Search This Blog

Monday, February 13, 2012

Jelajah Kelenteng di Cina Benteng

Yup selamat pagi teman-temanku semua. Bagaimana dengan liburannya? Diisi dengan Hal-hal yang menarikkah?
Nah, kalau saya sendiri hari minggu kemarin, ikut bersama Komunitas Jelajah Budaya ke Cina Benteng, Tangerang. Jadi ternyata, selain Melancong bersama Abah Alwi dan Republika masih ada komunitas lainnya yang suka mengadakan jelajah budaya.

Kita hari Minggu kemarin melakukan jelajah ke Cina Benteng. Ada apa sih disana?
Namanya saja Cina Benteng, tentu saja kita jelajah Kelenteng sembari kita diberitahu potongan-potongan sejarah. Hal ini pastinya menambah referensi tentang wisata Kelenteng selain di Petak Sembilan yang pernah saya share di sini.

Okey, pertama apa itu Cina Benteng?
Berdasarkan keterangan yang saya dapatkan dari sang Guide, Mas Kartum, yang juga Guidenya Melancong Bersama Abah Alwi dan Republika (jadi tahu ya saya dapat info dari mana), istilah Cina Benteng merujuk pada warga etnis Tionghoa yang dulu banyak tinggal di sekitar benteng. Pada masa lalu kawasan ini terdapat benteng Makasar yang berfungsi sebagai pembatas wilayah teritorial antara kerajaan Banten dan VOC. Sedangkan penamaan Benteng Makasar terkait dengan petugas yang berjaga di benteng tersebut berasal dari wilayah Timur. Hm, seperti itulah gambarannya.

Dan ini dia Klenteng yang pertama kita datangi "Boen San Bio" di daerah pasar Baru. 


Di Klenteng Boen San Bio

Itu kaos ya diberi dari sponsor dan harus dipakai tentunya. Pakai baju sponsor berarti kita adalah iklan yang sedang berjalan. Sampai ada terdengar orang berkomentar "itu khan Merek Shampoo", saya bilang saja ini dari sponsor. hehehe. All size ini ukurannya. Dan banyak ya sponsornya saya sebutin deh, supaya next time bisa support lagi: Museum Bank Mandiri (kita registrasi di sini) lalu ada Out Batavia T-Shirt lalu ada PT Lion Wings itu lho podusen salah satu produknya adalah Hand Body Lotion.

Okey deh, lanjut... tapi sebelumnya mau bilang, kalau istilah BIO itu artinya kelenteng besar. Jadi tidak semua kelenteng ada namanya Bio..

Bagian dalam
Pokoknya kelenteng ini dia luas ke bagian belakang.

Salah satu yang nampak 
Kita bisa menikmati kelenteng ini dari atas ya. Eh, ya, pas kita berkunjung ke Kelenteng ini ada yang nikah, coba deh lihat fotonya:
Sejodoh
Sekarang saya mau bahas sedikit tentang istilah Kelenteng. Menurut keterangan dari Bapak Hardi yang juga salah seorang peserta jelalah dan katanya penulis tentang Kelenteng mengatakan kalau istilah kelenteng itu tidak akan kita temui di luar. Bahkan di Cina sekalipun. Istilah Kelenteng itu konotasi dari Tiongkok tapi hanya bisa kita temukan di Indonesia. Mengapa dibilang Kelenteng?
Menurut Pak Hardi, pertama, kemungkinan berasal dari bunyi teng-teng. Lalu, kelenteng banyak didirkan dari dulu untuk pemujaan Dewi Kwan Im, karena tempatnya tidak besar, namanya kwan im tim, lidah Indonesia jadinga klenting jadi kelenteng. Yang ketiga, berasal dari nama zao ren ting (ren= manusia, ting= tempat), jadi zao ren ting artinya tempat pembelajaran. (saya tidak tanya penulisan Zao benar tidaknya)...

Jelajah kita lanjut ke Pintu Air sepuluh. Sebenarnya ini bendungan sih. Mengapa dibilang pintu air sepuluh?  Yup, karena bendungan ini memiliki 10 pintu air, masing-masing selebar 10 meter. Bendungan ini bertujuan untuk mengatur aliran sungai Cisadane hingga membuat Tangerang menjadi kawasan pertanian subur. Dari bendung ini, air didistribusikan untuk irigasi dan sumber air baku bagi kawasan Tangerang. Sebagian besar dialirkan ke muara Sungai Cisadane di Tanjung Burung (Teluk Naga) menuju ke Laut Jawa. Bangunan sepanjangn 110 meter ini membentang di Kali Cisadane tepatnya di daerah Pasar Baru yang dibangun oleh pemerintah Kolonial Belanda tahun 1925-1931.


Bendungan Cisadane.

lalu..

Ini Planknya

Dari Bendungan Cisadane, kita lanjut ke Museum Benteng Heritage yang baru dibuka pada tanggal 11 November Tahun 2011.
Museum Benteng Heritage merupakan hasil restorasi sebuah bangunan berarsitektur tradisional Tionghoa yang menurut perkiraan salah satu bangunan tertua di kota Tangerang.  Bangunan ini terletak di Jl. Cilame No. 20, Pasar Lama, Tangerang yang juga adalah zero pointnya Kota Tangerang, yang dulunya disebut Kota Banteng terbentuk.
Yup, waktu rombongan ke sana, kita menembus jalanan pasar yang becek. Memang letaknya itu ada di dalam komplek pasar ya. 

Peresmian
Museum ini merupakan museum pribadi ya. waktu itu kita diterima oleh pemiliknya sendiri yang bernama Udaya Halim. Dia jua seorang China. Beruntung kita sebenarnya bisa bertemu dengannya. Sebenarnya dia baru pulang dari luar kota ya, anaknya graduation di Ausie.
Menurut kabarnya sih, dia dijadwalkan bertemu dengan seorang menteri hari itu tapi gak jadi.

Pak Udaya menjelaskan tentang restorasi museum ini dari awal. Setelah itu kita naik ke lantai atas tempat penyimpanan barang-barang peninggalan bersejarah. Kelompok saya waktu itu guidenya Theo. Secara gamblang dia menjelaskan benda-benda yang ada di sana. Konon katanya permainan mahyong itu diciptakan oleh Laksamana Cheng Ho untuk prajuritnya. Karena waktu itu dia sedang mengarungi lautan bertahun-tahun dan untuk mengusir sepi para prajuritnya dia menciptakan permainan mahyong. Dulu dia membuatnya dari potongan-potongankayu kecil. Theo juga mengatakan bahwa Laksama Cheng Ho itu seorang muslim karen ayahnya keturunan Persia. Dia memiliki nama Muhammad He.

Oh ya, menurut Informasi dari Theo juga katanya batik itu bukan asli Indonesia tapi asli dari Yunan China. Karena salah satu motif batik yang bergambar merak ini ketika ditelusuri burung merak bukan dari Indonesia tapi dia sudah ada di Cina. Namanya Burung Hong atau burung Pinis.
Nah,   saya kurang mengerti tentang sejarah jadi hanya mendengarkan saja.

Kalau mengenai kebaya, katanya orang Cina itu dulu memakai Baju Kebaya Encin (bordir)  dan Kerancang juga. Dan kuat katanya jahitannya itu.
Tapi sayang di tempat penyimpanan barang-barang itu kita tidak bisa memotret. Sebenarnya masih banyak barang peninggalan lainnya.

Udya sedang menjelaskan tentang Museumnya

Dari Museum pribadinya Bapak Udaya, kita menuju Kelenteng Boen Tek Bio. Kelenteng ini merupakan kelenteng tertua yang ada di Tangerang dibangun pada tahun 1684 di kawasan permukiman Cina, di pasar lama. Atau letaknya sangat dekat dengan Museum Benteng Heritage Bapak Udaya. Konon, Kelenteng ini juga sebagai saksi sejarah bahwa orang Cina itu sudah berdiam di Tangerang lebih dari 3 abad silam.

Bangunan pertama berdiri diperkirakan masih sederhana sekali yaitu berupa tiang bambu dan beratap rumbia. Awal abad ke -19 setelah perdagangan di Tangerang meningkat, dan umat Boen Tek Bio semakin banyak, kelenteng ini lalu mengalami perubahan bentuk seperti yang bisa dilihat saat ini. sejak tahun 1911 Kelenteng Boen Tek Bio menyelenggarakan pesta Pen Chun (Petjun) yang diadakan di Kali Cisadane, yaitu perlombaan balap perahu naga.

Sebagai informasi tambahan, acara Peh Chun tersebut dan kesenian asal Cina sempat dilarang oleh pemerintah untuk dipertunjukkan dimana-mana setelah meletusnya peristiwa G30SPKI. Baru setelah zaman reformasi, Peh Chun digelar kembali melalui festival Cisadane. Pada festival ini digelar kegiatan lomba perahu Naga dan atraksi kesenian khas daerah seperti tarian barongsay, liong, debus dan atraksi kesenian khas daerah lainnya.

Dan ini beberapa spot di kelenteng Boen Tek Bio.

Di Kelenteng Boen Tek Bio



lalu

Di Kelenteng Boen Tek Bio
Mengunjungi kedua kelenteng itu ya kita bertemu lagi dengan pasangan pengantin. Sedang musim sepertinya bulan ini ya.
Menikah


Dari semua bagian jelajah ke Cina Benteng itu, yang membuat saya sangat terkesan adalah perjalanan dengan kereta Commuter. Kenapa?
Jawabannya karena dapat merasakan  bagaimana para pekerja yang setiap hari berangkat dari rumah mengejar kereta pagi untuk sampai kantor tepat waktu.  Yup, jadi kalau saya punya rumah di daerah Bekasi, Tangerang, Serpong, Bogor, tidak kaget gitu.

Oh ya kita berangkat dari Station Kota naik kereta AC, dan ada tiga kali pemberhentian. Pertama kita berhenti di Station Kampung Bandar, Kedua, berhenti di Station Duri dan terakhir di Station kereta Tangerang. Menuju ke lokasi jelajah charter angkot ya. Seru pokoknya.


Tiket Commuter

Lalu


Di kereta Commuter
lalu


Transit di Kampung Bandar


lalu
Transit di Stasiun Duri

Waktu  Pulang, rombongan naik kereta Ekonomi. Saya kaget kok harganya Rp. 1000,- hehehe.. Sesuai dengan namanya memang ekonomis. Kalau dihitung-hitung kita bisa save ongkos lho. Misalnya ya, Ongkos Rp. 1000 itu sampai station tujuan akhir. Jadi kalau pulang Rp. 2000, ditambah dengan ongkos misalnya kalau dari statiunke kanor kita naik busway Rp 3500,- kali dua Rp,. 7000.
Jadi total ongkos perhari: Rp. 9000,-
Total Ongkos Perbulan : Rp. 9000X 20 = Rp. 180.000,- (dengan catatan dari rumah ke station dekat bisa jalan kaki)

Positifnya naik Kereta ekonomi seperti itu. Tapi negatifnya adalah: kurang nyaman ya. Karena banyak sekali iklannya coba lihat gambar di bawah ini.


Iklan di Kereta Ekonomi menuju ke Kota

Selain banyaknya iklan atau banyak tukang dagang asongannya, kotor dan banyak sampahnya yang berserakan dimana-mana. Tapi jangan khawatir kalau kemarin saya lihat ada anak-anak yang membersihkannya tentu mereka dengan meminta imbalan kepada setiap penumpang.
Oh ya, ada satu lagi cerita, gini, pulang khan naik kereta Ekonomi tapi waktu transit kita naik  kereta Ac dan itu tidak bayar lagi.

Kata seorang penumpang sih dulu waktu dia beli tiket ekonomi lalu waktu transit dia lanjut naik AC, sama kondekturnya dimarahin karena tidak beli tiket lagi, tapi karena penumpangnya banyak akhirnya "dimaklumi" sampai sekarang. Karena kalau harus nunggu kereta yang sama (ekonomi) lagi lama harus nunggu. Jadi, mereka naik ketika ada kereta yang datang, tanpa perlu nunggu apakah harus Ekonomi lagi gitu... Dan itu pun yang terjadi pada kita. Tiket yang pertamalah yang berpengaruh. Selanjutnya tidak masalah, dan tidak itu berlaku untuk satu kali jalan sampai tujuan akhir ya.

No comments:

Post a Comment