Nah, yang berhasil itu ada salah satunya Penelope. Dia adalah Peserta yang paling tua diantara kita. Seorang Bule tapi jangan lihat luarnya saja. Melainkan kita harus melihat juga kemampuannya. Kagum sama dia. Oh ya bukan berarti saya tidak renang lho, saya juga tetap menceburkan diri dengan memakai pelampung. Gara-garanya kabita atau kepingin karena lihat teman-teman nyemplung. Nasib tidak bisa renang. Maklum sekolahnya dulu di Kampung. Hehehehehe..... Tapi sudahlah ....

Aktivitas hari pertama di Kampung Paniis selesai setelah tranplantasi terumbu karang beres.
Hari kedua atau terakhir tanggal 31 Maret, agenda kita adalah trekking ke Gunung Honje untuk melihat Curug alias air terjun Cisaat.
Nah sebelum trekking itu, di Pagi hari sambil menghilangkan kebosanan, saya jalan-jalan ke tepi pantai sama Mbak Astari sambil mencari sejenis kerang-kerangan.

Kerang-Kerangan

Ada sebuah cerita nih sewaktu jalan pagi bersama Mbak Astari itu. Kita berjalan sepanjang garis pantai sampai pada sebuah Guest house. Ceritanya pagi itu mendung dan hujan, saya ajak Mbak Astari balik lagi ke rumah. Tapi dia menyarankan untuk pulang lewat guest house itu. Masuklah kita ke pekarangannya. Pas mau sampai belakangh rumah tiba-tiba kita tertangkap basah sama anjing penjaga di sana. Akhirnya saya dan Mbak Astari berbalik badan dan berjalan kembali untuk keluar dari pekarangan itu rumah. Hampir saja saya mau lari, tapi Mbak Astari kemudian mengingatkan katanya "jangan lari-jangan lari, kalau lari malah nanti kita dikejar". Saya pun ikutin sarannya Mbak Astari sambil ngomel "Mbak sih, masuk ke pekarangan orang", hahahahahaa... takut maksudnya.

Terbukti, anjing itu tidak mengejar kita tapi mengawasi kita sambil menggonggong. Bayangkan kalau saya lari hahahahaaha.... ada - ada saja. Nah ini dia Guest Housenya.

Hati-hati ada anjing pemburu

Sekitar jam 8an kita sudah balik lagi ke Camp, sarapan dan siap untuk Trekking.
Jalur Trekking yang kita lalui melewati dulu persawahan. Kebetulan lagi disawah itu ada yang lagi panen, pemandangan indah deh.

Berjalan di Pematang Sawah
Setelah melewati persawahan, baru kita memasuki hutan. Hutan yang membagi dua antara wilayah Kampung Paniis dengan Taman Nasional Ujung Kulon.

Medan Trekking

Trekkingnya lumayan panjang dengan medan yang rumit dan menantang tapi seru. Itu bisa dikatakan kali kedua saya ikutan trekking setelah trekking ke Baduy Dalam. Perbedaannya kalau medan trekking ke Baduy Dalam sudah jelas jalannya sementara Trekking menuju Curug Cisaat itu, jalannya belum terbuka. Alias harus buka jalan lagi. Maka dari itu, ada yang jalan lewat bawah dengan mengikuti arus sungai atau jalan menembus pepohonan.

Rasanya terbayar sudah ketika sampai di Curug itu. Tapi Curug yang kita kunjungi ini adalah curug yang paling rendah. Saya pun ikut mandi di sini. Segarnya.

Curug Cisaat

Tapi sayang tidak semua orang ikut menyeburkan diri ke Pancuran itu. Ada laki-laki yang ragu-ragu ada juga yang karena melihat saya berbasah-basah akhirnya ikutan nyebur juga (geer ceritanya) ahahaahaha .....


Pin dari Nol Derajat Indonesia

Demikian tadi ceritanya. Terima kasih untuk NDI (Nol Derajat Indonesia) pimpinan Yoki dan Mas Andre dari WWF. Kerjasamanya sangat menarik. Semoga terumbu karangnya dapat tumbuh dengan baik. Selain itu saya menghimbau Pemerintah setempat untuk memperbaiki jalan yang menuju Kampung Paniis agar banyak yang datang sehingga dapat membantu perekonomian masyarakat setempat. Soalnya kita juga khan menginap dan makan di rumah warga Kampung Paniis.



Friday, April 12, 2013

Sebelum Meninggalkan Manado

Ke Manado?  Sudah pernahkah teman-teman ke sana?
Saya sudah, kemarin pas awal bulan  tanggal 1-3 April 2013 dalam rangka Kunjungan Kerja Spesifik. 

Pas hari Ketiga, Rabu, 3 April 2013, sebelum pulang kembali ke Jakarta, saya bersama dengan rekan kerja dan juga diantar Pak Doni sempat berkeliling kota Manado dulu. Tempat yang pertama saya kunjungi adalah Merciful Building yang merupakan pusat penjualan oleh-oleh.
Di  Manado oleh-oleh yang dapat dibeli adalah Klappertart. Banyak macamnya. Ada rasa cokelat, keju dan original. Rasa yang paling enak menurut saya adalah original. 

Oleh-oleh Manado: Klappertart

 Harganya bervariasi. Mulai dari Rp. 20.000,- Oh ya itu ada juga puding jagung dan rasanya pun enak.

 Puas dengan membeli oleh-oleh kita lanjut melihat kompleks Perumahan.

Awalnya tidak mengerti kenapa harus berkunjung ke Kompleks Perumahan yang besar itu. Tapi memang perumahan itu develepornya membangun dimana-mana. Sebenarnya saya pun ingin sekali memiliki rumah yang dibangun oleh Ciputra itu. Tapi belum kesampaian dan mungkinkah kesampaian?
Malahan rekan saya bercanda seperti ini, "Kamu tidak bisa punya rumah seperti ini kalau bersuami PNS", katanya. Hahahahaha... saya tertawa mendengarnya. Tidak semuanya salah omongannya itu.

Setelah memasuki pintu gerbang, sampailah kita di sebuah Spot. Dimana pemandangannya berupa sebuah patung. Oalah ternyata itu ada sebuah patung yang merupakan salah satu landscape yang terkenal di Manado.  Patung Yesus Memberkati. Pantesan semua orang boleh masuk ke dalam perumahan mewah itu.

Salah satu landscape di Manado
Di sini saya hanya ambil foto dan lihat pemandangan saja dan ternyata banyak juga orang yang datang ke sini.
 
Puas dengan melihat landscape yang  terkenal di Manado, kita  melihat rumah adat Minahasa. Nah, letaknya rumah adat ini ada dipinggir jalan dan memang dibangun di sisi kiri dan kanan. Jadi, banyak.


Rumah Adat Minahasa
Sayang lagi hujan, jadinya ambil fotonya hanya dari dalam mobil saja. Next kita lanjut ke Danau Linau. Hampir tidak akan dikunjungi sih berhubung cuacanya yang lagi hujan. Tapi saya maksa mau ke sana. Soalnya kapan lagi ada kesempatan ke Manado. Akhirnya kita jadi menuju Danau Linau.
Danau Linau ini agak berbeda dengan danau-danau umum lainnya. Sebabnya, karena di sini terdapat sumber belerang. Jadi, sambil menikmati sejuknya pemandangan kita juga dapat mencium aroma belerang.


Danau Linau
Sepi dan tenang sekali di sini. Tidak akan bosan nih kalau berlama-lama di sini.  Ada bebek tuh yang betah berenang disni. Sepertinya pihak pengelola memang sengaja memelihara bebek-bebek itu. Tempat ini cocok untuk mencari inspirasi.

Tersedia Kursi untuk bersantai
Kunjungan dilanjutkan ke Danau Tondano. Di perjalanan menuju Danau Tondano ini saya mendapati sebuah rumah dipinggir sawah. Unik deh.

Unik
Dan inilah Danau Tondano ...

Danau Tondano
Danau Tondano ini kondisinya bisa dikatakan sama dengan danau Limboto, yaitu banyak ditumbuhi eceng gondok. 

Hal yang paling memuaskan saya adalah akhirnya dapat makan Bubur Manado. Inilah yang membuat saya selalu penasaran. Alhamdulilah akhirnya bisa makan bubur Manado di Kota Manado  sendiri.

Bubur Manado

NB: Sayang sekali cuacanya mendung dan hujan jadinya pemandangannya gelap dan berawan ...

Saturday, April 6, 2013

Jelajah Lombok Tengah

Jelajah Lombok Tengah
(Berkunjung ke Kampung Sade, Sukarara, dan Melihat Festival Bau Nyale )



Travelling sekarang ini sudah menjadi hobby. Pencarian waktu yang tepat dan lokasi berlibur pun sudah menjadi bagian yang penting. Tidak hanya itu saja, hunting tiket murah dan penginapan sudah rutinitas dari penyusunan itinerary Travelling. Berbekal informasi dari hasil googling pada sebuah website, didapatlah sebuah agenda budaya yang disebut dengan Festival Bau Nyale.


Sebenarnya Event Bau Nyale ini sudah saya dapatkan informasinya dari teman, tapi ketika googling, menemukan beberapa rangkaian acara sebelum puncak Bau Nyale. Hal ini yang mendorong saya untuk segera beli tiket Garuda dan booking Kamar Hotel. Akhirnya diambil keputusan bahwa hari Jumat malam akan terbang ke Lombok dengan GIA. 


Apa yang dilakukan di Lombok?

Sebelum merinci saya ingin jelaskan bahwa Event Bau Nyale diselenggarakan di Pantai Seger  yang berada di Lombok Tengah. Oleh karena itu, banyak menjelajah Lombok Tengah, meskipun hari Minggu ada melihat pantai di Lombok Barat.  


Hari Sabtu, 2 Maret 2013

Kampung Sade, Lombok Tengah


Jelajah Lombok Tengah dimulai pada hari Sabtu. Dikarenakan Lombok Tengah berbeda dengan Kota Mataram, kendaraan pun di sini sulit. Jadinya harus charter Taxi. Taxi yang dicharter adalah taxi yang mengantar saya dari Bandara pada Jumat malam. Harga pun disepakati hanya untuk setengah hari sebesar Rp. 200.000,- 


Jam 10 Pagi, Taxi sudah menjemput saya di Hotel Kuta Indah. Saya katakan kepada Pramudi taxi yang bernama Pak Hadi untuk diantar melihat ke Kampung Sade dan Sukarara.


Dari hotel ke Kampung Sade ternyata lumayan dekat. Ada sekitar 15 menit begitu pula dari Bandara Udara Lombok pun sebenarnya dekat. Di dalam bayangan saya Kampung Sade ini lokasinya masuk kedalam lagi, ternyata dia ada tepat di pinggir jalan. Kalau dari Bandara ada di sebelah kiri dan dari Hotel saya ada di sebelah kanan. Seperti ini tandanya.

Kampung Sade


Setibanya di Kampung Sade saya langsung disambut seorang Guide yang bernama Vitro. Dia menemani Saya berkeliling melihat Kampung Sade lebih dekat sambil menjelaskan sejarah atau cerita Kampung ini.

Menurut Vitro Kampung Sade sudah ada sejak tahun 1079. Luasnya 5 (lima) hektar.  Kepala Keluarga yang tinggal di Kampung Sade berjumlah 152 KK. Sementara Penduduk di sini jumlahnya mencapai angka 700 (tujuh ratus) jiwa. Agama yang dianut mereka adalah Islam tapi masih menjalankan Budaya Hindu dan Animisme. Pernikahan di sini terjadi antara sepupu misan.

Mengenai perkawinan sebagaimana di terangkan Vitro, ada dua tradisi. Pertama,  Kawin culik, kedua Kawin Lari. Kawin culik biasanya dilakukan kalau sang perempuan menolak untuk dinikahi oleh laki-laki. Makanya sang laki-laki, menculiknya. “Kalau kawin culik, perempuannya semalam diumpetin di rumah teman atau siapa saja untuk nanti dikembalikan lagi kepada orang tuanya”, ujar Vitro. 

Selanjutnya Vitro menjelaskan bahwa kalau sudah diculik mau tidak mau si perempuan tidak akan menolak lagi untuk dinikahkan. Hal ini bukan suatu pelanggaran hukum. Lagi pula yang diculik ada memiliki hubungan kekerabatan. Penculikan biasanya terjadi apabila orang tua sedang tidak ada di rumah.

Lalu, saya pun tanya bagaimana dengan perempuan dari Luar Kampung Sade. Apakah mereka berani menculiknya. Untuk hal ini Vitro mengatakan bahwa mereka tidak berani dan ini hanya berlangsung terjadi di Kampung Sade saja.

Untuk Kawin lari, hal itu umum terjadi di Lombok. Biasanya terjadi didasarkan pada rasa saling menyukai.

Penelusuran ke Kampung Sade ini sampai juga pada sebuah rumah yang unik. Dimana rumah di Kampung Sade lantainya terbuat dari tanah liat dan dipel dengan kotoran kerbau seminggu sekali. Lantai dilumuri kotoran kerbau lalu kotorannya didiamkan sampai mengering setelah itu, digosok pakai bunga waru. Hasilnya pun mengkilap. Hal ini menurut Vitro dilakukan agar lantai kuat dan halus. Selain itu juga dianggap Sakral.
 
Sebuah rumah yang dipel pakai kotoran kerbau

Dikarenakan diperbolehkan masuk kedalam, maka saya bisa melihat keadaan di dalam rumah warga Sade. Ternyata untuk dapur mereka tempatkan di bagian atas karena rumah ada dua tingkat. Masih menggunakan tungku dan kayu bakar. Tidak ada kamar-kamar. Jadi mereka tidur dibawah. Tidak ada kursi juga ya, jadi alasnya langsung tanah liat.
 
Di dalam rumah warga Sade


Oh ya, di Kampung Sade ini banyak diperjual belikan kain khas. Terkadang yang punya jualan karena sepi pembeli meninggalkan barang dagangannya begitu saja. Kecuali kalau kita mau beli, baru pedagangnya dipanggil dan datang melayani kita. 

Ada yang disukai?

Kain yang dijual bervariasi ya harganya. Mereka menjualnya mulai dari harga Rp. 75.000,-
Secara keseluruhan, puas dengan kunjungan ke Kampung Sade ini. Karena bisa melihat langsung proses pemintalan atau penenunan yang dilakukan warga di sini. 

Melestarikan Budaya
 Di sini setiap pengunjung bisa mencoba lho bagaimana rasanya menenun itu. saya pun tidak mau melewatkan kesempatan yang ada. Makanya menenunlah saya. Di dalam proses menenun itu, setelah habis menyelesaikan satu rangkaian gerakan, maka kayunya harus kita pindahkan melalui bagian belakang benang.
Menenun
Di kampung Sade ini saya bertemu dengan seorang Nenek yang berdasarkan informasi dari Vitro, Ia adalah warga Sade yang paling tua di sana. Namanya adalah Ibu Mirase.

Ibu Mirase
Tahu tidak, apa komentar dari Ibu atau yang lebih tepatnya disebut dengan Nenek Mirase kepada saya?

Nah, setelah saya dikenalkan oleh Vitro, sang nenek memberi komentar katanya berani benar saya ke Lombok sendirian. Hehehehee..... 
Sepertinya Si Nenek tidak pernah pergi sendirian nih khususnya ke tempat jauh. 

Dan seperti yang terlihat digambar atas, Nenek Mirase ini sedang nyirih atau nginang dalam bahasa Jawa. Dia menggunakan sebuah alat yang bernama "Pelocok". Hal ini dia lakukan karena sudah tidak punya gigi, jadinya menggunakan alat bantu nginang. 

Satu cerita lagi yang ingin saya sampaikan dari Kampung Sade ini adalah tentang nama. Kata Vitro, seorang laki-laki atau perempuan yang sudah menikah nama remajanya diganti dengan nama anak pertamanya. Ini berarti nama orang tua dan nama anak sama. Hal ini berlaku untuk administrasi. Tetapi di Kartu Keluarga, yang tercantum adalah nama remajanya lengkap. Kalau di KTP yang tercantum tentu nama sama dengan nama anaknya. Tapi ada keterangannya misalnya "Ibu Teti"


Kampung Sukarara
Selesai mengelilingi Kampung Sade, kita menuju Kampung Sukarara. Pak Hadi yang membawa saya dengan taxinya itu berhenti disebuah tempat yang merupakan pusat kerajinan dan oleh-oleh. Tempat ini bernama Koperasi Darmasetia. Berdiri pada tahun 1990.

Tapi yang membuat saya agak sedikit terkejut adalah, di depan koperasi ini ada saung yang digunakan untuk menenun. Jadi, semacam tempat untuk demo. 


Bagian halaman depan Koperasi Dharma Setia
Faktor yang mendorong saya ke Sukarara adalah ingin melihat yang katanya merupakan pusat tenun. 

Nah, saya pada waktu itu punya pertanyaan. Ingin tahu apa sih perbedaan antara Kampung Sade dan Kampung Sukarara. Maka dari itu, kita mencari narasumber yang dapat dihubungi. Kepala Desanya waktu itu tidak ada. Bertemulah saya dengan Pak Kadri. Menurutnya Kampung Sade itu sebagai Kampung Adat dahulu.  Tapi seiring dengan berjalannya waktu banyak turis yang datang dan mereka tertarik akan kain tenunan. Oleh karena itu, warga di Kampung Sade punya ide untuk memajang atau menaruh kain itu di tempat yang terbuka. Kalau Kampung Sukarara merupakan tempat khusus tenunan. 

Saya juga mendapat tambahan informasi lain dari Bapak Setiadi yang merupakan Ketua Asosiasi Tenun Sukarara. Menurutnya Tidak ada perbedaan antara  Sade dan Sukarara. Sama-sama orang Selatan. Sukarara dikenal dengan songketnya dan memiliki juga rumah adat seperti Sade. "Tapi Sukarara tidak bisa mempertahankan rumah adat karena di sini sentral songket kalau Sade mempertahankan rumah adatnya", ujar Setiadi. 

Menenun di Sukarara merupakan warisan nenek moyang. Anak-anak ikut menenun mendampingi ibunya. Jadi, mereka bisa melakukannya secara alamiah. "Yang perlu dia pelajari adalah cara pembuatan motif", kata Setiadi.  

Ada langkah-langkah ritualnya, kalau tidak lolos bisa kesurupan kata dia. Pembuat motif di Sukarara kata Setiadi ada 5 (lima) orang. Hal ini menjadi rebutan penenun. 

Bapak Setiadi bersama penenun di Sukarara

Status pada saat saya ngobrol sama Pak Setiadi ini katanya, ada1000 orang anggota yang masuk ke dalam Asosiasi yang dipimpinnya. Jumlah yang 1000 ini terbagi dalam 10 dusun. Masing-masing dusun jatahnya 100 orang penenun yang dapat masuk asosiasi ini. 

Untuk bahan baku tenunan sendiri ada yang didatangkan dari luar Lombok.  Seperti misalnya Yogya, Makassar dan Palembang. 

Ada keuntungan masuk asosiasi. Katanya kalau ada pemesanan lewat asosiasi, maka bisa diberikan pengrajin yang bagus. Di dalam asosiasi ini para anggota dididik untuk rajin dan hemat. Sebab kata Pak Setiadi, tidak bisa selamanya merengek kepada pemerintah. Kalau sukses masih jauh katanya. Kuncinya Hemat dan Rajin.  

Pak Setiadi juga membertahu beberapa tahapan proses menenun. Pertama Ngumpuk-ngumpuk terus diane, masukan ke gelang sisir, baru digulung, baru diantar ke pembuat motif. Setelah motifnya jadi baru penenun memilih sendiri motifnya untuk selanjutnya ditenun. Alat tenunnya sendiri bernama Gedogan.


Parade Budaya Putri Mandalika
Setelah mengunjungi kedua kampung saya masih harus lanjut untuk melihat acara Parade Budaya Putri Mandalika yang akan dimulai jam 13.30. Tapi sebelum melihat acaranya saya kembali dulu ke Hotel. 

Setelah Isoma, lanjutlah saya dengan Ojeg yang telah menjadi langganan untuk diantar  melihat Parade itu. Pas ke lokasi, ternyata acaranya sudah dimulai. 

Parade Budaya Putri Mandalika
Parade ini diikuti oleh peserta dari anak-anak sekolah, tokoh masyarakat dan masyarakat lainnya. Ada yang berperan sebagai Putri dan Pangeran. Jadi, ada cerita dibalik putri Mandalika ini. Katanya dulu ada seorang putri yang cantik, dan menjadi rebutan para pangeran. Tapi pada akhirnya sang putri tidak memilih salah seorang pangeran pun. Putri itu malah menceburkan dirinya ke dalam laut dan menjelma menjadi nyale atau cacing. 

Maka dari itu, masyarakat Lombok sini punya adat Bau Nyale (mencari cacing). Mengenai bau nyale ini nanti ya dibagian berikutnya. 

Berlanjut lagi ke Parade.  
Parade ini dimulai dari Hotel Tastura Pujut finish di Hotel Novotel Lombok, Kuta, Pujut.
Lumayan jauh rutenya. Tapi kalau dilakukan ramai-ramai tidak terasa lelah, seru jadinya. Tapi saya merasa sedih, sambil memotret Parade ingat teman jadinya. Kalau saja teman-teman saya yang juga punya hobi memotret ikut, moment ini pasti akan terasa lebih seru lagi. Benar-benar menikmati moment itu sendirian.

Parade berakhir di Pantai Kuta atau di belakang Hotel Novotel.
Ketika sampai ini ternyata rombongan di sambut oleh Menkokesra Agung Laksono. Yup, acara core bau nyale ini dibuka oleh Agung Laksono. 

Sambutan oleh Agung Laksono
 
Di dalam sambutannya Agung Laksono berujar seperti ini:

"Saya berharap agar tidak saja dinikmati oleh turis dalam atau asing tapi bagaimana kegiatan ini (Bau Nyale-red) dapat membawa secara langsung kemakmuran masyarakat di Nusa Tenggara Barat", ujar Agung. 

Parade ini selesai sore. Padahal acara sampai malam dan puncaknya Subuh dilakukan Bau Nyale (pencarian atau penangkapan cacing). Saya Bingung waktu itu, karena hotel dan tempat acara lumayan jauh padahal ingin lihat seluruh rangkaian acara. Di sinilah ingat teman-teman....  Ojeg pun agak susah kalau tidak janjian dulu. Akhirnya diputuskan, tidak mengikuti seluruh rangkaian acara sampai malam. Artinya saya harus pulang kembali ke Hotel dan nanti subuh bagaimana caranya jam 5 itu sudah berangkat ke Pantai Seger lihat Festival Bau Nyale. 

Sebelum pulang saya hangout dulu tuh di pesisir alias di belakangnya Hotel Novotel. Hotel inilah yang dekat dengan acara. Tinggal jalan kaki.  

Hotelnya bagus. Mungkin di daerah lombok tenngah ini, Novotel lah yang sejauh pengamatan saya paling bagus. 
Bagian belakang Hotel Novotel, Kuta - Lombok
Waktu menjelang  maghrib, saya pulang ke hotel dengan menelepon ojeg langganan.


 
Minggu, 3 Maret 2013
Minggu Pagi, melihat Festival Bau Nyale di Pantai Seger
Hari Minggu sesudah solat Subuh, sekitar jam lima, keluar dari hotel jalan kaki menuju perempatan ja. Berharap ada ojeg yang sudah mangkal. Tapi kenayataannya mana ada satu orang ojeg pun yang mangkal. Saya pun berjalan menuju sebuah warung kecil yang masih buka dan terihat di sana ada sepeda motor.

Mulailah saya bertanya tentang Ojeg, dan mengatakan pada mereka kalau saya ingin melihat festival bau nyale. Mereka pada mulanya tidak bisa membantu juga tapi akhirnya orang yang punya motor menawarkan bantuan untuk mengantar ke sana. Yup, itulah yang saya mau sebenarnya .... hehehehe ..... 

Kenapa harus subuh-subuh pergi melihat Bau Nyale? 
Ini dikarenakan masyarakat di sana mulai mencari cacing dari jam 4 sampai jam 7 pagi. Kalau mataharinya sudah naik, maka cacing biasanya tidak akan terlihat mereka bersembunyi di balik batu-batuan. Nah, ketika dalam kondisi matahari belum terbit, cacing ini pada keluar. Makanya warga di sana harus membawa senter untuk melihat cacingnya. 

Perjalanan menuju pantai Seger sangat macet dan rame. Itu dikarenakan acara malamnya. Ada hiburan dari artis Ibu Kota juga. Jadi, arusnya ada  yang pulang ada yang datang. 

Saya dianterin sama si Mas, yang saya lupa namanya ke Pantai Seger sampai dia ikutan mencari cacing. Cacingnya juga berwana-warni. Ada yang berwana hijau, cokelat dan lainnya. Seperti ini keadaannya. 


Bau Nyale
Saya di Pantai Seger ini ada sampai jam enam. Waktu naik dari pantai Seger kembali ke hotel menikmati pemandangan indah seperti ini. 


Sunrise

Kurang tahu persisnya dimana letak sunrise ini. Soalnya tidak tanya. Tapi Indah sekali. 

Oh ya ini dia Hotel Kuta Indah yang saya tinggali. 

Hotel Kuta Indah


Ke Pantai Senggigi 
Nah, saya sudah janjian sama Pak Hadir Sang Supir taxi agar dijemput jam 10.00 Pagi. Ingin ke Pantai Senggigi. Jadi haluan berubah sedikit, dari Lombok Tengah ke Lombok Barat. Dulu, bulan Januari sudah pernah ke sini, tapi khan tidak masuk ke dalam hanya melihat dari bukit seberang. Karena masih belum puas makanya kembali lagi ke sini.

Pas Masuk Senggigi harus bayar Rp. 1000,- 
Seperti inilah keadaan Pantai Senggigi dari dekat. 

 
Pantai Senggigi
Di Pantai Senggigi ini saya hanya berjalan-jalan sepanjang pesisir dan ambil foto. Selesai dilanjutkan ke lokasi lebih atas lagi. Ingin lihat Pantai Malimbu. Hingga sampailah saya pada sebuah bukit yang viewnya bagus. 

Pantai Malimbu
 Indah khan pemandangannya. Setelah puas mengambil gambar pantai Malimbu ini, kita turun lagi ke bawah. Saya minta makan siang di warung pinggir jalan. Suasananya enak banget, sepi adem ditambah dengan menu makan ikan segar dan pelecing Kangkung, menentramkan jiwa. Jadi Ingin ke sana lagi.

Lanjut, sehabis menikmati keindahan pantai Senggigi dan Malimbu di Lombok Barat, kita kembali lagi ke Lombok Tengah. Saya turun diperempatan tempat mangkalnya ojeg dan minta salah satu dari mereka ngantar saya menikmati semua pantai yang ada di Lombok Tengah. 

Are Goling Beach 
Are Goling Beach


 Pantainya sebenarnya bagus tapi karena ada festival Bau Nyale ini, jadi kotor. Harus dibersihin dulu. Di sini hanya ambil gambar kemudian lanjut lagi ke pantai berikutnya. 

Pantai Mawun
Pantai Mawun
Sebelum Pantai Mawun ini ada sebuah pantai lagi. Tapi saya lupa namanya apa. Kalau gak salah sih Mawi. Karena takut salah tidak perlu ya dimasukan. Lanjut ya, dari Pantai Mawun kita menuju pantai terakhir yaitu Pantai Selong Belanak.

Pantai Selong Belanak
Pantai Selong Belanak
 Sayang banget waktu ke sana lagi hujan dan awannya hitam. Jadi pemandangannya kurang bagus. 

Seperti itulah teman-teman cerita jelajah ke Lombok Tengah. Seru deh, kita bisa menikmati cerita sepanjang perjalanan. Terutama waktu mau pulang dari Selong Belanak. Motor yang aku tumpangi ban dalamnya bocor lalu ditambal lah dulu. Sewaktu nambal saya nunggu di warung dan ngobrol-ngobrol sama anak SD yang lagi menunggu warungnya it. Eh, pas sudah ditambal itu ban kempes lagi. Aku bilang dengan nada kesal. Ya kalau ditambal kempis lagi, seharusnya diganti saja. Akhirnya itu ban dalamnya diganti sama yang baru. Jadinya buang-buang waktu harus nunggu lagi. Hehehehee.....  Travelling sendiri itu jangan khawatir. Karena akan selalu ada yang namanya bantuan atau pertolongan.... Karena masih ada orang yang baik.

Berikut ini adalah tambahan beberapa Informasi akomodasi ya. 
Tiket pesawat Garuda PP Rp. 1.732.700,-
Penginapan 3 hari di Hotel Kuta Indah Rp. 600.000,- (@Rp. 200.000,-)
Beli Kain Songket dan kerajinan tangan Rp. 860.000,- ( Ini lho yang mahal)
Charter Taxi Setengah hari selama dua hari Rp. 425.000,-
Taxi dari  dan ke Bandara Rp. 140.000,-
Ojeg Selama Tiga hari Rp. 90.000,-
Makan di luar fasilitas hotel Rp. 203.000- Ada catatan, kalau kita pesan makan untuk diantar ke Kamar di sini kena biaya layanan kamar lho. Saya juga habis Rp. 13.000,-  Jadi lebih baik ditunggu saja dan bawa sendiri makanannya.
Cemilan dan Minuman Rp. 82.000,-
Satu kali laundry (disesuaikan dengan banyaknya cucian) Rp. 14.200,-
Tiket masuk Senggigi Rp. 1.000,- 

NB:   Puas mengelilingi Lombok Tengah. Tinggal Mengelilingi Gili-gili (harus nyeberang berarti)