Search This Blog

Tuesday, December 21, 2010

Hati-hati ,Tetap Waspada dan Beranilah Di Ibu Kota

Living in the city memang harus  berhati-hati, ah sebenaranya tidak hanya di Megapolitan seperti kota Jakarta saja tapi di semua tempat juga kita harus waspada atau berhati-hati. Pasalnya kalau kita tidak ada keberanian dan tidak tahu arah sama sekali bisa jadi tersesat bahkan bisa menjadi korban kriminalitas. Jadi kalau ingin pergi ke Ibu Kota seperti Jakarta ini modal yang harus kita miliki adalah nekat dan berani. "Jangan menunjukkan wajah yang bingung dan tidak tahu apa-apa, kita harus menunjukkan layaknya kita sudah mengenal jakarta" begitulah nasihat dari teman saya Nia, diawal-awal perjuangan saya ke Batavia untuk menjadi seorang PNS. Saya ingat terus pesannya dia.


Nah, pada suatu hari ketika saya turun dari Kereta distasiun Gambir, saya pun langsung berjalan keluar menuju busway shelter. Tiba-tiba saja  saya di rongrong oleh para tukang ojeg yang menawarakan jasa boncengan. Tapi saya katakan dengan menggunakan body language dan verbal bahwa saya tidak membutuhkan jasa layanan mereka. Tiba-tiba saja salah seorang tukang ojek itu ada yang mengatakan seperti ini "dia sudah tahu ( jalan-red)" kepqda treman-temannya.  Ingin rasanya saya tertawa terbahak-bahak mendengar pengakuan tukang ohjek yang sok tahu itu. Padahal dalam hati saya deg-degan. Tapi alhamdulilah itu merupakan kali kedua saya turun di Gambir. Jadi, saya tahu dimana letak dari busway shelter hehehe. Saya tidak perlu bengong  dan bertanya-tanya dimana letak busway shelter.


Kurang lebih setahun dari perjuangan saya, akhirnya saya pun menetap di Batavia a.k.a Jakarta dan tiap hari mau tidak mau berhubungan dengan yang namanya angkutan umum,  Metromini. Sebenarnya untuk angkutan umum yang pernah saya gunakan, sebutlah ada Kopaja, Busway, Bajaj, Ojek dan taksi (kalau pulangnya late at night dari kantor). Tapi yang paling sering adalah naik Metro Mini.


Metro Mini

Pengalaman petama-pertama naik angkutan umum terutama Metro mini tidak ada keluhan sama sekali. Aman rasanya. Akan tetapi lama-kelamaan akhirnya saya ada pengalaman yang buruk tapi sekaligus menambah lesson untuk saya. Pengalamannya adalah  tiga kali percobaan pencopetan. Rupa-rupanya si pencopet itu beraksi di akhir yaitu ketika metromini mau sampai Blok M dan waktu itu penumpangnya tinggal saya sendiri.  nah, pas saya beranjak dari tempat duduk berdiri mau turun tiba-tiba saja ada tangan seorang laki-laki yang memegang tas saya. karena saya rasakan itu saya langsung berteriak. Tapi laki-laki itu punya alibi. dia katakan hanya memegang bagian bottom. Hah! darimana dia memegang bottom, sudah jelas-jelas dia pegang tas saya dari belakang, dan saku kecil  tas saya yang dibelakang pun terbuka. Alhamdulilah waktu itu saya tidak menaruh HP dibagian itu, saya taruh HP di bagian paling dalam tas saya. jadi gak susah untuk diraih para copet. Duh penciopet memang lihai. Padahal jenis tas yang saya pakai adalah jenis tas selendang bukan tas gendong.

Itu merupakan percobaan pencopetan yang tertangkap basah. Kalau percobaan yang lainnya adalah, sebenarnya bukan percobaan tapi lebih kepada firasat saya bahwa  ada oknum pencopet jadi saya perhatikan terus dia. So, dia terganjal untuk melancarkan aksinya karena saya terus awasi dia. Itu sebenarnya kecurigaan yang tidak berdasar tapi saya menuruti feeling saya saja.


Lalu, cerita berikutnya dari  pengalaman di Ibu Kota adalah. Cerita dari teman saya yang hampir jadi korban penjambretan. Ceritanya dia habis pulang dari kantor tetapi di jalan dia kena apes  ada orang besepeda motor mencoba menjambret tasnya tapi rupa-rupanya dia bisa mengelak. Jadi selamatlah dia. Teman saya itu katakan kepada saya bahwa susah sekali untuk mengenali oknum itu apalagi penjambret itu naik sepeda motor. Jadi, jangan harap  dia juga bisa mengenali No. Plat motor tersebut dalam situasi yang genting seperti itu. Tapi saya senang akhirnya dia lolos dari penjambretan.

Cerita beriktunya adalah pengalaman dari teman saya yang lain.  Dia terbilang baru baru ini menjadi warga kota Jakarta, tadinya tinggal di Jawa Barat tapi berhubung suaminya kerja di Jakarta jadi dia juga mau tidak mau ikut suaminya. Dia menceritakan pengalamannya di note FB bahwa dia bertemu dengan preman di Kopaja. Menurut ceritanya tiba-tiba saja ada seroang yang memakai topeng dan mendorong kondektur sampai masuk ke dalam kopaja alasannya karena Kopaja yang dia tumpangi menyerempet itu sepeda motor. tapi teman saya keheranan mengapa bukan pakai masker tetapipakai topeng, akhirnya teman saya pun mengira bahwa orang bertopeng itu adalah perampok yang aksinya terhalang oleh kopaja yang berhenti di depan motornya tersebut.


Saya merespon ceritanya dengan mengatakan bahwa saya pun pernah mengalami hal yang sejenis yaitu ada seorang preman yang tiba-tiba saja menonjok sang supir, saya tidak tahu persis alasannya apa. Tapi saya takut setengah mati waktu itu saya inginnya keluar saja dari kopaja tersebut tapi tidak jadi. Saya dengar alasannya karena berebut penumpang.  Ya, waktu kejadian itu saya habis pulang dari DPR menghadiri rapat bersama boss saya, Bu T. Hari itu memang sedang hujan, jadi jalanan macet dan susah sekali angkutan umum. Taksi tidak ada yang mau narik. Jadi kami jalan kaki menuju ke arah jalan yang tidak begitu macet. Daripada kami kemalaman akhirnya kami naik kopaja. Dan lanjut pakai bajaj sampai ke kosan.

Dan cerita yang terakhir adalah cerita dari teman dari kosan saya yang lama. Begini ceritanya, dia telepon saya mau ke Jakarta ada tes CPNS. Dia minta izin pada saya untuk menginap di kosan. Tentu saya membolehkannya. Dan datanglah teman saya itu pada hari Jumat. Saya menjemputnya. Di travel. Oh ya pada waktu itu ada teman saya satu lagi yang ikut nginap jadi kami bertiga. Hari sabtu datang kami bertiga berangkat dari kosan. Teman saya yang satu kebetulan ada wawancara di kantor tempat saya bekerja jadi kami bisa pergi bersama. Nah kalau teman yang satu lagi saya titipkan ke sebuah ojek yang selalu saya lewati kalau mau ke kantor. Saya titip agar teman saya diantar sampai masuk ke dalam dan ketemu tempat tesnya. Nah saya pas hari itu ada tugas ke Banten jadi tidak bisa antar dia. Saya khawatir sebenarnya sama dia, karena itu pertama kalinya dia datang ke Jakarta untuk ikutan tes. Tapi diawal saya sudah bilang sama dia, kalau pergi ke Jakarta harus nekat, berani dan tanya sama petugas.

Pada hari Sabtu itu saya pulang larut malam karena ke rumah teman saya yang habis nikahan dulu. Saya dan dua kolega saya menghabiskan waktu sampai jam 10 an di rumah pengantin baru. Nah teman-teman saya yang sedang ikutan test cpns dan wawancara tentunya sudah pulang ke kosan terlebih dulu. Saya malam itu tiba di kosan tengah malam. Lalu keesokan harinya, hari minggu teman saya yang tes cpns katakan bahwa dia sampai kekosan saya malam hari juga sebelum saya. Jadi ceritanya, sehabis ujian tulis itu dia ketemu sama seorang teman yang baru yang kebetulan juga peserta tes dan kebetulan juga kuliahnya di salemba dekat UI. Nah mendengar hal itu teman saya lalu meminta orang yang baru dikenalnya untuk mengantarnya ke Salemba UI karena ternyata dia juga punya teman di p*sca sarjana UI. Untunglah orang itu mau antar teman saya. Alhasil teman saya itu pulang ke kosan saya diantar oleh temannya yang sedang kuliah di Pasca Sarjana UI. Duh, padahal saya sudah memetakan jalan pulan dengan busway hehhehe.

Nah teman saya yang wawancara hari itu Minggu pulang. Sedangkan teman saya yang satu lagi tidak. Karena hari senin dia mau mewawancarai calon pekerja di salah satu BUMN. Tapi masalahnya kembali lagi dia butuh teman untuk pergi kesana. Saya tidak bisa antar karena hari senin saya harus kerja. Jadi, dia pun berinisiatif untuk meminta kembali bantuan temannya yang pasca sarjana itu. Namun dia merasa kagok karena temannya itu seorang Ikhwan. Tapi saya sarankan untuk menelopnnya saja, setelah smsnya dia tidak dibalas-balas temannya. Dia waktu itu tidak mau dengan alasan dia seorang perempuan. Tapi saya tawarkan bantuan biar saya yang ngomong saja. Dan ketika saya menelepon beberapa kali tidak diangkatnya. Saya memberikan alternatif lain sama teman saya itu untuk naik taksi dari kosan saya ke tempat wawancara.karena kalau harus mendatangkan temannya yang dari Salemba kasihan jauh, khan lebih dekat langsung saja dari kosan saya pakai taksi. Teman saya itu sebenarnya takut naik taksi sendirian di Jakarta. Tapi mau bagaimana lagi akhirnya dia memberanikan diri untuk pergi dengan taksi itu pun saya titip ke mbak kosan untuk mengantar teman saya menyetop taksi. Dan teman saya itu membatalkan sms yang dikirimnya ke teman salembanya, supaya tidak usah mengantar dia ke tempat wawancara setelah teleponnya tidak diangkat-angkat.

Ketika saya pulang kantor hari senin itu, saya tanya dia bagaimana tadi? Dia katakan bahwa dia akhirnya pergi dengan meminta pertolongan kembali temannya yang di pasca sarjana. Dan dia juga bilang ternyata mengapa teleponnya waktu itu tidak dibalas karena yang bersangkutan sedang pergi ke luar dan tidak bawa HP. Tapi dia dengan bangga menceritakan kepada saya bahwa dia pulangnya sendiri naik Busway. Dia ingat kepada pesan saya diawal bahwa datang ke Jakarta itu harua nekat berani dan tanya. Ya, bagaimana saya patut mengacungkan jempol atas usahanya itu. Semoga nanti bisa lebih berani ya.
Itulah cerita dari pengalaman teman-teman saya di Ibu Kota. Jadi kita harus nekat, berani dan tanyalah kepada petugas hati-hati, waspada dan yang terpenting lagi berdoa untuk keselamatan kita.

No comments:

Post a Comment