Akhirnya tercapai juga cita-cita mengunjungi Perkampungan
Baduy berkat agenda Komunitas Pesona
Jawa. Thanks ya.
Setelah melakukan registrasi sebesar Rp 300.000, aku pun
dengan excitednya menanti keberangkatan
menuju Baduy. Ketika mendekati
keberangkatan atau tepatnya Sabtu dini hari, packing-packinglah aku. Maklum,
malamnya kecapean, jadi boro-boro packing yang ada tidur.
Hari Sabtu jam 6 WIB menuju Busway Blok M, ke arah Stasiun
Beos/Kota. Sesampainya Stasiun Beos, aku langsung mencari restaurant cepat saji
A&W karena itulah titik pertemuan dengan panitia. Tak sulit menemukan A&W karena letaknya dekat pintu masuk stasiun. Begitu
pula dengan panitianya mas Marsad.
Sebelumnya belum pernah bertemu, jadi aku hanya mengingat wajahnya di
FB. Dan ketika melihat seorang pria berdiri dengan kaos berwarna putih, pipinya
yang cubby, mata sipit, perut yang gendut, yakinlah itu pasti panitianya. Benarlah sangkaanku, dia ketua rombongannya.
Tak banyak yang ikut, hanya 16 orang itu pun termasuk kru ya, tiga orang. Mas Marsad, Mul, guide dari Baduy Luar dan seorang lagi aku lupa tak bertanya nama hehehe...
Ketika kereta menuju Rangkas Bitung datang kita semunya naik, itu sekitar jam 8 WIB. Lama menuju Rangkas Bitung itu, sekitar 3 jam an ya. Jadi, bisa tiduran dulu di kereta sambil mendengarkan lagu-lagu dari BB. Itu membuat suara gaduh kareta api ekonomi teredam hehehee.. maklumlah banyak penjual dan juga "cleaning service" yang meminta imbalan. Sama kasusnya kayak dulu pergi ke Banten sama Komunitas Jejalah Budaya pimpinan Mas Kartum. Seru tapinya :)
3 jam sudah kita lalui, kereta pun berhenti di Rangkas Bitung. Dari sini masih jauh perjalanan ternyata. Kita pun menuju Baduy dengan naik Elf jurusan Ciboleger. Perjalanannya memakan waktu sekitar 2 jam. Seperti inilah kendaraannya.
Dalam perjalanan kita menuju Ciboleger itu, aku perhatikan kadang sepi tak ada rumah sama sekali yang ada kiri kanan itu hutan garapan, ya katakanlah seperti itu. Tapi nanti beberapa meter lagi ada sekolah, perumahan penduduk yang jumlahnya jarang, dan kantor kecamatan. Kulihat juga sepanjang jalan yang itu ada kebun cengkih. Ada cengkih yang sedang dijemur.
Ingat cengkih jadi ingat waktu kecil main di kampung halaman. Ceritanya waktu itu ada yang sedang panen cengkih ya, kalau tidak salah seperti itu, aku, Mimi, Amas, dan Imas (lupa siapa lagi ya ..) kita main di pohon cengkih, main seperti mobil-mobilan. Jadi, cengkih itu ibaratnya mobilnya. Naiknya kita bisa dengan susah payah, tapi waktu mau turun alamak susahnya minta ampun .... kita turun karena ditakuti-takuti sama kakaknya Mimi. Waktu itu Cicih (kakaknya Mimi) menirukan suara anjing, kita yang tengah berada di pohon cengkih pada ketakutan dan akhirnya memutuskan untuk turun. Seperti itu kira-kira, ketahuan khan mainnya orang kampung itu seperti apa, pasti tidak jauh dari alam, ngoboy lagi.... Sudah lama tidak berjumpa dengan mereka yang masih ada hubungan kekeluargaan denganku.
Balik ke cerita Baduy. ELf yang kita tumpangi sampai di Kecamatan Leuwidamar. Ohh ya rute yang kita tempuh Ciboleger -- ke Baduy Dalam -- lalu Baduy Luar -- dan kembali pulang. Bisa juga kebalikannya. Jadi, Baduy Luar dulu lalu ke Baduy Dalam dan Pulang. Tapi kita menuju arah Baduy Dalam dulu dari belakang bukan dari gerbang depan/utama.
Sebelum menuju Baduy dalam kita beristirahat dulu ya, makan mie dan sholat dulu. Seperti ini tempatnya.
|
Di gambar ada 13 orang tapi semuanya ada 16 orang beserta kru |
|
|
|
|
Foto di atas diambil sebelum kita menuju baduy dalam. Ohya papan yang dibelakang itu ada tulisannya lho. Isinya berupa Amanat Buyut katanya. Lihat lebih jelasnya:
|
Baca Dulu ini Baru kenal Baduy :) |
Okey deh kalau kurang jelas gambarnya, kutulis kembali, begini amanat Buyut Baduy:
Buyut Nu Dititipkeun Ka Puun = Buyut yang dititipkan kepada Puun
Nagara Satelung Puluh Telu = Negara Tiga Puluh Tiga
Bangawan Sawidak Lima = Sungai Enam Puluh Lima
Pancer Salawe Negara = Pusat dua puluh lima negara
Gunung Teu Meunang di Lebur = Gunung Tak boleh Dihancurkan
Lebak Teu Meunang dirusak = Lembah Tak Boleh Dirusak
Larangan Teu Meunang dirempak = Larangan Tak Boleh Dilanggar
Buyut Teu meunang dirobah = Buyut Tak Boleh Diubah
Lojor Teu meunang dipotong = Panjang Tak Boleh Dipotong
Pondok Teu meunang disambung = Pendek Tak Boleh Disambung
Nulain kudu dilainkeun = Yang bukan harus ditiadakan
Nu Ulah Kudu diulahkeun = Yang Jangan Harus Dinafikan
Nu Enya Kudu dienyakeun = Yang Benar Harus Dibenarkan
Itulah Kira-kira amanatnya... Intinya dari amanat tersebut adalah tidak merubah adat Baduy.
Lanjut ceritanya ya.. Setelah foto-foto itu kita menuju Baduy dalam. Perjalanannya ada sekitar 1- 2 KM ya. Karena setiap peserta barang bawaannya lumayan berat dan jalannya yang jauh, maka panitia pun menyediakan Porter. Siapakah Porter-porter itu?
Porter yang membawa barang kita adalah orang baduy dalam sendiri. Satu tas dihargai sebesar Rp. 15.000,- Nih porter-porter kita:
|
Terima Kasih sudah membawakan Tas-Tas Kita sampai berjumpa lagi :) |
Dan Beginilah perjalanan kita membelah hutan dan menyusuri sungai, menaiki tanjakan penyesalan, turunan dan jembatan cinta (istilahnya teman-teman) menuju Baduy dalam :)
|
Jembatan Pertama |
Yup, ini adalah jembatan pertama yang kita lewati. Semuanya ada empat jembatan. Kita lihat dulu gambar petualangan kita selanjutnya ya...
|
Medan yang mulai naik .. |
"
Naik -naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekaliiii, Kiri -kanan kulihat saja banyak pohon cemara aaaa... "
Hehehehe, jadi ingat lagu itu. Ada yang masih ingat lagunya?
Look! Lihatlah teman-teman, jalanan yang kita lalui mulai naik dan memasuki hutan garapan.
|
Porter Kita yang kuat :) |
Dan Aku pun bertemu dengan anak kecil yang menggendong anak kecil.
|
Bu, masa anak kecil menggendong anak kecil :) |
Ya begitulah teman, di Baduy ada anak kecil yang menggendong anak kecil. Memang mereka dipaksa untuk dewasa sebelum waktunya ya :)
Aku juga berjumpa dengan anak perempuan baduy lainnya dan meminta foto bersama mereka :)
|
Cheers :) |
Wah mereka mau juga di foto ya meskipun awalnya malu-malu bagaimana gitu.. Aku paksain mereka mau fot bersama.
"Dek, dek foto yuk", ajakku pada mereka.
Awalnya mereka malu-malu gitu ada yang membuang muka, tapi aku paksa ya buat lihat kamera. Narsis ternyata mereka, pada benerin samping dulu coba ya, akhirnya :)
Nah, Fotoku bersama gadis-gadis Baduy Luar itu sesaat sebelum melewati jembatan kedua. Artinya setelah jembatan kedua itu dilarang memotret. Makanya kita puas-puasin sebelum menyebrangi sungai berfoto-foto ria. Air sungainya bersih dan jernih.
|
Foto Bersama Porterku |
Oh Tuhan lupa namanya siapa, harus tanya Mas Marsad deh hehehehe :)
Yup, yang berfoto bersamaku di atas dia adalah orang Baduy Dalam, dia yang bawa tasku. Ciri orang Baduy Dalam adalah mereka memakai ikat kepala warna putih, baju putih/hitam dan celana Biru dongker ya. Badannya kekar tuh, otonya terbentuk alamiah tidak perlu angkat besi atau barbel cukup jalan ya dan bawa beban berat :)
Itu adalah foto bagian terakhir ya sebelum memasuki kawasan yang dilarang buat ambil foto.
Akhirnya setelah menempuh jalan kaki sejauh 1 km lebih akhirnya kita sampai juga di Baduy Dalam.
Memasuki Baduy Dalam kita juga melewati jembatan bambu, dibawahnya air yang begitu jernihnya dan bersih mengalir melewati bebatuan.
Wow, masuk ke perkampungan Baduy Dalam, dalam hati berkata-kata, sungguh unik, magis, fantastis, luar biasa, keagungan Tuhan. Ada ya, sekelompok manusia dengan bajunya yang khas tinggal di sebuah areal menjauh atau memisahkan diri dari kehidupan luar. Dimana sekelilingnya hutan garapan. Hijau disekelilingnya. Dibelakangnya sungai mengalir. Masih alami, tanpa kontaminasi bahan kimia. Pikirku ini seperti lagi syuting film di pedalaman hutan Belantara. Ya syuting aktivitas orang Baduy Dalam.
Mereka tentu berbeda dengan orang Kampung Naga yang pernah ku kunjungi di Tasik. Mereka masih begitu alamiah, natural.
Kita pun ikut cara hidup mereka. Seperti mandi dan pipis di sungai dengan cara jongkok. Tidak boleh pakai Sabun dan Odol.
Teman-teman, aku buang air kecil disungai, malam hari coba. Kalau mandi ada sebuah pancuran tapi biliknya itu ala kadarnya. Jadi harus saling jaga sama teman-teman. Dan itulah yang kita lakukan. Aku mandi tapi dipancuran. Kalau yang lainnya ada disungai itu pun ada yang subuh-subuh ketika masih gelap atau ketika terang pun jadi asal saling jaga dengan temannya dengan memakai sarung.
Mengapa aku tidak mau mandi di sungai?
Bukan tidak mau, okey-okey saja mandi disungai, tapi masalahnya kalau ada pancuran lebih baik di sana mandinya. Begitu, kalau banyak pilihan, ya pilih yang lebih nyaman. Tapi sebenarnya meskipun sudah ada bilik masih bisa terlihat dari jembatan lho, karena jembatannya agak tinggi. So harus ditutupi lagi pakai payung atau sarung :)
Jadi, begini ceritanya soal sungai itu. Namanya sungai Ciujung. Warga Baduy Dalam memanfaatkan sungai itu untuk MCK alias Mandi, Cuci, Kakus. Cuci apa? Ya cuci beras di sana. Ambil air pun di sana.
Tapi yang membuatku tidak terbiasa adalah sungai itu disebelah kanannya atau hulunya dipakai laki-laki mandi. Di sebelah kirinya atau hilirnya untuk perempuan. Sementara ditengah-tengah sungai itu ada jembatan bambu. Otomatislah kalau kita lewat jembatan itu bisa melirik ke kiri dan kanan. Bahkan kalau kita mandi pun bisa melihat ke arah laki-laki begitu pun sebaliknya karena jaraknya yang beberapa meter saja hehehehe....
Melihat kondisi yang seperti ini, jadi teringat ceritanya Pelangi. Konon katanya ketika terjadi pelangi, itu menandakan Tujuh Bidadari yang turun dari kayangan Mandi di sungai atau di bumi. Hohoho, ingat khan sama Arya Menak yang berhasil menyembunyikan salah satu selendang bidadari sehingga bidadari itu tidak bisa kembali kekhayangan dan akhirnya Arya Menak pun berhasil memperistrinya. Namun sayangnya, pada akhirnya dia ditinggalkan sang bidadari karena melanggar pantangan dan bidadari itu sendiri berhasil menemukam kembali selendangnya.
Tukh, khan aku sampai mikir ke sana. Habisnya ini terjadi di depan mataku. DI sebuah sungai, di hulunya laki-laki mandi, di hilirnya perempuan. Maaf, apalagi ketika melihat perempuan Baduy mandi, terlihat buah dadanya, tidak pakai sarung sama sekali, cuek saja sambil mengalirkan air ketubuhnya bagian kiri kanan, atas bawah. Mereka tidak malu kita lihatin. Jadi, aku membayangkannya ini cerita 7 bidadari yang sedang mandi di sungai ditengah hutan :)
Pokoknya kalau bisa atau diperbolehkan foto di Baduy Dalam itu luar biasa. Aku merasa magisnya itu kuat. Soalnya pas kita pulang dan memasuki Baduy Luar, magisnya terasa menghilang. Tapi alhamdulilah ya meskipun berulang kali bilang ingin memotret-ingin memotret, aku gak usil tukh. Menurut cerita Guide kita dari baduy Luar, Mul, kalau ada yang ketahuan memotret, biasanya kameranya diambil.
"Kameranya diambil atau bisa juga kameranya hilang bahkan foto yang diambil pun bisa menghilang" ujarnya.
Bagaimana keadaan Kampung Baduy Dalam malam hari?
Gelap gulita kecuali lampu senter. Tidak ada sinyal, tapi sudah ada BTS Indosat di luar Baduy Dalam hanya saja belum berfungsi. Lanjut cerita, Malam itu rombongan menginap di salah satu rumah warga Baduy Dalam yang juga porter kita. Aku bisa merasakan hidup semalam di Baduy Dalam. Tanpa adanya pengunjung, Baduy Dalam Sepi. Tapi pada saat kita ke sana banyak juga pengunjung dari komunitas lain dan mereka juga menginap di salah satu rumah warga kampung Baduy. Jadi, seperti camping atau sedang Pramuka LT.
Sebelum tidur tukh, kita duduk-duduk dulu diserambi. Sore itu kita bercanda-canda. Adalah Obrolan dari Bu Ira yang tiba-tiba bahas prempuan Baduy yang tidak berbulu.
"Perempuan Baduy tidak berbulu, keteknya berbulu tidak ya, coba tanya pakai apa untuk menghilangkan bulu", kata Bu Ira kepada kami mengarah kepada perempuan Baduy yang sedang duduk di depan serambi rumahnya.
Tiba-tiba temanku Rika, menghampiri perempuan Baduy itu dan menanyakan langsung. Ada sekitar satu meter ya jaraknya antara serambi kita dengan serambi rumah depan.
"Katanya mereka pakai batu", terang Rika.
"Batu khan untuk menggosok badan, menghilangkan daki, lagi pula mereka tidak pakai bahan kimia" responku.
Ya seperti itulah teman-teman. Genetik mungkin ya, kita juga ada yang berbulu ada yang tidak berbulu. Kulit mereka bersih. Sawo matang yang putih juga ada. Bahkan ada yang cantik, ada yang hidungnya mancung dan ada yang seperti chinese.
Ketika malam datang kita masih duduk-duduk di serambi sambil menunggu sholat Isya datang. Penerangan datang dari lampu senter. Aku nyalain senter dan kutunjukan pada wajah teman-temanku yang duduk di serambi seberang rumah, Mas Mangun tuh sama Mbak Ira yang duduk diseberang hehehehe :)
Atau aku usil mengarahkan lampu senter ke warga Baduy atau pengunjung Baduy yang mau ke Sungai. Soalnya mereka lewat kita. Gak ada hiburan soalnya, heheheehe ...
Bagaimana kita dan mereka bisa menginap di salah satu rumah warga Baduy Dalam?
Koordinasi, ya itu kata kuncinya. Jadi, panitia kita itu punya penghubung dengan Baduy Dalam. Kalau Mas Marsad khan, sudah pernah ke sana jadi mereka masih ingat dan welcome untuk kedatangan berikutnya. Untuk makannya sendiri, panitia bawa bahan mentah dan nanti orang baduy yang kita tempati bantu memasaknya. Kalau Menurut Mas Marsad sih Orang Baduy itu tidak mematok tarif. Itu ala kadarnya kita memberi.
Dikatakan orang Baduy Dalam, tapi dia mengerti uang ya. Mereka jualan kerajinan dan hasil hutan :)
Madu mereka jual murah sih Rp. 50.000,- daripada diluar Rp. 100.000,- tapi kalau untuk gantungan kunci mereka jual Rp. 5000,- sementara di luar harganya Rp. 2500,- per biji. Dan ternyata teman-teman di Baduy itu banyak penjual dari luar. Ada yang jualan Aqua, sandal jepit, makanan pasar/modern. Mereka dibolehkan ternyata.
|
Kerajinan Baduy |
"Yang jualan adalah orang luar mereka boleh berjualan selama dua hari, tidak boleh lebih dari itu", kata Pak Nalim, pemilik rumah yang kita tinggali.
Katanya penjual atau pedagang-pedagang itu memberi ala kadarnya tidak memberi juga tidak masalah katanya. Akh, tapi berilah orang Baduy itu kompensasi ya....
Di malam sebelum kita tidur itu, kita diskusi dulu dengan Pak Nalim bertanya lebih jauh soal Baduy Dalam. yang laen sudah pada teler, tinggal aku, Bu Ira, Mbak Rika, ada juga Mas Mangun dan temannya yang akhirnya teler juga. Mas Marsad juga setengah terkantuk-kantuk....
"Jadi apa tugas para Ibu Baduy dalam?" tanya Bu Ira.
"Berladang, bertani, mengurus anak, masak, bikin kojal". jawab Pak Nalim
(Kojal = tas rajutan)
"Ada berapa jumlah penduduk Baduy Dalam dan berapa jumlah Kepala Keluarga di sini?" tanyaku
"Ada lima ratus jiwa dan tiga ratus kepala keluarga", jawab Pak Nalim...
Pantas saja mereka tidak membolehkan sekolah, yang ada kalau usia mereka cukup akan dinikahkan. 300 Kepala keluarga, berarti setengahnya sudah pada menikah. Kata Pak Nalim, mereka dijodohkan. Dari kecil sudah ada calonnya. Itu hasil rembugan keluarga. Tapi sekarang ini katanya mereka pada nakal, maunya milih sendiri hehehehe.... Ndak pape Pak, kalau saling suka biarkan saja mereka menikah :)
Perempuan Baduy boleh menikah ketika sudah menginjak usia 15 tahun ke atas. Sementara untuk laki-laki ketika usianya 25 tahun keatas.
Jumlah rumah yang berada di Baduy Dalam adalah 90 rumah. Kata Pak Nalim boleh bertambah. Kalau mereka melakukan renovasi atau membangun rumah dilakukan secara gotong royong dan mereka mampu merenovsi 20 rumah dalam waktu 2 hari
Untuk pemerintahannya sendiri mereka dipimpin oleh Ketua Adat yang disebut PUUN. Ketua adat yang sekarang namanya Jahadi. Dipilih secara musyawarah. Tidak ditentukan kapan berakhirnya. Tapi bisa diganti. Ada Wakil Puun dan ada juga Lurah atau Jaro sebutannya. Sayang, kita tidak bertemu dengan PUUN kemarin.
"Tidak semua orang bisa bertemu dengan Puun, kecuali untuk meminta syariat terutama di bulan Mulud", kata Pak Nalim yang berusia 56 tahun.
Ada beberapa pantangan di Masyarakat Baduy Dalam, yaitu tidak boleh naik kendaraan. Makanya waktu ngobrol sama Julih, warga Baduy Dalam yang masih muda, dia bilang suka pergi ke Jakarta jalan kaki.
"Suka pergi ke Jakarta, tidak pakai kendaraan tapi jalan kaki selama dua hari", jawab Julih
"Terus kalau tidur dimana", tanyaku
"kalau tidur kita ikut di rumahnya Pak RT, RW ", jawabnya
"Tapi tahu rumahnya mereka dimana?"
"Tahu"...
"Ngapain ke Jakarta?"
"Jualan kerajinan"...
Tuhkh teman-teman mereka jualan kerajinan sampai Jakarta. waktu ditanya lebih jauh, mereka jualannya sampai di kampus-kampus. Pakai baju biasa seperti kita. Jadi, kalau ada yang jualan kerajinan, coba tanya-tanya siapa tahu mereka dari Baduy Dalam.
Pantangan yang lain adalah, tidak boleh pakai alas kaki. Ini jelas terlihat di foto-foto sebelumnya ya. Tidak boleh merokok, tidak boleh ada elektronik.
Kalau ada yang melanggar adat, mereka di hukum selama 40 hari atau dipekerjakan dengan tidak dibayar upah, bisa juga dikeluarkan dari adat.
Nah, katanya sih kalau mau hiburan yang modern mereka ada juga yang pergi ke Ciboleger atau sudah ke luar Baduy. Gila ya teman, jarak antara Ciboleger dan Cibeo (Baduy Dalam) itu kurang lebih 9 KM. belum lagi jalannya yang tidak bersahabat, bukit terjal, naik turun.
Agama yang mereka anut adalah sunda wiwitan. Jumlah Bulan di Masyarakat Baduy ada 12 bulan Kata Pak Nalim, yaitu: Safar, Kalima, Kanem, Kapitu, Kadalapan, Kasalapan, Kasupuluh, Hapit Lemah, Hapit Kayu, Kasa, Karo, Katiga.
Sekarang soal rumah.
Rumah khas Suku Baduy itu adalah rumah panggung, lantainya pelapuh bambu, dan berdinding bilik anyaman dengan atapnya terbuat dari kirai dan tahan sampai 5 (lima) tahun. Gak pakai Ijuk. Waktu kutanya mengapa tidak pakai ijuk jawabnya adalah karena pohon arennya kurang. Alasannya sama deh dengan yang dibilang Julih. Aku waktu itu tanya seperti ini:
"Kalau di kampung Naga warganya jual gula merah, kalau di sini buat gula gak?
"Enggak karenan pohon arennya kurang", jawab Julih.
Padahal ya Kampung Baduy itu luasnya 5000 hektar lebih. luas khan? Subur lagi, air pun mengalir. Kalau mereka mau menanam pasti tidak ada kata kurang. Orang ada yang bilang kita itu pemalas, termasuk saya di dalamnya. Tahu khan lagu yang bunyinya seperti ini:
"Orang Bilang Tanah Kita tanah surga, tongkat, kayu dan batu jadi tanaman"
Kita dimanja dengan alam.... jadi terlena...
Mengenai kesehatan, katanya mereka tetap butuh dokter selain membuat ramuan-ramuan, masih ada pak raji atau dukun. Dokter bisa dipanggil atau merekanya yang datang ke Puskesmas di Ciboleger. Dan Masyarakat Baduy tidak ikut KB pemerintah.
Hasil pertanian Masyarakat Baduy yaitu: Pisang, durian, jahe, manggis, kencur, kayu albasiah, pete, duku, rambutan amas kranji.
Wah saya suka tuh asam kranjinya. Katanya mereka jual ke luar kota seperti ke Kudus dan Batam. Dulu kata Pak nalim harganya bisa mencapai Rp. 25.000,- sekarang harganya Rp. 15.000,-
|
Asam Kranji |
Yup, kita disuguhi asam kranji. Aku suka. Tapi kulitnya sayang gak tebel. Bijinya saja yang gede :)
Asam kranji ini katanya biasanya normal bisa dipanen dalam jangka waktu 7 (tujuh) tahun itu lebih bagus hasilnya. Tapi, katanya sekarang 5 (lima) tahun juga bisa dipanen.
Oh ya, terdapat hutan larangan juga di Baduy. Kata Pak Nalim sih, di sana ada Lutung, Monyet, Harimau, Ular, Mata air dan sebagainya.
Sementara untuk Hiburan tradisionalnya mereka punya angklung. Biasanya dimainkan ketika menanam padi. Kecapi untuk mengiringi dongeng. Ada juru dongengnya tidak sembarangan orang, dilakukan dengan cara talaran atau lisan. Kemudian ada pantun juga.
Untuk Pendidikan, kata Pak Nalim, aturan adat tidak membolehkan anak-anak baduy baik Baduy dalam maupun Baduy luar untuk sekolah. Tapi, mereka bisa belajar dari anak-anak Baduy sendiri maupun dari luar Baduy. Kalau kata Mul, membaca pun sebenarnya mereka dilarang. Bahkan Bapaknya Mul yang merupakan orang Baduy luar mengajari anak-anak Baduy luar tidak secara terang-terangan.
"Anak-anak Baduy luar sudah pada bisa baca dan ada yang punya HP, mereka ngechargenya pakai Aki, tapi kalau ada pemeriksaan dari ketua adat diumpetin". ujar Mul.
Mul juga bilang kalau di dekat rumahnya itu ada sebuah rumah yang isinya buku semua tapi sayang waktu kita mau pulang lupa untuk lihat tempatnya. Dan aku juga lupa tanya-tanya sama Bapaknya Mul soal Baduy karena ada rasa tidak puas ketika mendapatkan penjelasan dari Pak Nalim.
Soal Pendidikan atau sekolah ini saya pernah tanya-tanya langusng ke Julih.
"Jadi Julih tidak sekolah?"
"Tidak"
"Tapi ada keinginan gak buat sekolah"
"Tidak mau, soalnya tidak boleh sama adatnya" ...
Ya begitulah teman. Hopless mendengarnya. Dan waktu kita mau pulang, aku pun bilang pada Julih untuk Sekolah.
"Jul, kalau ada kesempatan, sekolah ya"... pesanku.
Jadi, siapa sih orang Baduy itu?
Aku tanya asal-usul Baduy sama Pak Nalim tapi tidak puas jawabannya. Jawabannya dari adam. "Kita asalnya dari Adam", kata Pak Nalim.
Kalau menurut catatan yang diberikan Mas Marsad kepadaku memang dikatakan sampai saat ini belum ada yang dapat memastikan darimana asal-usul orang Baduy dan sejak kapan mereka mendiami pegunungan Kendeng.
Tapi yang disebut Baduy adalah komunitas yang menamakan dirinya orang dari Desa Kanekes adalah sekelompok orang Sunda ras Melayu Muda yang menjalankan kehidupan secara damai menyatu dengan alam di Banten Selatan.
Ya, kalau definisi seperti ini kita juga bisa buat dengan uraian yang aku berikan sebelumnya hehehee
Menuju Kepulangan ..
Minggu, 10 Juni 2012, pagi itu sehabis turun bukit hendak melihat sunrise yang tak bisa terlihat karena kabut,aku lihat perempuan Baduy kumpul di depan sebuah rumah warga. Aku tertarik untuk melihat apa yang akan mereka lakukan. Aku sama Rika duduk di depan serambi rumah orang tepat di depan rumah dimana perempuan -perempuan Baduy itu lagi kumpul. Kulihat memang ada pembagian sirih ya. katanya sih mau ngeuseuk sirih.
Kita tungguin saja, sampai teman-temanku yang lain, Mbak Dian, Feni, Ria bahkan Ibu Ira sudah siap dengan cacatan kecil dan pulpen, tiba-tiba saja diusir kita.
" Gak boleh diliatin", kata seorang Perempuan Baduy muda.
Hwaaawaa ....... Akhirnya kita bubar. Gak seru akh. Mereka kumpul seperti itu dalam rangka rangkaian pernikahan Ya ada yang mau menikah hari Senin.
Pantesan acaranya gak dimulai-mulai. Kalau kata Bu Ira mereka gak enak mengusir kita. Jadi mengusirnya agak lama :)
Setelah diusir kita sarapan pagi dan akhirnya pulang. Rute yang kita tempuh itu dari Baduy Dalam
(Cibeo) --- ke Cibungur -- Cipaler -- Gajeboh -- Marengo -- ke Balimbing.
Perjalanan
pulang ada kurang lebih 9 KM dengan jalan yang kalau naik terus naik,
kalau turun ya turun sekali. Katanya sih tanjakan yang kita lalui itu
ada hampir 90 derajat. Fantastis Baduy!!!
Rombongan kita adalah rombongan yang pertama meninggalkan Baduy Dalam. Rombongan dari komunitas yang lain masih menikmati Baduy Dalam heeheee..
Bebas foot-foto Lagi ..
|
Batas kebebsan :) |
Selangkah saja melewati jembatan sebagaimana nampak di atas kita bebas. Maksudnya Jembatan itu adalah batas akhir antara Baduy Dalam dan Baduy Luar. Setelah melewati jembatan itu kita bisa foto-foto kembali. Dan saya perkenalkan kepada pembaca blogku yang setia, laki-laki yang ada di depan serta memakai
telekung (ikat kepala putih) namanya Julih. Dia orang Baduy Dalam.
Setelah cukup foto-fotonya kita lanjut lagi perjalanan.
Perjalanan menuju kepulangan itu jauh ya, seperti yang kubilang 9 Km jauhnya. Begitu pun dengan rumahnya Mul di Baduy Luar masih jauh, makanya kita beristirahat dulu di Cibungur sambil menunggu anggota rombongan yang tertinggal dibelakang...
|
Istirahat dulu Akh :) |
Dan di tengah jalan menuju Baduy Luar, kita bertemu dengan Lumbung alias Leuit. Jadi ingat pas menuju Baduy Dalam haris Sabtu juga ketemu dengan Lumbung padi tapi kita tidak bisa memotret karena termasuk kawasan yang dilarang. Dan ketika menemukan lagi Lumbung di areal bebas foto, puas-puasin deh foto-foto.
|
Lumbung alias Leuit |
Masyarakat Baduy membangun Lumbung-lumbung ini jauh dari rumahnya. Alasannya untuk keamanan. Jikalau terjadi kebarakan di kampung mereka, lumbung aman begitu.
Berdasarkan cerita Pak Nalim, ada padi yang usianya 100 tahun di lumbung itu. Ya, katanya sebagai warisan saja. Soalnya kalau dimakanpun tidak bisa. "Kadang-kadang juga dipakai sebagai jimat", kata Pak Nalim.
Dalam perjalanan menjelajah Baduy Luar sekaligus menuju rumahnya Mul untuk peristirahatan terakhir, kita bertemu dengan anak-anak Baduy Luar lagi.
|
Malukah mereka? |
Adekku ini tidak berbeda dengan yang lainnya, pas mau difoto awalnya malu-malu. Tapi ya, dapat juga fotonya..
|
Alam Baduy |
Menyebrangi aliran sungai ..
|
Airnya jernih ya :) |
Setelah menyebrangi aliran sungai ini, sampailah kita di rumah Mul. Istirahat dan makan dulu kita di sini.
Melepas Penat .....
|
Rumahnya Mul (Baduy Luar ) di Balimbing |
Di rumahnya Mul ini teman-temanku ada yang mandi. Nah, karena Mul masuknya Baduy Luar jadi aturannya tidak seketat di Baduy Dalam. Di rumahnya mul ada kamar mandi, boleh pakai odol dan sabun. Tapi aneh ya, aku malas mandi coba, padahal ya kamar mandi dan bisa pakai sabun.
Tapinya pas di Baduy Dalam, mandinya semangat meski di Pancuran. hehehehe...maklumlah..
Tapi tetap ya meskipun ada kamar mandi dan bisa pakai sabun, tapi tetap saja, listrik dilarang.
ada cerita nih soal Mul...waktu di dalam mobil elf itu, Bu Ira tanya nama lengkapnya.
"Namanya Mul apa?"
"Mulyono"
"Jawa ya"
"Bapak waktu itu terinspirasi dari orang Jawa, katanya orang Jawa itu pekerja keras, Bapak mau seperti itu", terang Mul...
Lega ya mendengarkan penjelasan seperti itu. Oh ..... ada yang berpikiran Maju ternyata :)
Lanjut ceritanya .. setelah dirasa cukup beristirahat dan energi sudah full kita siap melanjutkan perjalanan .... Tapi foto bersama dulu nih ...
Foto Bersama sebelum melanjutkan perjalanan akhir ....
|
Di Rumah Mul, Baduy Luar menuju kepulangan :) |
Nah, dari rumahnya Mul, menuju terminal Ciboleger itu katanya satu tanjakan lagi. Wah senang tukh mendengarnya. Tapi yang dibilang satu tanjakan lagi itu artinya tanjakan terjal begitu pula dengan turunnya hehehee....
Dan Alhamdulilah akhirnya. setelah berhasil melewati rintangan medan, kita sampai juga di gerbang keluar atau di Ciboleger.
Sebelum naik mobil untuk pulang kita berfoto-foto dulu ...
|
Sebelum pulang :) |
|
Di Depan Patung |
Bersyukur sekali diusiaku ini bisa ke Baduy, ketika masih sehat, kuat dan penuh semangat petualangan.... Untuk teman-teman yang belum pernah ke Baduy cobalah Camping ke Baduy Dalam. Mendekatkan diri dengan alam.
Kata Pak Nalim para pejabat juga ada yang pernah berkunjung ke Baduy Dalam, diantaranya: Mensos, Menpan, Meneglingkungan Hidup, Gubernur Banten, dan Polda Banten.
Kalau ada pejabat lain yang hendak ke Baduy Dalam, saya mau titip ya. Coba bujuk Puunnya untuk dapat membolehkan anak-anak Baduy yang masih kecil sekolah dan belajar menulis dan membaca.
Aku jadi mikir ya, kalau mereka bersekolah, pikiran mereka akan maju. Hal ini bisa merubah kehidupannya. Siapa tahu mereka tidak mau lagi hidup di dalam hutan dan akhirnya pindah ke kota. Bukan tidak mungkin kalau kejadiannya seperti itu, Baduy Dalam akan kosong dan lambat laun akan menghilang bahkan musnahlah Kebudayaan Baduy ini. Apakah Puun Juga memiliki pemikiran yang sama denganku. Mengapa dia tidak membolehkan anak-anak Baduy bersekolah. Wallahualam....
Okey deh teman-teman ada beberapa tips yang dapat dijadikan pegangan jika hendak ke Baduy.
- Perhatikan perlengkapan yang akan kita bawa, alas kaki utamanya. Aku sarankan pakai sandal gunung. Soalnya pas aku pergi pakainya sepatu kaca. Itu lho yang mirip the Crock yang harganya 35000,an jadinya lecet. Untung di Baduy Dalam ada pedagang luar yang jualan sandal jepit. Tadinya memang ingin pakai sneaker tapi berhubung cuacanya tidak mendukung jadinya tak jadi. mineral water juga ada yang jualan.
- Bawa Senter, karena akan sangat dibutuhkan kalau ke sungai malam hari untuk BAB atau buang air kecil.
- Bawa pakaian ganti yang cukup, soalnya pasti akan mandi keringat.
- Pakailah jasa porter untuk membawa barang kalau sekiranya kita tidak akan kuat menggendongnya.
- Bawa jaket, jas hujan, payung, obat-obatan dan cemilan.
- Patuhilah aturan yang ada jangan usil ya.
- Bawalah uang yang cukup.
- Selamat berpetualang
NB: Thanks untuk Masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar yang telah menerima kita dengan hangat. Sangat menikmatinya dan puas sekali ....