Search This Blog

Thursday, June 21, 2012

Pesta Rakyat Di Upacara Seren Taun

Wew, sudah dua minggu berturut-turut ini refreshing terus nih ... Minggu yang lalu pergi Ke Fantastis Baduy, pengen lagi pergi ke sana nih (pengen motret yang buanyak) .... dan  Minggu kemarin  (15-17 Juni 2012) pergi ke Upacara Seren Taun  di Desa Sirna Resmi, Kabupaten Sukabumi.

Rombongan Seren Taun ini berangkat malam-malam ya. Kita ngumpul di depan halte Busway Dep. Pertanian. Aku dari kosan naik Taxi karena kurang tahu medannya, tapi alhamdulilah ketemu juga panitianya, Mbak Dyan yang kujumpai pertama kali, Orangnya talkactive sekali ternyata...  Kita pun menunggu dari halte Busway kemudian pindah ke warung kopi diseberang jalan menunggu peserta lain dan juga kendaraannya.

Setelah peserta terkumpul dan kendaraan datang, kita berangkat menuju Pelabuhan Ratu dengan menggunakan Kendaraan travel itu lho seperempat bus gitu. Oh ya ada satu peserta yang mengcancel keberangkatan alasannya karena kita tidak on time. Ya itu sih terserah peserta saja. 

Perjalanan dari Jakarta ke Sukabumi itu ada kurang lebih 4 jam ya. Kita menginap di rumahnya Bapak Endang, temannya panitia ya.  Paginya kita berangkat menuju Desa Sirna Resmi dengan menggunakan Kolbak atau kendaraan bak terbuka.

Persiapan sebelum keberangkatan
Pada waktu keberangkatan aku duduk di bak terbuka tapi pas pulangnya duduk di depan, pengen tidur ya hehehehe.. Khan boleh siapa aja yang mau :)

Menuju Kasepuhan Sinar Resmi

Yang Lainnya

Kurang lebih satu jam perjalanan dengan jalanan yang berkelok-kelok dan bergelombang akhirnya sampai juga di Kasepuhan Sinar Resmi. Kita pun menghadap Ketua Adatnya ya.. namanya Abah Asep Nugraha.

Menghadap Abah Asep

Ketika menghadap Abah Asep itu kita bertanya-tanya tentang acara Seren Taun, Khususnya aku, ini khan kali pertama jadi sebagai seorang Sunda pun baru tahu kalau ada acara Seren Taun, makanya ada kesempatan bertemu nanya deh kita.

"Abah ini pertama kalinya saya ikut acara Seren Taun, apa sih artinya seren taun itu?

"Seren Taun itu tobat, selama satu tahun kegiatan itu harus dibeberes. Sebetulnya ampih pare ka leuit", kata Abah Asep.
Ampih Pare ka Leuit = Menaruh/memasukan/menyimpan padi ke Leuit/Lumbung ... (kira-kira seperti itu-red)

"Lalu, siapa saja pesertanya", tanyaku lagi

"Pesertanya masyarakat dari tiga Kabupaten, Sukabumi, Bogor dan Lebak, kalau Kasepuhan Cipta Gelar yang melaksanakan Seren Taun kita yang ke sana begitu pula sebaliknya kalau kita yang menggelar Seren Taun mereka yang ke sini, yang penting kesatuan, kerukunan dan kebersamaannya", tutur Abah Asep.

"Acara Seren Taun itu diisi acara apa saja?"

"Ada dog-dog Lojor, pantun, ngangkat, turun ronda, wayang, debus".
(dan masih banyak hiburan yang lainnya)

"Lalu apa perbedaan antara kasepuhan Sinar Resmi dan Keraton Cirebon?"

"Kalau Cirebon itu khan Kerajaan/keraton, kalau di Kasepuhan Sinar Resmi  pertanian. Kalau Bicara skala Nasional terlalu luas, ada 1500 komunitas persatuan adat itu yang terdaftar belum yang tidak terdaftar, di Jabar saja ada 21. Kalau di sini unggulannya pertanian. Padi Lokal yang berusia 6 bulan masih ada 46 jenis".

Abah Asep juga mengatakan kalau Kasepuhan Sinar Resmi itu dulu namanya Sirna Resmi, tapi atas saran dari perkumpulan Mahasiswa seperti KAMI, Sirna diganti jadi SINAR karena Sirna maknanya negatif yaitu, hilang. Selain itu, Abah juga bilang kalau untuk acara Seren Taun itu diperlukan dana. Abah pun meminta bantuan dari pemerintah tapi katanya susah. "Minta bantuan lima ratus juta, negara mau collaps, tidaklah", tandas Abah.
Persoalan lain yang sedang dihadapi Abah ini katanya menyoal Tanah Ulayat, ada yang diklaim sama Taman Nasional sebagai Zona Rehabilitasi.

Di akhir perbincangan kita, Abah Asep mengatakan semoga kedatangan kami ke Kasepuhan Sinar Resmi bukan untuk yang pertama dan terakhir. Ada satu pesan lagi yang disampaikannya, seperti ini "Kalau mau korupsi jangan tanggung-tanggung, tapi semua warga negara harus kebagian, kalau semuanya kebagian, kami akan tutup mulut tapi kalau tidak kebagian urang erek ngomong (aku mau buka suara)", ujar Abah Asep Nugraha.

Setelah perbincagan itu kita dipersilahkan untuk makan. Tak ketinggalan kita  juga disuguhi dengan makanan tradisional.
Ada Wajit, ada Kue Cuhcur 
Ada pula Kue Sagon atau kue yang ingredientnya dari Kelapa, Peyeum dan Opak manis.

Kue Sagon dan Peyeum (tape) beras ketan
Opak Manis

Biasanya opak itu khan warnanya cokelat tapi yang kutemui kemarin itu warnanya pink. Rasanya masih tetap sama manis. Tapi ya meskipun pakai warna biar menarik tetap saja saya gak suka makanan kalau diberi warna utamanya kalau tidak pakai bahan alamiah.
Jamuan makan selesai, terus ngapain lagi nih kita?
Ya, karena puncak acara hari Minggu, akhirnya kita Hunting-hunting foto di sekitar Kasepuhan Sinar resmi. Jadilah aku motret Leuit dan pemandangan alam. Nih hasilnya. 


Leuit di tepi balong

Oh Ya, kita menginap di rumah penduduk. Dan beginilah suasananya ketika sudah berkumpul.
Suasana Kebersamaan


Malam harinya kita dihibur dengan biduan-biduan seksi dan juga pementasan Tradisional. Jadinya ramai sekali. Di sana musik modern di sini musik tradisional, begitu. Beradu jadinya. Tapi, ditengah-tengah keramaian malam itu ikut memisahkan diri dari kelompok.  Ya, salah satu cara kita menikmati perjalanan adalah dapat melakukan apa yang kita mau. Sekalipun itu memisahkan diri sebentar ya... dan memang rombongan yang kali ini aku ikuti pesertanya senang bercanda. Pertama-tama aku dapat juga tertawa. Lama-lama aku gak bisa tertawa lagi hehehehehe maksudnya aku tipenya serius jadi lama-kelamaan, mati gaya.... gak bisa tertawa-tertawa ataupun ngikutin bercandanya mereka. Dan menikmati perjalanan itu tidak mesti tertawa ya Mas heheheeee....

Ya, dalam memisahkan diri untuk sementara, Aku, Mbak Tri dan juga Rahmi, kita bertiga menuju tempat gelap untuk shooting the stars. Maksudnya memotret bintang. Baru tahu aku untuk memotret bintang itu dibutuhkan  tripod, kamera dan juga remotenya. Supaya tidak dipegangi terus dan waktunya bisa diatur. 
Setelah menyetel waktu beberapa menit, kamera bisa memotret bintang, namun hasilnya buram, gak tahu ya apa yang terjadi. Tapi Indah sekali langit malam itu. Sedang asyik-asyiknya menunggu waktu, eh  perhatian kita jadi teralihkan oleh bunyi kembang api. Dan kita pun berhasil mengabadikan kembang api. Lihat ini:

Fireworks :)


Bukan hanya melihat proses bagaimana memotret bintang di langit tapi aku juga diajari teknik fotografi sama Mbak Tri malam itu, Thanks ya sudah sabar meladeniku. Temanku yang lain, Dani mengajariku hal yang sama, nanti saya perlihatkan hasil jepretan saya yang diajari Dani ya.

 Malam pun berlalu, dan paginya atau tepatnya setelah adzan subuh kita sudah disuguhi upacara ngangkat ya.. Seperti ini Upacara Ngangkat itu.

Ritual Ngangkat
Jadi yang namanya ngangkat itu mengetukkan-ngetukan Alu ke Lisung. Tapi sayangnya aku gak tanya lebih jauh lagi soal ini.
Hari pun semakin terang teman. Kita tidak bubar begitu saja, tapi kita ngobrol dulu bareng  Abah Tjahya dan tamunya itu yang bernama Ian O'Donnell.

Bincang Pagi Dari Kiri : Ian O'Donnell, Bah Tjahya dan seorang warga :)

Bincang Pagi Abah Tjahya dan Ian O'Donnell


Nah, Abah Tjahya mulanya menawari kita makan Ulen bakar, kita pun bilang mau.. akhirnya sang empunya hajat membakar Ulen. Sembari kita nunggu ulennya matang, kita naik tuh ke atas serambi rumah. Mulailah di sini abah Tjahya bercerita. Mulanya Ia memamerkan, perhiasan yang dipakainya. Satu per satu ia keluarkan batuan-batuan berharganya dari tas Kepegnya....


Lihat batuan yang bening ini:

Batu Apa ini sebenarnya ya?

Ya, kalau itu memang benar-benar batu  berlian, luar biasa hebatnya ya, Abah Tjahya bawa batu-batu itu kemana-mana... hehehe...
Lalu, Abah Tjahya pun memamerkan batuan cincin dan diberi penerangan. Seperti ini.

Fosil Bulu macan Kumbang
Setelah diberi penerangan, batu cincin yang dipakai Abah Tjahya pun bisa terlihat strukturnya. Ada warna hitam seperti bulu-bulu gitu.  Katanya sih batuan bewarna hijau itu dari fosil bulu macan kumbang di dalamnya hehehee...

Fosil Bulu Macan Loreng

Abah Tjahya bilang kalau batuan yang kita anggap "berlian" itu biasa. "Kalau batu itu khan biasa, tapi kalau keong ini gak biasa. Keong yang telah menjadi batu tapi menyala", katanya.

Keong yang telah menjadi batu
 Keong itu ya kalau diberi sinar dia berwarna orange kecoklatan gitu ya...


Memamerkan Gelang
Sambil memamerkan perhiasannya, Abah Tjahya pun menyatakan kepeduliannya terhadap aset budaya bangsa yang  banyak diselundupkan ke luar. Abah pun mengaku dirinya bisa memantau benda-benda purbakala atau peninggalan sejarah yang diselundupkan ke luar.

"Saya bisa pantau siapa yang menyelundupkan  benda purbakala", ujar Abah Tjahya.

Abah juga  mengatakan tentang situs purbakala. Aku kurang jelas  situs purbakala yang dimaksudnya itu yang mana, situs Sadahurip atau situs apa gitu, tapi katanya kalau Situs Purbakala itu urusannya dengan dunia internasional. "Kita memiliki situs purbakala tapi kita tidak bisa membuka sendiri karena itu sudah urusan internasional. Itu aset dunia bukan milik kita", tutur Abah Tjahya ......


Selain memamerkan perhiasan, Abah pun mempromosikan Situs Sadahurip atau Gunung Sunda, yang katanya kurang terekspos.

"Gunung Sunda belum terekspos seperti Bali, di daerah Jabar ini terisolasi, karena bandara rata-rata ke Jakarta, Bali, Jogja, Surabaya, ke Bandung tidak terekspos. Bali satu hari gelap lampu heboh, dunia heboh, nyepi. Baduy itu gelap setiap saat sejak zaman leluhur tidak pernah heboh, anda itu harus belajar. Di sana gelap seumur hidup, tidak ada listrik, lebih natural", katanya.

Lalu, Abah juga mengatakan kalau larangan itu jangan dilanggar. "kalau larangan itu tidak boleh dilanggar, tidak boleh ya tidak boleh, kalau anda melanggar itu beresiko anda", ujar Abah.

Lebih lanjut Abah mengatakan bahwa Gunung Sunda itu Paling Aneh.
"Yang paling aneh Gunung Sunda, ada 1000 upacara, 1000 bubur biasanya di Bulan Mulud. Penduduknya dulu khan rancah, pembuat perahu sangkuriang".

"Di kampung saya juga ada tempat bernama Rancah", responku.

"Maksudnya Rancah itu bekas tanah yang berair, airnya gak ada dipakai pesawahan. Itu namanya rancah, dimana-mana namanya Rancah. Anda kuat tiga hari di Gunung Sunda? di Cupu Negara? itu yang paling dingin di Jabar ya di sana", terang Abah Tjahya.

"Itu perkampungan adat atau apa?", tanyaku.
"Itu perkampungan adat, tapi tidak terlihat, tidak terekspose, sangat natural. Kayu yang jatuh saja tidak boleh dipungut, Kalau masak pakai kayu khan ada baladah atau  wilayah yang boleh. Pesawat lewat sana selalu jatuh. Ada Muara yang disebut Cisurupan, semua sungai airnya masuk ke sana. Keselurahan ada sembilan sungai, dan tidak pernah penuh meskipun batu dan pasir masuk ke sana. Sangat sakral wilayahnya",  terang Abah Tjahya.

Selagi Abah Tjahya bercerita, temanku tiba-tiba saja bilang " kalau saya pegang boleh? (batuan-red)".

"kalau pegang bahaya. Menteri saja gak mampu beli. Menteri makanya bekerja itu Selon", kata Abah.

"Selon itu apa?"

"Gak punya duit jadinya kerja", jawab Abah TJahya.

Ditengah-tengah kita menyaksikan Abah Tjahya pamer perhiasan, akhirnya Ulen yang ditunggu-tunggu datang juga.

Ulen Bakar
 Wah sungguh hidangan khas kampung. Kalau my mom itu ya, Ulen bakar biasanya selalu ada pas lebaran. Enaknya dimakan sama bolokotok (Sambal goreng kentang yang dicampur dengan sayuran lain dan dikeringkan, biasanya kalau sudah lebih dari satu hari-red) atau bisa juga dimakan dengan kacang hijau kering yang sudah diberi bumbu.

MAGIC COLOR

Kenyang ulen bakarnya. Dan di ujung obrolan kita itu Abah Tjahya mengatakan  bisa menggambar dengan magic color menggunakan warna dari alam dan dia mau kalau diminta menggambar. Makanya dia minta aku beli buku gambar dari anak-anak di penduduk desa itu.

Aku pun mencari buku gambar. Tapi sayang ya, anak-anak waktu kuminta buku gambarnya ngakunya tidak punya. Alhasil aku cari di penjual-penjual yang ada di sekitar. Banyak penjual lho.
Setelah cari-cari akhirnya kudapati juga buku gambarnya. Aku beli yang ukurannya cukuplah.
Lalu, kucari Abah Tjahya tu. Ternyata dia ada di sebuah warung.

"Abah saya sudah dapat buku gambarnya,  Abah menggambar ya", pintaku.

"Ya udah kamu tunggu di sana saja, saya cari kunyit dulu, terus kamu cari daun pepaya atau daun singkong," pintanya.

Kucari daun pepaya dan daun singkong tapi yang ada hanya daun singkong. Itu cukup buatku.
Abah Tjahya pun dapat kunyit yang dicarinya. Dia ajak aku di sebuah rumah yang mana rumah itu tempat menginapnya. Di rumah itu ada wartawan lain yang juga ikut menginap di tempat yang sama.
Dia mulai menggambar sambil disaksikan aku, wartawan dan juga teman-temanku. Tapi sayangnya teman-temanku tidak sampai selesai menyaksikannya. Aku menikmati saja sampai akhir dengan wartawan itu.


Di sela-sela dia menggambar dia mengeluarkan Fosil cacing dan fosil mausia yang pernah dia ceritakan sebelumnya kepada kami. Nih Fosilnya. 


Fosil Cacing


Pas ku pegang memang keras ya sudah membatu. Bentuknya menyerupai cacing memang ya. Tapi seperti dari batu koral di pantai ya asalnya.

Dan ini dia fosil tulang manusia. 

Fosil tulang manusia
 Fosil tulang manusia yang diperlihatkan kepadaku itu waktu dipegang keras dan kata Abah TJahya itu berasal dari bagian kaki manusia. Ada bagian mata kaki gitu.

"Ini berasal dari Abad berapa Bah", tanyaku

"Wah itu bukan hitungan abad, sudah ada dari lama", katanya...

Aku lupa menanyakan benda itu asalnya dari mana, tapi di obrolan awal dikatakan masih di Indonesia tapi tidak akan bilang darimananya dia dapatkan itu. Tapi gak tahu ya kalau aku menanyakannya lagi pada waktu itu.

Magic Color pun dimulai. Dan beginilah proses menggambar yang disebut "Magic Color" Sama Abah Tjahya.

Daun Singkong maupun Kunyit dia  gosok-gosokan ke buku gambar.
Tentu Dia lakukan hal itu sambil merokok. Pengen tertawa jadinya waktu Abah Tjahya bilang, "coba nanti belikan satu bungkus rokok ya buat menggambar katanya".

"Dari rokok ini kita bisa buat gambar", lanjutnya lagi..
Lalu kulihat dia menggosok-gosok abu rokok... hehehehe .... tapi ya aku mikir itu taktik saja. Kalau rokok khan bukan bahan alamiah yang safe. Itulah alasan mengapa dia ingin dibelikan rokok satu bungkus. Karena menggambar magic color itu dia menghabiskan kira-kira 2 batang rokok. Mungkin menggambar sambil merokok itu ritual dia ya......


Abah Tjahya menggambar dengan bahan alamiah

Kata Abah Tjahya banyak bahan alamiah dari alam yang bisa buat menggambar misalnya bunga ros, biji alpukat, kopi bekas (ampas kopi mungkin ya-red)... dll. Selain itu, Abah Tjahya mengatakan bahwa dirinya bisa menggambar dengan menggunakan api. Aku pun  terheran-heran, apa maksudnya itu.

"Abah bisa menggambar dengan api, coba kamu carikan lilin", katanya

Aku  langsung tanya empunya rumah, dan alhamdulilah lilin tersedia. Lilin itu lalu dinyalakan sama Abah Tjahya, dan begini prosesnya...

Hohoho, ternyata, kupikir tadinya bagaimana mungkin pakai api, bisa terbakar itu bukunya heeee...


Api Lilin pun membakar gambar dan di pojokan Terlihat Daniel
Jadi, lidah api paling ujung  itu dikenai kertas gambar, tujuannya sih untuk mendapatkan warna hitam dari api, atau asapnya ya...nanti asap yang berwarna hitam itu yang ada di buku gambar itu dia ratakan. Ini salah satu cara untuk memberikan efek ya kalau menurutku. Jadi, gambar itu memililki degradasi warna.

Hampir lupa, Abah Tjahya waktu itu ditemani satu orang temannya ke Kasepuhan Sinar Resmi. "Abah ke sini bersama dengan teman dari suku Maya Meksiko, namanya Daniel", katanya.
Waktu itu Daniel belum bangun masih tidur. Mungkin karena mendengar keramaian jadinya terbangun dan dia juga menyaksikan atraksinya  Abah Tjahya menggambar.

Aku pun bertanya padanya.

"Daniel apa benar dari Suku Maya?', tanyaku dan dia pun menganggukkan kepalanya.

"Bertemu dimana dengan Abah?", tanyaku lagi

"Di Taman Budaya Dago, Bandung", jawabnya

"Daniel, bagaimana pendapatnya mengenai Abah Tjahya", tanyaku ( dia bisa berbahasa Indonesia)

"Luar Biasa", jawabnya dalam satu kata

"Selain luar biasa, ada lagi", tanyaku

"Gila", jawab Daniel lagi..

Singkat-singkat benar komentarnya. Pas Daniel bilang gila itu bersamaan dengan pendapat yang dilontarkan wartawan di sebelahku... hehehee.
Ya, maksudnya gila itu karena dia melakukan hal-hal yang tidak biasa orang banyak lakukan pada umumnya.

Setelah itu, tiba-tiba saja Abah Tjahya mengakui bahwa dia itu sebenarnya yang menciptakan celana yang bolong-bolong.
 "Abah ingin tahu apa mereka (orang-orang -red) akan memakainya atau tidak ternyata dipakai sama mereka, itu artinya mereka ikut gila. Abah, duit dapat bonus pun dapat", katanya.  Aku pun tersenyum mendengar pengakuannya ....

Tralalalla,  dan inilah ketika sudah jadi ...

Final
Abah pun menawariku apa mau gambarnya dibubuhi tanda tangannya. Tentunya donk abah... dan dia pun menuliskan tanggalnya. "Untuk Tahunnya ditulis di atas saja ya", katanya.

Oh, ternyata nama Abah Tjahya itu lengkapnya Tjahya Soemirat Wijayakusuma ... wow, pas mendengar namanya .... nama-nama seperti itu biasanya bukan dari latar belakang yang biasa saja.  Itu nama seperti berasal dari keturunan ningrat. Aku senang dengan nama-nama zaman dulu itu .... mengandung magis atau kekuatan  .......

Di akhir itu Abah Tjahya bilang "Kalau ada yang punya galeri, silahkan kalau mau memamerkan karya saya", katanya.
Oh ya saya punya no contactnya nih : 081321904XXX (kalau ada yang mau hubungi saya ya) ...

Jadi, siapa sih Abah Tjahya itu? Ya menurut pengakuannya sendiri dan juga orang lain Ia memang budayawan. Dia bilang masuk dalam komunitas Guruhyang. Tapi kata temanku, Mas Freddy bilang kata  temannya yang juga ada satu komunitas dengan Abah Tjahya, dia memang suka menjual batu-batuan katanya ...

Next ...... Teman-temanku pada tanya bagaimana dengan gambarku. Aku bilang sudah jadi. Mereka pun minta lihat, tapi aku keukeuh gak mau memperlihatkan kepada teman-temanku. Aku hanya kasih lihat dari kamera yang sudah kupotret.  Soalnya teman-teman tidak ikut sih dan mahal euy harus dibayar dengan Garfit ... Kalau ada yang mau silahkan ya ambil saja gambar tersebut di atas hehehee... Pelit amat ya aku. Diantaranya memang ada yang bereaksi tapi aku keukeuh tidak mau kasih lihat hehehehehe .......

Buat upahnya :)
Aku gak keberatan dengan membelikannya sebungkus rokok. Itu khan sama dengan membantu penjual yang berjualan di arena acara.

Dan Ini Dia puncak ritual Seren Taun ....


RITUAL SEREN TAUN
Rombongan datang dari gerbang utama
Rombongan atau arak-arakan yang datang menuju ke lapangan lalu beratraksi sebentar dan kemudian bersama dengan para pejabat dan ketua adat menuju Leuit.

Menuju Leuit
Dan seperti inilah ketika sudah sampai di depan leuit. Ini adalah adegan ketika mereka akan memulai "Ampih Pare Ka Leuit" .....

Dijampe-jampe dulu ya parenya
Aku tidak mengerti detail dengan apa yang dilakukan sama Abah Asep Nugaraha. Sesepuh dari Kasepuhan Sinar Resmi itu.. Aku hanya motret-motret dan motret. Lalu satu persatu para pejabat yang ada melakukan "Ampih Pare ka Leuit" atau memasukan,  menaruh atau menyimpan pare ke dalam Leuit atau lumbung. 

Ampih Pare ka Leuit.

 Setelah Ampih Pare Ka Leuit ada hiburan Debus... Ini Dia Debusnya ...


DEBUS


Rangkaian acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari pejabat yang hadir. 


SAMBUTAN-SAMBUTAN
Sesepuh dan para pejabat

Aku pun mencatat beberapa sambutan para pejabat yang hadir.
Menurut wakil DPRD Sukabumi, untuk melestarikan budaya perlu dilakukan dengan sebuah pendekatan.
"Upaya pelestarian budaya harus dilakukan dengan  pola pendekatan budaya atau Mokaha", katanya.

Aku googling, cari kota Mokaha itu apa. Lalu kutemukan artinya Ada yang bilang "Lupa".  Tidak mengerti ya apa artinya, mungkin maksudnya " jangan melupakan budaya bangsa" gitu ya hahahahaaa... harus tanya itu tuh ...

Lebih jauh Wakil DPRD Sukabumi mengatakan bahwa orang asing saja mencintai budaya kita "jadi kita sebagai Bangsa Indonesia harus benar-benar mencintai budaya kita sendiri", serunya.

Lalu katanya lagi, "Saya menyarankan untuk melakukan pembinaan secara  intens agar menjadi Desa Kepariwisataan dan Kebudayaan", harapnya.

Sementara Dandem 0622 Sukabumi mengatakan bahwa pihaknya mendukung dan menghargai apa yang dilakukan Kasepuhan Sinar Resmi. "Saya mendukung dan menghargai Abah karena Keindahan, keelokan dan kehijauan harus dijaga", katanya.

Dari Kementerian Pariwisata dan Budaya juga tidak mau ketinggalan. Dia  mengatakan, bahwa pembinaan karakter bangsa itu perlu modal. "Ada Tiga hal yang dapat kita lakukan dalam hal pembinaan karakter bangsa, pertama, mencatat karakter unsur budaya, kedua harus bisa jadi diri sendiri, ketiga, apresiasi budaya atau transfer budaya ke generasi Muda", terangnya... (tidak tahu namanya siapa)

Dia juga menambahkan bahwa di Leuit ada 46 (empat puluh enam) jenis padi tadinya ada 60 (enam puluh)  jenis, hal ini dikarenakan ada kebijakan dari pemerintah terkait dengan kebijakan pengaturan bibit. Selain itu, dia juga mengatakan bahwa harus dilakukan "Pencatatan warisan budaya tak resmi" contohnya  arsitektur Sinar Resmi.
"Ada hal lain yang menarik yang bisa kita lakukan terkait dengan pelestarian warisan budaya, yaitu, Ngajaga, Ngajega,  Ngajiga dan Ngajago", ujarnya..

Wow aku senang mendengar istilah yang dia sampaikan itu ya. "NGAJAGA, NGAJEGA, NGAJIGA, NGAJAGO" hehehe

Ngajaga misalnya melalui Pagelaran ...
Ngajega itu sifatnya mengikat ...
Ngajiga itu berarti serupa ...
Ngajago itu artinya globalisasi, harus bisa mewarnai lebih bukan hanya skala nasional saja tapi mengglobal ....

Seperti itu kira -kira teman .., aku sih kurang puas. Kurang Detail mendapatkan informasi tentang prosesi Ampih Pare Ka Leuit, Next Time kalau ada kesempatan kita tanya lebih detail lagi...

SESI BEBAS (BELAJAR FOTOGRAFI)
Yup, kok bilang sesi bebas ya padahal semua sesi memang sesi bebas kok, hehehe.... Maksudnya sih sesi belajar Foto dari Dani ...

Neeh ya aku belajar foto benda moving .... jadi kata Dani kalau ingin memotret foto yang bergerak itu musti diperhatikan speednya. Intinya dalam Fotografi itu ada tiga hal yang penting yatiu:  ISO, SPEED dan DIAFRAGMA... Ya itulah salah satu benefit ikutan Seren Taun ini, orang-orangnya ada yang sudah menguasai Fotografi jadi aku bisa belajar daripadanya. Thanks ya Buat Dani dan Mbak Tri :)

Belajar bersama Mbak TRI :)

Lalu ini ....
Belajar memotret dari Dani
Setelah foto-foto itu ya kita masih duduk-duduk di depan rumah sesepuh. Ngobrol saja sama teman-teman, ada Mbak Dyan, Dani, Aku, Basri, Riza dan Rasti yang lainnya sudah pada masuk ke rumah untuk packing-packing ke pulangan.

IKAT KEPALA SUNDA
Dan tiba-tiba saja Dani, dia malah memperkenalkan yang namanya ikat kepala Sunda. Hapal benar dia ya. Dan kebetulan Dani dan Basri pakai ikat kepala jadinya aku foto gaya mereka. Inilah jenis-jenis Ikat Kepala Sunda.

Gaya Maung Leumpang
Gaya Ikat kepala di atas di sebut Maung Leumpang, cirinya ada ekornya panjang ya. Itu yang dibilang Dani, maklumlah dia masih orang Sunda.

Gaya Paros /Parengkos
Gaya Paros atau Parengkos ini, dia  menutupi rambut bagian atas.

Gaya Barangbang Semplak
Untuk gaya Barangbang Semplak, ekornya tidak panjang. Bagian depannya bisa dilihat seperti di atas.

Salah satu sisi lapangan
Yup, tampak pada gambar di atas itu lapangannya ya...

Para Penjual
Aku dapat buku gambar dari salah satu penjual di sana...

Foto Bersama sebelum Kepulangan

Ya, demikianlah cerita perjalanan Seren Taun yang kudatangi Pertama kali di Kasepuhan Sinar Resmi, Kabupaten Sukabumi.

NB: Buat Mas Budi dan panitia ya, nanti kalau ngadain jalan-jalan lagi jangan mahal  ya, apalagi kalau kita nginep di rumah penduduk hehehee... thanks ....

5 comments:

  1. Sip laporannya....
    oya jangan lupa aku di follow yang di Wordpress dan Join di Blogspt ini ya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. yup, sudah aku masukan linknya mbak dyan di blogspotku... bisa dicek ya, thanks :)

      Delete
  2. Owh My God!!! Ini udah hampir enam bulan dan aku sama sekali belum nulis soal pergi bareng buat liat serentaun ini... ya ampuuunn.... Banyak banget nih, yang belum aku tulis dan baru keinget lagi pas baca blog-mu.. hihihi

    Eh, Rahmi, kalo aku nge-link ke blog mu nggak papa ya....

    ReplyDelete
  3. Jeung, Aku link-kan post dikaw dengan post ku yah... silahkan di cek....http://triayusoepandi.blogspot.com/2012/11/serentaun-traditional-sundanese.html

    ReplyDelete
  4. Gak Papa say, Fotonya Mbak Tri bagus-bagus ikh :)

    ReplyDelete